Chapter 1

33 10 6
                                    


Hanya satu cita cita yang diinginkan Jeje. Bermalas malasan tapi uang tetap jalan ke dompet. Itu sebabnya Jeje tidak mau menyiayiakan semasa mudanya dihiasi dengan segala macam hal asik yang kerap dilakukan pada remaja kebanyakan. Ia hanya ingin fokus belajar dan mencapai impiannya tersebut

Tapi memang realita tak sesuai ekspetasi, khayalan tidak sesuai kenyataan. Jeje harus berkutat dengan pelajaran eksak yang susahnya minta ampun. Disamping itu, jeje harus menghadapi masalah dengan dirinya sendiri untuk melawan rasa minder yang sudah ada sejak lama.

Bukan tanpa alasan memang Jeje ingin hidup seperti itu. Semenjak ibunya pergi untuk menyelamatkan dunia, Jeje harus menghadapi semuanya sendirian. Rasa tak berharga untuk mendapatkan pasangan hidup, rasa tak pantas untuk bahagia dan rasa tak layak untuk hidup di dunia. Tak ada satu orang pun yang bisa jadi sarana curahan hati Jeje karena menurutnya sebagian orang hidup karena rasa penasaran bukan karena rasa peduli.

Jeje lebih memilih untuk memendamnya sendiri atau mentok mentok dia akan curhat ke benda mati seperti tembok contohnya. Walaupun terkesan aneh, jeje merasa bebannya lebih sedikit terangkat.

"Hoy! Ngelamun aja lu" Ratna menepuk pundaknya sontak langsung membuat Jeje tersadar dari lamunannya. Ratna adalah teman sebangkunya sekaligus teman yang menurutnya lebih sedikit dekat daripada yang lain.

Jeje hanya tersenyum tipis.

"Kantin yuk, laper"

"Loh, emangnya udah istirahat?"

" dari 5 menit yang lalu bambang, lo sih kebanyakan ngelamun. Emangnya lo ada masalah apaan dah?"

Jeje menghela nafas. Dia tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ratna.

"yaudah deh ayok." Jeje menarik tangan Ratna.

Keduanya pun berjalan beriringan ke kantin. Setelah sampai di kantin Jeje dan Ratna langsung memesan siomay dan es jeruk. Keduanya sibuk berbincang-bincang sampai salah satu gerombolan cewek datang menghampiri mereka.

"Eh, kita boleh duduk disini ga? Udah penuh semua bangkunya." Ana bertanya. Fyi, Ana adalah cewek paling populer di sekolah. Sifatnya yang ramah ditambah paras yang cantik dan tubuh yang semampai membuat Ana terkenal di jajaran siswa dan guru SMA Bhakti Wijaya, terlebih lagi para cowok. Duh, mendeskripsikannya saja lagi-lagi membuat Jeje minder.

"yaelah duduk aja kali Na" Ratna menjawab ceria. Pasalnya Ana dan Ratna terbilang sangat dekat karena mereka sudah saling mengenal dari lama.

Ana, Mila, dan Rere menarik kursi masing masing duduk dihadapan Ratna dan Jeje. Mereka meletakkan makanannya masing masing di meja. Tak lama Ana, Mila, Rere dan Ratna sibuk berbincang dan saling melontarkan candaan tanpa mereka sadari bahwa masih ada Jeje disana.

Jeje tertawa miris di dalam hati. Selalu seperti ini batinnya. Itu sebabnya Jeje tidak punya teman dekat. Mereka sudah mempunyai circle pertemanan masing masing sehingga jeje lagi lagi merasa tidak pantas untuk ikut join. Ingin ikut join pertemanan mereka tapi Jeje selalu berpikir memangnya dia siapa.

Ketika Jeje sedang asyik menyeruput es jeruknya ada keributan datang dari arah jam sepuluh. Itu Amita, sedang perang mulut dengan Kira. Entah apa yang membuat mereka berselisihtapi mungkin tidak lain tentang laki-laki.

"cowok gue ga akan ngedeketin lo kalo lo sendiri gak sok kecantikan." Amita menunjuk Kira.

"tolol. Seharusnya lo ngaca muka lo kayak aspal, sok-sokan polos, belaga bego di depan Reza. Emangnya lo siapa? Pacaran juga belom."

Amita nampaknya sudah tak tahan dengan perkataan Kira, lantas saja dia menumpahkan es teh yang ada di sampingnya ke kepala Kira.

"Berengsek" Kira mendesis.

Setelah itu Kira malah menjambak rambut Amita sehingga terjadilah pertarungan yang semakin seru. Orang-orang yang melihat pun bukannya memisahkan malah bersorak riuh saling memana-manaskan kedua pihak.

Sedangkan di sisi lain Jeje, malah memandang mereka ngeri, coman masalah cowok doang? Jeje membatin. Buat Jeje mungkin laki-laki hanya masalah sepele karena Jeje tidak pernah sekalipun dekat dengan yang namanya keturunan Adam.

"BUBAR BUBAR!!!" bu Asri datang sambil membawa penggaris panjang. Gerakan tangannya syarat akan menyuruh para gerombolan siswa yang sedang menonton tadi untuk pergi.

"HUUUUU"

"Kira dan Amira ikut saya ke ruang BK SEKARANG!" kira dan Amita pun mau tidak mau membuntuti bu Asri ke ruang BK.

"Ahelah. Ga seru banget." Mila berseru.

"Tapi ya, gue ga nyangka kalo Amita bakal nyiram Kira kaya gitu. Setau gue Amita bukan tipe orang yang suka cari masalah. Kalo Kira sih lain cerita" Ana membalas.

"Namanya juga ciwiy, mungkin ga terima di panggil muka aspal. Kalo gue jadi si Amita mungkin gue bakal balas yang lebih kejam" ucap Ratna.

"Eh tapi tau ga, kalo gue pernah menciduk Kira lagi di pub dipangku sama om-om ew" kini Mila berujar jijik.

"Really?" Ratna membulatkan matanya.

Tak tahan dengan situasi seperti ini, Jeje memutuskan pergi ke toilet.

"Guys, gue ke toilet dulu ya, udah kebelet"

"gaperlu dianter?" ujar Ratna

"Gausah makasih. Gue duluan ya"

*****

Saat sedang berjalan ke toilet, Jeje teringat kejadian mengehebohkan kantin tadi. Dari kejadian tersebut, membuat Jeje tidak mau terlibat masalah ketika SMA. Persetan dengan orang-orang yang bilang bahwa SMA itu kisah yang paling banyak menuai bumbu –bumbu kenangan yang akan dirindukan di masa yang akan datang. Jeje tidak peduli. Yang dia pedulikan hanyalah dirinya sendiri.

Saat masuk toilet perempuan ternyata banyak siswi kelas 12 yang sedang melakukan ritual mulai dari touch up lipt tint, meratakan bedak sampai yang sedang mencatok rambut. Pemandangan seperti itu sudah biasa di SMA Bhakti Wijaya.

Jeje hanya berlalu melewati sekumpulan anak kelas 12 dan memasuki salah satu bilik toilet. Jeje membasuh muka dan setelah itu Jeje merasakan ponselnya bergetar. Sebuah whatsapp menjadi top notification disana.

Ayah

Malam ini ayah gak akan pulang. Jangan menunggu.

10.17 am

Jeje hanya menghela nafas setelahnya.

LongitudinalWhere stories live. Discover now