Ketiga

1.4K 144 5
                                    

Bel pulang sekolah pun tiba. Semua kegiatan belajar di hentikan, murid-murid pun sibuk memasukkan peralatan sekolah nya ke dalam tas. Tidak lupa dari mereka mengecek terlebih dahulu laci meja.

Wiwit yang lagi mengobrol dengan teman sebangku nya tidak sengaja melihat ke arah pintu kelas lelaki yang sedang ia incar melewati kelas nya saat ini.

"Mau kemana lo, Wit?"

"Gue balik duluan. Bye Sandra." Ucap Wiwit sambil melambaikan tangan kanan nya ke arah Sandra.

Wiwit pun celingak-celinguk mencari sosok lelaki tersebut karena amat susah di antara lautan murid-murid pulang sekolah.

"Ais kemana sih Putra? Gagal lagi kan pulang bareng." Wiwit pun amat kesal karena kehilangan jejak nya Putra.

Sandra pun menepuk bahu Wiwit dari samping.
"Karma kan lo tinggalin gue sendiri di kelas."

"Gara-gara lo sih."

"Balik sama gue aja kenapa sih?"

"Beda tau rasa nya Sandra."

"Ya elah cuma karena dia cowok lo rela tinggalin sahabat lo sendiri."

°°°°°

Sebelum pulang sekolah, Anin menyempatkan diri untuk ke perpustakaan. Bel istirahat tadi Anin tidak sempat untuk mengunjungi perpustakaan, tujuan nya hanya satu yaitu mengembalikan 2 buah novel yang ia pinjam disana.

Tas ransel berwarna ungu, dan rambut yang di urai tidak lupa memakai bandana senada dengan warna tas nya. Sambil bersenandung lagu toktik yang lagi hits menemani Anin menuju ke perpustakaan.

Toktoktok
Sebelum masuk, Anin mengetuk pintu terlebih dahulu biar tau apakah masih ada penjaga disana atau sudah pulang.

"Iya"
Sahut seseorang dari dalam.

Di buka lah handle pintu ruangan, kedua bola mata Anin menelisik sekitar. Sepi dan sunyi. Siapa yang menjawab barusan?

"Assalamu'alaikum bu. Anin mau mengembalikan buku." Sungguh di saat seperti ini rasa nya Anin ingin berlari keluar dari perpustakaan.

Menurut cerita dari Diska, ada kejadian beberapa tahun silam kasus bunuh diri siswi di perputakaan. Inilah yang membuat bulu kuduk Anin bergidik. Kedua kaki Anin pun tidak sanggup untuk melangkah lebih jauh.

"Assalamu'alaikum ibuuu." Ucap salam Anin untuk kedua kali nya. Kedua alis Anin mengkerut, seperti nya ia harus keluar dari ruangan ini dan kembali besok lagi.

Bruk
"Astaghfirullah." Anin sangat terkejut mendengar benda terjatuh. Tidak lama suara langkah kaki dari bilik buku pun terdengar jelas di telinga Anin membuat suasana makin tercekam. Dengan terpaksa Anin harus menunda mengembalikan buku pinjaman nya ini lalu Anin berjalan keluar menuju pintu tersebut.

"Mau kemana?" Anin mematung, Anin tidak salah mendengar seseorang bertanya terhadap nya. Dengan ragu-ragu Anin menoleh, dialah Putra sih Ketua Osis yang sedang di taksir kakak nya.

"Lo adik nya Wiwit, kan?"
Anin membalas dengan anggukan.

Putra pun melirik ke arah tangan kiri Anin yang sedang memegang 2 buah buku novel "Mau balikin novel?"
Lagi dan lagi Anin hanya membalas dengan anggukan kepala.

"Tulis di sini, biar saya rekap."

Anin melangkah menuju tempat dimana Putra berdiri sambil membuka halaman demi halaman buku tulis.

"Tulis nama kamu disini terus kelas lalu nama buku yang kamu balikan."
Putra menerangkan apa saja yang harus Anin tulis, tanpa dijelaskan pun Anin sudah hafal.

"Anindya Purnama, kelas X, Hidup untuk hari esok dan Menggenggam erat tanganmu"

Pena pun di letakkan kembali di atas buku tulis lalu novel yang Anin pinjam di letakkan juga di tumpukan buku-buku yang di kembalikan.

"Terimakasih kak." Tidak lupa Anin mengucapkan kata terimakasih karena telah di bantu.

Hari semakin sore, sekolah pun sudah sepi hanya tersisa 4 murid yang sedang duduk di bangku kantin sekolah. Anin menyelurusi koridor seorang diri. Anin merogoh saku baju nya menghitung sisa uang nya saat ini.

"Sisa 92rb. Semangat Anin kamu harus hemat 26 hari lagi, kamu pasti bisa." Itulah kata-kata penyemangat Anin setiap hari nya. Anin masih bersyukur karena masih diberikan kesehatan dan kebahagiaan, meskipun kebahagiaan Anin terasa hampa tanpa pelukan sang ibu.

Anin pun sudah berdiri di pinggir trotoar depan sekolah nya menunggu angkotan. Tidak beberapa lama hujan pun mengguyuri aspal yang kering. Baju Anin pun ikut terkena hujan, buru-buru Anin berlindung di dalam pos satpam sekolah. Bapak satpam pun entah kemana mungkin ia sedang mengunci pintu tiap kelas atau lagi patroli sekolah.

Melihat awan hitam pekat, seperti nya kali ini Anin akan terlambat sampai kerumah. Suatu kebodohan tidak membawa payung di saat musim hujan tiba, mengandalkan keberuntungan matahari.

Tin
Suara klakson berbunyi tepat di hadapan Anin berdiri. Mobil berwarna orange dan kaca riben yang gelap. Apa mobil di hadapan nya kini ingin menculik Anin? Tapi tidak mungkin, mobil penculik tidak akan memakai warna nge-jreng seperti saat ini.

Anin mengabaikan saja toh ia tidak kenal, kaca mobil pun terbuka. Seperti nya sang sopir mengetahui isi otak Anin.

"Butuh tumpangan?"


~~~~~


Next chapter 👉🏻👉🏻👉🏻

Peluk Aku Sekali Saja, IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang