34. Permulaan

250 18 3
                                    

"Kalian yakin tidak akan melaporkan ini ke polisi?" Minhyuk menanyakan hal yang sama untuk ke seratus tujuh puluh dua kalinya.

Okay. Bohong. Tidak. Dia tidak bertanya sebanyak itu.

"Akan terlalu beresiko jika kita melaporkannya. Pasti akan ada banyak berita." Yonghwa menjawab dengan tenang.

"Tapi bertindak diam-diam seperti ini juga sama beresikonya, Hyung."

Jonghyun menatap Minhyuk, "Tetap saja, jika rencanaku berhasil tidak akan ada media yang tau."

"Kita!" Yonghwa menegur Jonghyun keras. "Kita akan melakukannya bersama. Kamu tidak akan sendirian, Jonghyun, ingat itu!"

Minhyuk tertawa dan Jonghyun mengangguk-angguk menahan senyum mendengar Yonghwa yang protektif.

Jungshin masih serius memperhatikan lembaran foto yang diambil Yonghwa tempo hari, dan tiba-tiba berkata, "Kemampuan memotretmu buruk, Hyung."

"Aku memotret sambil bersembunyi, tolong maklumilah." Yonghwa merajuk, membuat mereka berempat tertawa.

"Tunggu. Apa ini?" Jungshin yang sedang memperhatikan selembar foto memandang Jonghyun dan Yonghwa bergantian, "Mereka sedang 'bertransaksi'?

"Itu yang aku dan Yonghwa hyung pikirkan. Tapi belum tau 'benda' apa itu sebenarnya." Jelas Jonghyun.

Jungshin menatap Jonghyun lama, seolah memikirkan sesuatu, "Dan jika dugaan kita benar, apa Hyung juga berpikir Jisoo terlibat dengan hal ini?"

"Aku tidak yakin dia terlibat dengan ini." Jawab Jonghyun, ragu.

"Tapi seseorang bisa berubah Hyung, begitu juga perempuan itu. Besar kemungkinan dia mengikuti jejak Daehyun." Kata Minhyuk.

Yonghwa mengangguk membenarkan apa yang dikatakan Minhyuk, "Tapi, lebih dari ini semua, yang paling aku khawatirkan adalah Seungyeon. Dia sudah menjadi target Daehyun. Dan itu berbahaya, bajingan itu tidak pernah main-main."

Jonghyun menghela nafas keras, "Aku lebih khawatir lagi karena dia sudah kembali ke kegiatannya sekarang. Dia menghabiskan lebih banyak waktu di lokasi syuting daripada di rumah."

Yonghwa dan Minhyuk terdiam, memikirkan bagaimana caranya agar Daehyun dan Jisoo berhenti mengganggu hidup mereka semua. Berbicara secara langsung jelas tidak akan ada gunanya, karena dua orang itu tidak akan menggubris apapun yang mereka katakan.

Sedangkan Jungshin, pria itu juga berpikir, tapi tanpa ada seorang pun yang tau, hal yang dipikirkannya lebih rumit dari itu. Ia menyimpulkan bahwa Seungyeon sama sekali belum memberitahu Jonghyun tentang teror yang diterimanya. Dan ia tidak memiliki kuasa apapun untuk membocorkan hal itu tanpa seijin Seungyeon. Jadi, teror itu masih menjadi misteri, apakah ulah Park Jisoo, Choi Daehyun, atau sasaeng?

***

Seungyeon membungkuk sopan kepada sutradara dan beberapa orang staff yang berpapasan dengannya. Akhirnya, syuting hari ini selesai. Ia melihat jam yang melingkar dipergelangan tangan kirinya, pukul satu dini hari. Yah, karena ada banyak sekali scene yang harus diambil, dan ini juga drama saeguk pertama untuknya, jadi rasanya memang sulit, saking sulitnya baru selesai lewat tengah malam, padahal besok harus kembali syuting pukul delapan pagi.

"Kamu sudah bekerja keras hari ini, Seungyeon, jadi ayo kita pulang dan beristirahat." Kata Jeongsu, berjalan mendahului Seungyeon menuju mobil mereka yang terparkir diluar lokasi syuting.

"Terimakasih untuk hari ini, Oppa." Seungyeon membalasnya dengan senyuman, bersyukur managernya itu selalu mendukungnya tanpa pernah mengeluh.

Sembari menunggu Jeongsu dan dua orang staffnya selesai memasukkan semua barang ke dalam mobil, Seungyeon mengeluarkan ponsel dari saku padding yang ia kenakan, dan menemukan ada banyak pesan dari sahabat-sahabatnya, orang tua, juga Jonghyun.

