6

2.5K 308 5
                                    

***

Kira-kira pukul delapan malam Jiyong mengetuk dan masuk kedalam ruang kerja Lisa. Pria itu baru saja selesai mentraktir Mino makan malam sementara Lisa masih sibuk dengan rapor para anak pelatihan beserta sepotong coklat dalam genggamannya. Sebuah kaca mata terpasang manis di matanya, rambutnya yang panjang bergelombang ia gelung asal-asalan dan ia tusuk dengan sebuah pensil. Gadis itu tidak punya ikat rambut untuk menata rambut panjangnya yang mengganggu.

"Ku pikir kau akan mengundurkan diri, tapi sepertinya seseorang berhasil membujukmu untuk tetap bekerja disini," komentar Jiyong yang dengan hati-hati meletakkan segelas susu hangat di meja kerja Lisa. "Aku tidak tahu apa yang kau suka, jadi aku membelikanmu susu hangat," tuturnya dan Lisa berterimakasih karenanya. Lisa tidak terlalu pemilih, ia bisa meminum apapun yang diberikan padanya.

"Aku sedang mengurus daftar anak yang harus datang menemuiku, sejauh ini aku sudah mengurutkan mereka berdasarkan-"

"Kita akan langsung bekerja?" potong Jiyong, yang langsung membuat Lisa mengangkat kepalanya. Gadis itu menatap Jiyong yang kini berdiri di depan mejanya, mengamati pria yang baru saja menghabiskan seporsi daging panggang dan selada. Aroma asapnya tercium jelas di hidung Lisa. "Kau belum makan malam, 'kan?"

"Aku harus menyelesaikan ini agar bisa segera makan malam," jawab Lisa, ia persilahkan Jiyong untuk duduk di depannya kemudian kembali mengajak pria itu untuk membahas pekerjaannya. "Ini daftar anak-anak yang butuh konseling. Aku ingin meminta mereka semua datang menemuiku, tapi aku tidak tahu siapa yang akan debut dan siapa yang masih harus menunggu giliran debutnya," ucap Lisa sembari memberikan selembar kertas berisi daftar nama anak-anak pelatihan pada Jiyong.

"Bukankah seharusnya kepala para pelatih memberikan data itu?" tanya Jiyong sembari membaca daftar nama-nama tersebut.

"Ya, seharusnya mereka memberikannya padaku. Tapi yang mereka berikan hanya itu," jawab Lisa sembari menunjuk sebuah kotak cokelat di atas meja tamunya yang penuh berisi berkas-berkas.

"Apa itu?"

"Hasil evaluasi dua tahun lalu," Jiyong membulatkan matanya, terlihat benar-benar terkejut dengan apa yang Lisa katakan barusan. Apa yang orang-orang itu harapkan dari Lisa kalau mereka hanya memberi Lisa data dua tahun lalu? Lisa bukan penyihir yang dapat membuat keputusan dengan data-data kadaluarsa. Bahkan walaupun mungkin Lisa bisa membuat kesimpulan dari data-data itu, sang konsultan akademik pasti akan butuh waktu yang lama untuk menyelesaikan masalah akademik para anak pelatihan mereka.

"Kenapa kau terkejut? Bukankah itu hal wajar? Aku terkenal disini karena koneksiku, mereka pasti tidak ingin aku bekerja dengan santai disini," ucap Lisa, menanggapi rasa terkejut yang Jiyong gambarkan dengan jelas di wajahnya.

"Aku punya data anak-anak yang direncanakan akan debut tahun depan," jawab Jiyong yang kemudian duduk dan mengecek isi handphonenya. Ia menyimpan beberapa data penting di handphonenya itu, sehingga sebuah masalah besar akan terjadi jika benda persegi itu hilang.

Lisa meminta Jiyong untuk mengirimkan data itu padanya dan tanpa pikir panjang, Jiyong memberikan data tersebut. Setelah Lisa mencetak data tersebut dan membacanya, gadis itu menandai beberapa nama dengan pena warna-warni. Memberi garis merah pada anak-anak yang harus ia prioritaskan dan memberi garis biru pada anak-anak di prioritas kedua.

"Bagaimana? Pekerjaanmu jadi lebih mudah?" tanya Jiyong setelah ia melihat kecepatan kerja Lisa yang menurutnya sangat profesional. Jiyong sendiri tahu kalau ia tidak bisa menyamai kecepatan Lisa itu, padahal ia terkenal sebagai seorang pekerja keras di perusahaannya.

