3. gojek

3.6K 727 87
                                    

"Bismillah dulu, kena corona tau rasa lu." celetuk Haechan.

Sara menatap pria di depannya malas. "Gue makan indomie, bukan kelelawar jir."

Dua orang itu dengan asiknya memakan pesanan mereka masing-masing. Matahari sangat terik bahkan menyengat sampai ke dalam kantin, sangat jauh berbeda dengan sinar matahari tadi pagi.

"Ngomongin corona, menurut lo udah masuk ke Indonesia belom? Terlepas dari yang diberitain di media." Sara membuka obrolan.

Haechan mengangguk yakin, "Kalo menurut gue nih ya, pasti udah sih."

"Kenapa?"

"Ya abisan gejalanya mirip sama masuk angin. Paling sama orang indo dikerokin doang."

"Bgsd dikerokin." Tak habis pikir dengan selera humor Haechan, Sara menggelengkan kepalanya pelan. Namun bodohnya, malah ia bayangkan juga. Adegan satu orang sedang mengeroki badan yang lainnya langsung terbayang dalam kepalanya.

"Tapi gue bener-bener bingung sih sama konspirasi-konspirasi corona. Corona virus yang bocor dari lab di China, bisa jadi. Virus yang sengaja dibuat untuk perang dunia, bisa jadi juga. Ada juga konspirasi tentang politik virus corona sengaja dibikin buat ngurangin populasi manusia di China. Beneran pusing gue." curhat Sara panjang lebar.

"Kalo gue nganggepnya ini mirip kayak game Resident Evil. Skenarionya sama parah." balas Haechan tidak lupa memakan baksonya dalam satu suapan.

"Lah iya juga."

"Buat pengalihan isu dagang mafia dunia juga masuk akal." tambahnya lagi.

"Udah udah, otak gue ga kuat." potong Sara berpura-pura memegang kepalanya seakan kesakitan.

"Eh lo mau tau ga virus corona di Arab namanya jadi apa?" tanya Haechan tiba-tiba. Memang random.

"Corona juga bukannya?"

"Bukan." jawab lelaki itu cepat.

"Trus?"

"Pake qaf. Jadi Qorona'."

Sara tertawa tertahan. "Mau nangis gue."

"Oiya ngomong-ngomong, si Farah kemana?" kata Haechan yang berbicara tanpa henti.

"Sakit katanya sih." balas Sara sambil mengingat-ngingat pesan yang tadi pagi ia terima sebelum sarapan. "Tadi pagi dia WA gue."

"Sakit apaan?"

"Sakit jiwa." jawab gadis itu tanpa mikir.

"Ye itu mah lo." cela Haechan sekali lagi.

"Sembarangan si anjg."

Entah dorongan darimana, tiba-tiba Haechan memandang jam di pergelangan tangan kanannya. Kemudian terbelalak sendiri.

"Oiya anjir woi gue lupa." serunya panik.

"Apaan?"

"Mau ngasih formulir." Haechan meraih ponsel di sakunya, mencari kontak 'Mark Lee' disana. Di sudut kiri atas ponselnya menunjukkan angka 12:44. Ia ingat betul Mark bilang kelasnya akan selesai pukul 11 siang tadi. Tangannya berhenti sebentar.

"Eh kira-kira orangnya udah pulang belom ya?" Haechan bertanya pada gadis di depannya yang jelas-jelas tidak tahu mau menjawab apa.

Telepon tersambung, "Oy bang! Gue udah isi form nih. Lo dimana? ...... Deket ga dari kantin yang minggu kemaren kita makan bareng? .... Iya gue lagi makan disini. ..... Belom selesai sih ...... Lo mau kesini? ..... Oh oke ..... Gue di meja paling deket dari pintu masuk, dari luar keliatan kok .... Yoi sip .... Hati-hati."

DEBATER -Mark LeeWhere stories live. Discover now