#16 ada apa dengan bagas

11.5K 1.5K 28
                                    

Yura menekuk bibir ke bawah. Menundukkan kepala sambil memainkan boneka barbie di pangkuannya.

"Nanti di rumah teman Mama, Yura jadi anak yang baik, ya?" pinta Mama.

Yura mendongak menampilkan wajah polos. "Memang selama ini Yura nakal ya, Ma? Makanya Mama sama Papa pergi-pergi terus."

Yura merasakan hangat menjalari puncak kepala, ketika Mama mengusapnya. Mama tersenyum, "Mama sama Papa mau Yura bahagia."

Hampir setiap hari, setiap jam, setiap saat Yura mendengar kalimat yang sama keluar dari bibir indah mamanya. Mama sama Papa mau Yura bahagia. Mama sama Papa mau Yura bahagia. Yura tidak mengerti maksud dari kebahagiaan seperti apa yang mamanya dibicarakan sementara ia tak pernah merasakan kebahagiaan apapun dalam hidupnya selain mama dan papa berada dalam satu meja makan dengannya, tidur berpelukan di atas ranjang yang sama dengannya, dan mendengarkan ceritanya ketika ia mendapatkan bintang lima di pelajaran menggambar dan menghitung. Dan kejadian-kejadian barusan jarang sekali bisa Yura rasakan. Hari-harinya selalu ia habiskan dengan Bi Aya dan Mbak Rani saja di rumah. Yura bosan. Belum lagi Mbak Rani selalu menolak kalau diajak main barbie karena ia lebih suka main petasan sama Ayun dan Bobi—tetangga sebelah.

Mobil yang Yura naiki mendadak berhenti. Mama menyuruhnya turun dan nampaklah sebuah rumah yang tak jauh beda dengan besar rumahnya itu berdiri kokoh di hadapannya.

Ia melihat mamanya mengetuk pintu, dan keluarlah sosok wanita dengan rambut pendek yang digerai. "Ayo main sama Tante," kata wanita itu.

Yura menatap Mama sebentar namun dibalas Mama dengan senyuman. "Ini 'kan hari sabtu, jadi besok libur. Yura bisa main sepuasnya di sini. Menginap juga tidak apa-apa. Minggu sore Mama jemput. Anaknya Tante Widya baik-baik, kok."

Yura nggak mau main sepuasnya. Yura mau sama Mama aja.

Bocah tujuh tahunan itu menggeleng. Enggan melepaskan tangannya dari lengan sang mama. Sampai ia mendengar celetukan seseorang.

"Siapa tuh, Ma?" tanya seorang bocah lelaki yang memakai boxer spiderman dengan atasan senada.

"Ini teman baru kamu." Wanita rambut pendek yang kata Mama namanya Tante Widya itu menjawab.

"Wah! Enak dong, punya temen cewek." Bocah itu menaruh kedua telapak tangan di masing-masing sudut bibir lalu berteriak, "Abang! Cepetan turun! Kita punya temen cewek, nih!"

Mama tertawa. Ia mengusap kepala bocah lelaki itu gemas, menganggapnya lucu. Tapi, Yura agak takut saat bocah itu mendekat ke arahnya. Soalnya anak-anak cowok di sekolah Yura pada jahil semua. Nakal. Yura takut didorong sampai jatuh.

"Eh, jangan takut aku baik, kok." Bocah itu mengulurkan tangan sambil tersenyum lebar, "Barbie kamu cantik."

Yura menatap Barbie di tangannya.

"Namamu siapa?"

*

"Yura."

Gadis itu mendengar pintu kamarnya diketuk. Namun, enggan segera bangkit dari kasurnya.

"Ada Bagas di bawah. Kamu masih nggak mau keluar?"

Sekali ketuk, dua kali ketuk, sampai tidak kali ketuk Yura masih belum membuka pintu. Rani membuang napas panjang. Mungkin setelah ini ia harus memikirkan alasan logis apa yang bisa digunakan untuk mengusir Bagas pulang. Tapi niatnya urung ketika pintu kamar Yura mendadak terbuka lebar.

"Jagain Keiko ya, Mbak. Jangan biarin dia ngompol di kasurku."

Rani tersenyum sembari menganggukkan kepala. Tatapannya masih menuju ke arah Yura walau punggung gadis itu bahkan sudah menghilang dari tangga.

*

"Aku pikir kamu nggak bakal turun."

Bagas langsung menegakkan badan ketika melihat Yura menuruni anak tangga. Bahkan seragam sekolahnya masih melekat di badan. Gadis itu terlihat lesu. Tak bertenaga. Bagas cepat-cepat memasang senyumnya.

"Aku bawain pai susu kesukaan kamu, nih. Mama tadi sempet bikinin buat dinner. Jadi aku bungkus, hehe."

Bagas mengeluarkan isi paper bag yang ia bawa di atas meja. "Aku juga bawa es krim buat persediaan kulkas kamu, ada yoghurt kesukaan kamu juga, dan oh—aku juga bawa pizza!"

"Kamu mau bikin aku gendut, ya?"

"Eh?"

Yura selangkah mendekati Bagas, "Aku nggak butuh itu semua." 

Mengambil pizza di tangan cowok itu, menaruhnya di atas meja, dan beringsut menempelkan kepala ke dadanya. "Aku cuma butuh kamu," Bagas terkesiap saat lengan itu melingkari tubuhnya. "Makasih, karena udah selalu ada buat aku."

Ada yang salah dengan respon tubuh Bagas yang begitu pasif. Harusnya ia senang, Yura memeluknya. Gadis itu bahkan hampir tak pernah bersikap manis seperti ini jika bukan Bagas yang memulai. Bukannya balas memeluk Yura, Bagas bahkan melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan. Ia membiarkan memorinya terlempar pada kejadian beberapa jam lalu di persimpangan jalan, saat Ayana hampir tertabrak motornya, dan Bagas khawatir bukan kepalang sampai impulsif merengkuh tubuh Ayana.

Dan yang lebih kurang ajarnya lagi, Bagas malah membayangkan jika yang ada di pelukannya sekarang bukan Yura,

tapi Ayana.

[]


Hello, Bagas! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang