21 -gone

1.3K 195 7
                                    

"Na Hara.. aku kan tetep sama kamu. Bedanya cuma besok, aku udah jadi manusia biasa," Haechan menatapku dalam.

"Iya ya?" pelupuk mataku mulai kembali menampung tangisan dan sekuat tenaga aku menahannya, agar air mataku tidak berlinang.

"Iya Ra, aku janji.. aku bakal setia sama kamu,"

Bohong.

"Aku janji aku nggak akan biarin kamu sendirian Ra,"

Bohong.

"Cause I love you,"

Bohong.

Dasar pembohong besar.

"I love you Na Hara. Yesterday, now, tomorrow, and forever. Trust me,"

Bohong! Tapi aku memutuskan untuk tetap menjawabnya.

"I love you too, Lee Dong Hyuk,"

Jadi.. siapa yang munafik diantara kami?

Setelah pengakuan menyakitkan diantara kami berdua, seorang pelayan datang dengan membawa nampan berisikan makanan.
























Baru saja aku dan Haechan sarapan, tetapi kami malah kembali makan. Padahal ini saja baru pukul sebelas pagi.


"Chan, kenyang," ujarku, menghentikan suapan.

"Sama," sahut Haechan, lalu ikut meletakkan sumpitnya di nampan.

"Cabut yuk?" ajakku seraya menata makanan-makanan di meja kami.

"Ayuk lah," jawab Haechan dan langsung bangkit dari duduknya, kemudian menggandeng tanganku.



















"Mau kemana emangnya?" Haechan mulai membuka percakapan begitu mobil sudah melaju meninggalkan restoran.

"Nggak tau," jawabku sembari menggelengkan kepala.

"Tinggal dua hari lagi kan?"

Mendengar ucapan Haechan, aku langsung membuka ponselku.

Dan benar saja, sekarang sudah tanggal 30 Desember. Bisa-bisanya aku lupa tanggal di saat genting seperti ini.

"Jadi gimana Ra?"

"Ritual terakhir.. di gunung Halla. Tanggal 31 Desember, jam 11.30, kita harus udah sampai di bukitnya."

"Oh.. kalau sekarang? Kita mau kemana?"

"Kan kamu yang tinggal disini Chan, ajak kemana gitu aku," omelku sembari menatapnya sebal.

"Aku ajak ke pelaminan aja gimana?" guraunya dengan wajah sok serius.

"Canda terus aja lah hidupmu," jawabku sedikit marah.

"Hei, aku nggak bercanda sayang, kamu mau nggak, hm?" Haechan memelankan laju mobilnya, sembari menoleh ke tempat dudukku.

Yang benar saja, Haechan sedang melamarku saat ini?

"Kan Eomma juga udah bilang, kamu tinggal dirumahku dulu selama aku kerja, nanti kalau aku udah bisa menafkahi kamu, aku bakal langsung nikahin kamu deh, janji,"

Tolong Haechan, berhenti membuat janji yang tidak akan pernah kamu tepati, selamanya.

"Bener loh ya," ujarku dengan suara yang cukup parau. Oh Tuhan, mengapa sesakit ini rasanya?

"Yes, iya bener, tunangannya Haechan." Haechan mengacak rambutku sembari kadang mengusapnya pelan.

"Ini mau kemana?" tanyaku penasaran.

Nymph | Haechan✔Where stories live. Discover now