Ia membukanya satu persatu, tapi senyumnya menjadi lebih lebar ketika ia membuka pesan dari Jonghyun yang berisi kata-kata manis untuk menyemangatinya. Ah, Seungyeon sangat merindukan pria itu. Baru beberapa hari tapi rasanya sudah sangat lama mereka tidak bertemu.

Memang, inilah resikonya. Ketika sangat sibuk syuting, dirinya akan semakin sulit bertemu. Bisakah ia menelpon Jonghyun sekarang? Pukul satu dini hari? Hanya untuk mendengar suaranya? Apa pria itu sudah tidur?

Baru saja Seungyeon akan menyentuh gambar telepon berwarna hijau pada layar ponselnya saat seketika dari ujung jalan yang gelap, sebuah sepeda motor yang dikendarai oleh seorang pria berbadan besar dengan wajah tertutup masker dan helm berwarna hitam, menuju kearahnya dengan sangat kencang.

Seungyeon yang berusaha menghindar malah terpental hingga tubuhnya menabrak badan mobil yang memang parkir tidak jauh dari dirinya berdiri. Jeongsu yang sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi refleks berteriak dan langsung menghampiri Seungyeon yang mengaduh kesakitan. Lalu pria itu berteriak memaki si pengendara motor yang sama sekali tidak berhenti ataupun menengok ke belakang karena sudah hampir menabrak seseorang.

"Brengsek! Berhenti disana!" Teriak Jeongsu, sia-sia.

Beberapa staff yang masih ada disana menghampiri Seungyeon dan Jeongsu, beberapa lagi berusaha menghentikan si pengendara yang sebenarnya percuma dikejar karena kecepatan motornya.

"Kamu tidak apa-apa?" Jeongsu bertanya panik.

Seungyeon berusaha berdiri, menahan rasa nyeri yang mulai menjalar di punggung dan kakinya, lalu mencoba tersenyum. "Tidak apa-apa Oppa."

"Kita harus ke rumah sakit sekarang."

"Tidak, tidak. Aku baik-baik saja." Seungyeon menolak, "Kita pulang saja."

Jeongsu jelas ingin mendebat, pria itu ingin memaksa Seungyeon untuk pergi ke rumah sakit karena tau tubuh gadis itu terpelanting cukup keras. Tapi merasakan genggaman erat tangan Seungyeon pada lengannya membuatnya mengurungkan keinginannya itu.

Jadi ia hanya bisa menghela nafas, "Yakin? Kamu harus memeriksakan lukanya."

Seungyeon mengangguk, "Aku tidak apa-apa, sungguh." Katanya tegas.

Lagi, Jeongsu menghela nafas, mengalah, "Baiklah. Ayo kita pulang sekarang."

Selama di perjalanan pulang Seungyeon setengah mati menahan rasa nyeri dan perih, bertanya-tanya dimana saja lukanya berada dan separah apa kondisinya. Tapi, besok ia masih syuting, masih sangat banyak scene yang harus diambil, jadi ia tidak bisa sakit sekarang.

Sesampainya di apartment, Seungyeon membuka pakaiannya dan menemukan beberapa memar pada punggung dan kakinya. Sikut lengan kanannya berdarah. Tapi rasanya masih beruntung karena motor tadi tidak menabrak tubuhnya langsung. Jika itu sampai terjadi... Ah tidak. Seungyeon tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi jika dirinya tidak refleks menghindar.

Ponsel yang ia simpan diatas tempat tidur bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Seungyeon bertanya-tanya siapa yang menelponnya lewat tengah malam begini, dan ternyata nomor tidak dikenal. Awalnya Seungyeon tidak ingin menjawab, tapi getaran itu tidak berhenti. Terus berulang-ulang, membuatnya semakin penasaran. Juga khawatir jika saja ada emergency yang mengharuskan seseorang menelponnya. Masih setengah ragu tapi memberanikan diri, akhirnya gadis itu memutuskan untuk menjawab.

"..." Seungyeon tidak mengatakan apapun, menunggu suara diseberang sana terdengar lebih dulu.

"Gong Seungyeon." Terdengar suara perempuan bernada rendah, sedikit serak, mungkin karena terlalu banyak menghisap cigarette.

Seungyeon masih bungkam.

"Hari ini kamu lolos. Aku membiarkannya karena ini masih permulaan. Tapi nanti, aku jamin kamu bahkan tidak akan sempat untuk berteriak meminta pertolongan."

Dan sambungan terputus.

Seungyeon masih menempelkan ponsel di samping telinganya meskipun sudah tidak ada suara dari seberang sana. Tanpa sadar satu tangannya mengepalkan jemari dengan erat dan untuk sesaat rasa nyeri seolah tidak terasa. Namun jantungnya berdebar kencang.

Tadi...

Yang baru saja terjadi padanya.

Itu kesengajaan.

Teror itu nyata.

***

Fallin' In You (Complete Story)Where stories live. Discover now