Bab 16

270 22 0
                                    

"Ahmad?" Tunjuk Davina.

"Eh, mbak ini yang tadi ketemu di Subway kan? Kakinya masih sakit, mbak?" Tanya pria yang bernama Ahmad.

"Alhamdulillah, udah nggak sakit kok. Oiya, apa rumahmu searah dengan kami? Karena kamu juga naik kereta ini?" Tanya Davina.

Duh, kok aku berasa jadi kambing congek ya. Mereka akrab banget. Tunggu, tadi mas itu bilang ketemu Vina di Subway. Apa jangan-jangan mas itu yang Vina ceritakan?

"Iya, rumah saya di Orchard mbak. Eh, bukan rumah sih. Tepatnya apartemen, saya tinggal di apartemen. Oh iya, mbak bisa panggil saya Raihan."

"Oke. Now I call you Raihan. Eh, kita belum kenalan ya? Saya Davina," ucap Davina sambil mengulurkan tangan.

"Saya Raihan." Ucapnya. Dia mengatupkan kedua tangannya.

Wah, ternyata masih ada ya cowok yang patuh sama aturan syariat. Cocok nih, buat Vina.

Yes, gue nggak salah pilih. Cowok ini sholeh kelihatannya. Jodoh-able banget, gumam Davina.

****
Setelah beberapa menit perjalanan, kami sampai di stasiun MRT Orchard. Kami berpisah dengan orang yang bernama Raihan itu.

Davina sudah menceritakan semuanya sewaktu di kereta tadi. Ah, sayang sekali kenapa aku tadi lama di kamar mandi. Jadi kehilangan momen seru kan.

Setibanya di hotel, kami menuju kamar kami dan setelah sholat Dhuhur aku akan memberikan hadiah yang ku beli untuk Mama dan Ayah.

"Lo berdua keluar lama banget! Kemana aja," protes Rayden.

"Lo sih, lebih milih molor daripada ikut kami." Jawab Davina.

"Tadi kami breakfast di Subway, terus ke Bugis Street. Oiya, si Vina ketemu ehem di Subway." Ujarku sambil melirik Davina.

"Ketemu siapa?" Tanya Rayden.

"Apa sih, Ray. Kepo aja," tukas Davina.

"Eh, awas ya kalo kalian nggak cerita ke gue."

Ancaman Rayden nggak membuat kami keder, tapi semakin membuat kami ingin mengerjainya lebih lanjut.

"Hadeh, ya udah. Gue ijin cerita ya Vin. Jadi gini, tadi pas kami breakfast di Subway, Vina ketemu cowok yang dia taksir. Gue liat lumayan cakep sih." Ujarku.

"Emang lebih cakep dari gue ya?" Tanya Rayden.

Aku memandang Davina dengan penuh arti, "Oh, ya jelas. Lo kalah jauh."

Rayden menunjukkan raut wajah tidak terima. "Lo naksir dia, Frey?"

Aku dan Davina saling memandang. Tatapan matanya seolah berkata, bilang aja iya, Frey.

"Gue suka atau nggak kan hak gue, Ray."

Rayden diam seolah tidak mampu berkata-kata. Aku lantas meninggalkan mereka berdua dan pergi ke kamar kedua orang tua-ku.

"Gue tau semuanya, Ray. Tentang perasaan lo ke Freya. Gue tau, lo tipikal laki-laki yang taat dan anti pacaran. Tapi Freya pantas diperjuangkan, Ray."

Davina berhenti sejenak dan ia melanjutkan kalimatnya. "Jika lo emang cinta sama dia, buktikan. Lo tau kan, solusi untuk dua orang yang jatuh cinta adalah menikah."

"Tapi belum tentu Freya punya rasa yang sama kayak gue, Vin." Ucap Rayden.

"Lo salah. Apa lo nggak tau, kenapa Freya tiba-tiba ngomong kayak gitu lalu ninggalin lo?"

"Nggak tau," jawab Rayden jujur.

"Dasar nggak peka. Freya marah karena foto ini."

Davina mengambil ponselnya lalu menunjukkan sebuah foto.

Bersambung...

Freya's Sincere Love - [SELESAI]Where stories live. Discover now