🌷BAGIAN 7

223 37 0
                                    

Jisung sudah menyantap narkotikanya lima jam yang lalu hingga kini kesadarannya sudah terenggut habis. Namja itu kini sudah berada di ruang ilusinya, tak seperti biasanya dia kini menemui sebuah jalanan yang sepi nan gelap.

Namja itu masih melangkah gontai, mencoba untuk tidak takut dan mengikuti arah kakinya ke sebuah rumah kayu sederhana. Jisung terdiam, itu rumahnya. Rumah yang telah lama tak dikunjunginya, rumah yang telah lama ditinggalkannya.

"Aku tak boleh kesini," gumamnya lantas beranjak untuk melangkah pergi, melewati rumah itu.

Namun jeritan keras dari ibunya menghentikan langkah Jisung. Dia mungkin sudah sangat terbiasa mendengar jeritan itu, sejak kecil itu adalah hal yang paling sering masuk ke dalam telinganya. Jeritan, tangisan, serta makian ibunya adalah hal yang sangat biasa bagi sosok Han Jisung.

Hanya saja, dia sudah sangat lama tak mendengar jeritan kesakitan itu hingga dia merasa penasaran, lagi. Apa yang terjadi di dalam rumah tersebut hingga teriakkan ibunya bisa sampai di depan rumah mereka?

Jisung pada akhirnya memilih untuk memasuki rumah itu. Membuka pintu rumah yang tak pernah terkunci lalu mendapati sosok ayahnya yang sedang menghajar ibunya habis-habisan. Namja itu berdecak kesal, "Sejujurnya apa yang membuat ayah memiliki hobi serendah itu?" sinisnya tanpa sadar.

Namja itu terdiam, lebih tepatnya membeku ketika melihat ayahnya mengeluarkan sebuah pistol. Benda itu kini diarahkan ke dahi Sang Ibu dan telah siap untuk menekan pelatuknya. Jisung tak mengerti, masih sangat tak mengerti tapi dia melangkah pergi menuju dapur.

Dia mengambil pisau di dapur itu. Dia menghampiri ayahnya dengan tergesa dan langsung membalikkan tubuh ayahnya dengan paksa. Namja itu, dengan tangannya sendiri, menusukkan pisau ke tubuh ayahnya berkali-kali, terus-menerus sampai suara jeritan lain terdengar.

Dia menatap tangannya sendiri yang masih menggenggam pisau yang telah menancap di uluh hati ayahnya. Namja itu melepas tangannya dengan cepat membuat tubuh di hadapannya ambruk dan jatuh.

Jisung menatap tangannya yang kini penuh darah dengan gemetaran. Dia berbalik, bersitatap dengan Chaeryeong yang kini menatapnya sambil menutup mulutnya sendiri, air mata gadis itu sudah tumpah tanpa perintah.

Han Jisung, dengan tangan yang masih bergetar menghampiri Chaeryeong, gadis itu otomatis memundurkan langkahnya membuat Jisung berhenti.

Dia kembali menatap tangannya sendiri lalu mengangkat kepalanya untuk bersitatap dengan Chaeryeong. "Bagaimana ini Chae? Aku membunuh ayahku," lirih Jisung terdengar ketakutan. "Tapi mengapa aku tak merasa sedih?"

"Tidak! Itu bukan ayahmu," balas Chaeryeong menatap sobatnya itu tak percaya.

"Itu--"

"TIDAK!!" jerit pria itu langsung terbangun dari tidurnya.

Dia meremas kepalanya sendiri yang terasa sakit karna mimpi itu kembali datang padanya. Jisung terduduk sambil menunduk dan meremas rambutnya sendiri, "Tidak, bukan aku!" lirih namja itu takut sendiri.

"Bukan aku! Sungguh bukan aku!" gumamnya takut, dia menarik tangannya sendiri lalu menatap telapak tangannya.

Disana terdapat darah.

Darah itu lagi.

Jisung beranjak pergi menuju kamar mandi untuk membasuh tangannya. Darah itu tak hilang sama sekali meskipun dia telah membasuhnya berkali-kali. "Bukan aku ish!" lirih namja itu gemetaran.

Dia panik. Darah itu tak menghilang.

"Aku tak membunuh ibu!" lirihnya takut. Dia memukulkan tangannya itu pada dinding berkali-kali, "Bukan aku!" ucapnya lagi.

Dia menatap bayangannya pada cermin di hadapannya. Rasanya cermin itu seperti mengungkapkan isi pikirannya. Jisung kesal, dia bahkan sangat kesal hanya dengan melihat wajahnya sendiri.

"BUKAN AKU!!" jerit namja itu lantas meninju cermin tersebut hingga retak.

Dia terdiam. Tangannya terasa sangat perih. Kini darah benar-benar keluar dari sela-sela kulit di tangannya. Dia menatap kesal cermin retak itu, tanpa sadar tangannya kembali meninju cermin tersebut.

Berkali-kali, terus-menerus hingga dia tak merasakan sakit lagi di tangannya, seperti mati rasa.

"Jisung-ah," suara wanita menyadarkannya.

Jisung berbalik, menatap sosok Ryujin yang kini menatapnya khawatir karna tangan kanannya yang kini sudah hancur berlumurkan darah.

"Ryujin-ah? Bukan aku, 'kan?" tanya namja itu takut.

Ryujin terdiam. Dia mengerti arti dari pertanyaan itu. Dia tak bisa menjawabnya, dia tahu jika dia menjawab pertanyaan itu maka Jisung akan memakinya, dia akan menghancurkan segala hal yang tak mengiyakan pertanyaannya.

Wanita itu pada akhirnya memilih tak menjawab, dia menghampiri Jisung dan menarik namja itu ke dalam pelukkannya. Diusapnya surai Jisung agar namja itu bisa lebih tenang.

Seperti yang diduganya, namja itu kini malah membalas pelukkannya, menyembunyikan wajahnya pada bahu Ryujin, dia menangis. "Mimpi itu datang lagi Ryu-ya," lirihnya terdengar sangat ketakutan. "Aku takut."

Ryujin mengeratkan pelukkan itu. Bagaimana dia membantu Jisung untuk bangkit? Dibandingkan dengan sosok Jisung yang dihadapinya saat ini, dia lebih takut pada dirinya sendiri yang tak bisa membantu Jisung.

Dia tak ingin mengulangi kesalahan yang sama.

FALL [Han - Chae]Where stories live. Discover now