"Tidak," jawab Lisa yang kemudian mencari rapor seorang anak pelatihan dalam daftarnya- rapor Song Mino. "Anak ini, hasil evaluasinya bagus, ia produktif, seniman dan sepertinya dia banyak membantumu,"

"Ya, Mino memang hebat, sudah beberapa kali ia membantuku. Dia sabar dan mudah diatur, dia juga bisa menangkap perintahku dengan baik. Aku yang merekomendasikannya untuk debut tahun depan. Kim Jinwoo, Lee Seunghoon, Song Mino dan Kang Seungyoon, mereka akan debut sebagai tim tahun depan,"

"Tapi kurasa kau belum melihat rapor sekolahnya. Aku rasa rapor itu akan jadi masalah, terutama kalau dia tidak lulus tahun ini, dia sudah kelas dua belas," ucap Lisa sembari menunjuk beberapa nilai dalam rapor Mino.

"Dia hanya perlu meningkatkan sedikit nilainya, bukan? Nilai ujiannya memang jelek- apa ini? Dia dapat nilai empat puluh di ujian musik klasik? Ya Tuhan Song Mino! Dia pasti tidak belajar sebelum ujian!"

"Kalau kau memperhatikan nilainya, Mino hanya bagus dalam ujian prakteknya. Nilai ujian tulisnya benar-benar menyedihkan. Dengan nilai seperti itu dia hampir tidak akan lulus. Dan walaupun dia lulus, dia mungkin tidak akan di terima di Universitas manapun, kalau nilainya tidak meningkat,"

Jiyong menghela nafasnya, ia tidak punya anak seusia Mino dan ia tidak pernah mengurusi nilai sekolah siapapun- bahkan ia tidak ingat nilainya sendiri dan bagaimana ia bisa lulus dari sekolahnya dulu. Jiyong tahu kalau lulus sekolah menengah sekarang penting bagi anak-anak pelatihan itu, ia hanya tidak tahu kalau nilai beberapa anak-anak pelatihan itu tergolong buruk.

"Apa dia harus kuliah?" tanya Jiyong, setelah beberapa menit ia berfikir tentang rapor Mino tersebut. Karena dipaksa berfikir, kini justru Jiyong yang meminum susu hangatnya tadi. "Maksudku, tidak semua seniman harus kuliah. Setidaknya dia bisa menunda kuliahnya sampai tahun depan dan punya lebih banyak waktu untuk belajar. Dia bisa debut lebih dulu kemudian kuliah, bukan begitu?"

"Kalau dia mendaftar kuliah sekarang, dia bisa mendaftar dengan nilai berbasis rapor, walaupun ia belum tentu di terima karena nilai rapornya ini, setidaknya ia punya peluang, walaupun sedikit. Mendaftar kuliah sekarang atau nanti, tidak akan banyak berpengaruh kalau dia belajar. Sayangnya, setelah debut aku yakin dia akan super sibuk sampai tidak punya waktu untuk belajar, jadi menurutku lebih baik dia mendaftar sekarang. Kuliah satu atau dua semester kemudian mengambil cuti sementara kalau memang dia harus debut dan sibuk,"

Jiyong kembali menghela nafasnya, pria itu juga kembali menenggak susu yang sebelumnya ia berikan pada Lisa, membuat Lisa heran karenanya. "Lalu bagaimana?" tanya Jiyong kemudian. Ia sudah mencoba berfikir, mencari cara untuk memaksa Mino mendapat nilai yang bagus dalam ujiannya, namun tidak menemukan apapun.

"Apanya yang bagaimana? Kita tidak bisa memaksa mereka melakukan sesuatu. Aku akan menemui Mino dan beberapa anak lainnya besok, biar mereka yang memutuskan sendiri masa depan mereka," jawab Lisa, terdengar sedikit samar namun Lisa pun belum punya solusi untuk masalah itu. "Aku akan pulang sekarang, bagaimana denganmu, oppa?"

"Tentu saja pulang, ingin ku antar?"

"Tidak, aku menyetir sendiri kesini," jawab Lisa yang perlahan merapikan barang-barangnya sendiri.

"Kalau begitu bisakah kau mengantarku pulang?" tanya Jiyong, yang kemudian mengajak Lisa untuk pergi minum bersamanya. Lisa menolak karena khawatir akan skandal, namun Jiyong bersikeras kalau ia bisa mengatasi skandal tersebut. Jiyong bilang ia akan mengajak beberapa temannya sehingga tidak akan ada skandal apapun di antara mereka.

***

Give Your Story A TitleWhere stories live. Discover now