📔 12. Terluka

46 6 9
                                    

"Ruvian ...."

|TE:DR|

...

Usai meneguk air minum dari dalam botol kulit, kuteruskan langkah kaki dan menyeret ekorku di atas permukaan batuan karst hitam. Biasanya aku berjalan tanpa ada tujuan spesifik. Namun tidak kali ini. Suara gemuruh yang terindera telingaku menjadi arah dalam perjalananku melewati perbukitan ini.

Ternyata isi botol kulit ini sudah menipis. Nampaknya aku harus mencari sumber air. Di Neteril, air bukanlah sesuatu yang mudah untuk ditemukan.

"Hei, Nekrolet," panggilku sambil terus berjalan. Namun tidak ada sahut balik. Hmph, tertidur selepas makan, enak sekali. Mau tidak mau aku harus mencari sumber air seorang diri.

Biasanya Si Nekrolet yang mencarikanku sumber air. Ia akan menciptakan puluhan tentakel hitam lalu melapisinya dengan Vis Telum, aspek mata pedang. Vis merah tersebut akan membantu mempertajam tentakel hitam.

Lalu tentakel-tentakel yang sudah diperkuat oleh Telum itu akan terulur dan menerobos ke tanah, paling dalam sejauh 100 kaki. Sumber air di Neteril biasanya berupa bongkahan es yang terkubur.

Tidak mudah untuk menemukannya. Biasanya kami akan berpindah tempat sampai lima atau sepuluh kali, itupun dengan menggunakan puluhan tentakel di tiap tempat. Aku belum bisa mengendalikan puluhan tentakel yang menjulur sepanjang 100 kaki, paling bisa aku hanya mampu hingga dua tentakel saja.

Membangunkan Si Nekrolet dengan paksa juga bukan ide bagus. Tidur adalah cara mereka untuk mengisi energi secara drastis. Jadi, sepertinya aku harus berusaha sendiri terlebih dahulu.

Iris kuning amberku mengarah ke depan, nampaknya jalanku menuju asal suara gemuruh terhalang oleh sebuah lembah yang sangat luas. Ketika sampai di pinggiran tebing, aku langsung loncat kegirangan. Hah, beruntungnya, ada danau kecil di dasar lembah tersebut. Ada pula tiga ekor banteng bertanduk satu yang tengah memuaskan dahaga mereka di sana.

Dua tentakel hitam kutancapkan cukup dalam ke tanah. Lantas dengan berpegangan pada benda itu, perlahan aku mulai menuruni tebing curam.

Tentakel hitam ini dapat terulur sepanjang yang kuperlukan. Namun aku tak dapat mengulurnya hingga ke dasar tebing. Terlalu tinggi.

Usai menemukan permukaan yang cukup datar di sisi tebing, kutarik kembali tentakel itu dan menancapkannya lagi di sini. Haah, ternyata melelahkan juga. Aku baru sampai setengah jalan dan masih terlalu tinggi untuk langsung meloncat ke bawah.

"Uuumph!!"

Seketika tentakel hitam melilit mulutku. Ugh, selalu saja. Tidak salah lagi ini ulah Si Nekrolet. Ia pasti akan melakukan hal-hal semacam ini ketika bangun tidur. Menjengkelkan!

"Hehehe, terjebak di pinggir tebing, huh?"

"K-kau!!!" geramku. Lantas kuraih tentakel yang menutupi mulutku dan menyalurkan Vis Ordo.

"Aaarrrkhh!!!" teriak parau Si Nekrolet. Tentakel tersebut pun luntur lalu menghilang. Energi berwarna putih di tanganku itu kemudian kualirkan ke seluruh tubuhku.

"Kalau kau tidak bisa diam, akan kuaktifkan Ordo ini, paham?!" gertakku.

"Uurrgh, Sreya sialan, kau pikir aku takut denganmu, huh!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 27, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Elementalist : Dark Rebound [Bahasa Indonesia]Where stories live. Discover now