Epilogue

1.6K 200 104
                                    

Entah sudah sejauh apa kakinya menapaki kayu-kayu cedar yang berderet rapi, suara langkah mengiring lembut dan pandangannya tak jemu menikmati hamparan danau di sisi kanan. Angin berhembus pelan membawa wangi pinus dari alam, dengan manja menerpa surai cokelat yang senada dengan warna irisnya. Kakinya terhenti sejenak kemudian, menukar beberapa sekon untuk sebuah damai dari apa yang bisa ia rekam dengan mata telanjang.

Sudah dua bulan berlalu dan Sana mulai berdamai dengan lembar baru di tanah kelahirannya, Osaka. Dan seperti prasangkanya sebelum menikah, tinggal berjauhan dengan Taehyung memang mencipta rindu yang tak terkira. Tapi rindunya tidak bercerita tentang Taehyung saja. Sana rindu semua yang ia tinggalkan di negeri ginseng. Ia rindu pada ayahnya juga byeongari yang selalu menanyakan kapan Sana kembali lewat telepon. Sayang jawaban itu tidak bukan Sana yang menyimpannya.

Pandangannya tertuju pada sebuah villa berdinding kayu, pintunya yang terbuka membuat Sana bisa menengok ke dalam sedikit jauh. Sana pikir penghuninya sedang keluar, ia tidak menemukan siapapun ketika masuk untuk meletakkan beberapa bahan makanan. Dan benar saja, ketika pandangannya mengedar, ia melihat pria itu terduduk di tepi danau menikmati sepi. Seperti biasa profilnya dari samping memang selalu tampan. Sana pun mengulas senyum lantas mengayun kembali langkah yang sempat terhenti.

“Pemandangan di sini bagus ya?” celetuk Sana. Seokjin tersenyum melihat siapa yang datang kali ini. Ia mempersilakan adik iparnya itu duduk.

“Eumm, aku suka sekali di sini, andai yang dibuang keluar itu aku,” Seokjin bergumam sedang pandangannya lurus ke depan.

Seminggu setelah pernikahan Taehyung, sebuah keajaiban terjadi. Kondisi Seokjin berangsur pulih namun ia butuh beberapa waktu untuk istirahat. Setidaknya Seokjin mau menghibur organ tubuhnya yang lain biar tidak lelah menemani jantungnya yang kepalang lemah. Keberadaannya di Osaka itu adalah ide dari Namjoon, ia menyewa sebuah villa di tepi danau biar Seokjin bisa melakukan hal yang ia lewatkan di Korea. Sekarang Seokjin lega sebab kedua adiknya bisa diandalkan penuh.

“Kau lupa sesuatu ya, seindah apapun pemandangan yang kau lihat, rumah akan selalu jadi tempat yang kau rindukan,” komentar Sana. “Cedar Hedge yang bukan rumahku saja aku rindu,”

Seokjin terkekeh pelan, “Cedar Hedge itu rumahmu juga, Sana. Kau ‘kan istrinya Taehyung sekarang,”

“Tapi aku tidak bisa pulang ke sana tuh,”

Seokjin terdiam memandang Sana. Melihat wajahnya yang berseri itu membuatnya lega. Setidaknya ia tidak menyesal telah melepas Sana untuk Taehyung. Jika saja waktu itu Seokjin mau sedikit bergerak, mudah saja ia jadikan Sana miliknya. Tapi Seokjin memilih untuk tidak egois sebab ia melihat Taehyung berubah sejak hadirnya Sana. Dan bagi Seokjin itu jauh lebih berharga daripada apapun. Termasuk soal perasaannya yang ikut berubah.

“Oh ya Taehyung sering mengunjungimu ‘kan?”

“Hmm, ya sesekali kalau dia ingat,” jawab Sana asal.

“Perutmu itu... sudah ada isinya belum?”

Sana mengerling sebab Seokjin tiba-tiba membahas hal seperti itu. Berharap apa, dua kali Taehyung berkunjung dan itu selalu bertepatan ketika Sana datang bulan. Gara-gara itu saja mereka ribut meskipun di ujung hari mereka akan berdamai dan berakhir lelap dalam dekapan hangat.

“Ck, jangan bahas itu deh,” Seokjin terkekeh lagi mendengar jawaban Sana. “Adikmu itu tidak bisa menghitung, matematikanya nol,”

“Memang ya mulutmu itu perlu dikasih filter. Jangan bawa-bawa matematika deh, kalkulus aku dapat A,” seloroh suara bariton itu tidak terima Sana menghina kemampuannya berhitung. Kehadirannya memang di luar dugaan sampai bola mata Sana nyaris keluar. Seokjin menggeleng dengan senyum melekat di parasnya.

Cedar HedgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang