↪ W o l u

1.8K 421 71
                                    

Di kedua pasang mata milik Haryang, Juno dapat melihat seorang bidadari. Berwujud indah, layaknya permata. Polos juga tak dapat tersentuh. Sesuatu yang paling Juno suka dari Haryang.

Di senyum Haryang, Juno selalu merasakan manis. Perkataan lembut juga manja. Juno selalu suka. Apalagi ketika bibir itu sudah bergerak, mengatakan ia kesepian. Juno selalu ingin mendampingi Haryang.

Tapi saat ini, bidadari di pasang mata Haryang sayapnya patah. Senyum Haryang kelu dan bibir itu selalu bergetar menangis.

Sayang, Juno tak dapat melakukan apa-apa. Sebab Haryang kini sudah milik orang lain.

"Terkadang aku bingung, ingin membenci Tuhan atau takdir"


Anjani memandang sendu kepergian bocah bernama Haryang itu. Yang menangis terluka akibat namanya cinta, seperti yang Anjani rasakan saat ini.

"Yan, adek iku wes lungo" kata Anjani dengan pelan. Kian yang sedari tadi bersembunyi di balik jendela akhirnya keluar.

Menghampiri Anjani  dan bersimpuh dihadapannya.

"Maaf Nja... sumpah demi Tuhan aku meminta maaf! meminta ampun! kamu dapatkan tunangan berupa bencana seperti aku! mohon ampuni aku Nja..."

Arkian dengan seluruh permintaan maafnya membuat Anjani bisa apa? Lelaki yang ia cintai mencintai lelaki lain. Anjani bisa apa? jika tunangannya ini tidak mencintai wanita.

"Yan, wes Yan. Aku rapopo. Kalau kamu cintai dia, aku bisa apa Yan? itu pilihan hati kamu dan aku gak mau renggut itu dari kamu Yan." Tutur Anjani lembut. Dengan senyum sendu, wanita itu meng-ikhlaskan cinta pertamanya -yang mungkin juga selamanya- untuk pergi meraih cintanya.

Meski belati menusuk jantung Anjanj lebih dalam lagi.

"Kejar dia Yan, perjuangkan apa yang pantas kamu perjuangkan Yan. Aku ndak apa-apa"

Kian makin bersalah, namun kata-kata itu ditambah senyum sendu Anjani membuatnya tak ingin lebih menyakiti wanita itu.

"Makasih Nja, atas ampunan juga pengertianmu. Sekali lagi aku minta maaf Nja, kita tetap jadi teman kan?"

"Ya, Yan. Kamu tetap temanku."

Kian berakhir mengejar cintanya namun Anjani,  ia harus menahan tangis di pelupuk matanya.

"Pangkat tertinggi dari sebuah hubungan bukan diukur dari seberapa setia kamu padanya, namun seikhlas apa kamu melepaskannya"

Perjalanan dari klaten cukup membuat hatinya lelah dalam tangis mengenaskan di bus. Haryang meratapi kisahnya sendirian. Tentang bagaimana caranya, ia akan melupakan Kian.

Padahal, ia sudah berjanji seorang Arkian Kunantara akan selalu ia ingat sebagai kebahagiannya dalam hidup.

Bus kembali ke Jogja, mata sembab menjadi bukti jawaban apa yang ia terima. Tak mungkin seorang Haryang mengacaukan jalan kasih yang sudah terjalin antara Kian dan Anjani. Jalan cerita cinta mereka sudah ada sebelum Haryang masuk dan mengacau.

Turun dari bus dalam keadaan gontai, tak sengaja matanya mendapati Juno dan motornya yang masih ada disana, di terminal. Menunggunya pulang.

"Kak Jun..." kembali, air mata itu luruh kembali membuat Juno kembali dilanda sebuah emosi.

Campur aduk.

Juno segera mengahampiri cintanya, mendekapnya, memeluknya dengan erat. Memohon pada Tuhan, yang menuliskan cerita Haryang untuk memberhentikan air mata.

"Jangan menangis. Kumohon, aku akan membawamu kembali ke dalam kebahagiaan."

"Meski aku tau, aku tak pantas berkata pada Tuhan bahwa Dia tak adil"

Juno membawanya ke alun-alun kota. Dengan motor bututnya itu, Haryang memeluknya dengan erat, menempelkan wajahnya di punggung Juno untuk menangis. Tak apa, Juno suka meski begini.

Meski ia hanya pelarian semata.

Alun-alun di waktu hampir petang sangat indah dinikmati memang. Tapi Juno sama sekali tidak dapat menikmatinya. Kini disampingnya, ada bidadari yang sedang menangis meratap. Di keindahan alun-alun, Haryang terluka.

"Udah dong, jangan nangis lagi. Seorang malaikat tidak pantas untuk menangis" Juno mencoba menghibur dengan sebuah kalimat yang selalu dapat membuat Haryang bisa tersenyum meski sedikit.

Benar saja, ia tersenyum tipis dan menyeka air matanya.

"Kakak... ingat kalimat dari mbak Ari?" tanya Haryang, terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Juno mengangguk antusias, menunjukkan ia tak pernah lupa kalimat yang sering dikatakan kakak sepupu dari Haryang ketika si manis ini menangis sebab satu hal.

"Hm! mbak Ari selalu mengatakan itu padamu kan?"

Haryang mengangguk mengiyakan.

"Mbak Ari juga selalu bilang, bahwa setiap masalah yang dihadapi selalu ada jalan keluarnya. Asal kita bisa lebih sabar menghadapi dunia" tambah Haryang yang kini diangguki Juno.

"Ya, kamu juga bisa menghadapi itu Yang. Ada aku, kamu bisa lampiaskan apa saja kepadaku. Bahkan, aku bisa menggantikan bajingan itu untukmu."

Perkataan yang sukses membuat Haryang terdiam.

"Melepaskan sesuatu yang berharga itu beratkan?"

Tak ada yang buka suara ketika mereka kembali dari alun-alun. Jantung Juno berisik mengatakan sakit yang tak terkira. Penolakan halus dari Haryang. Diatas motor itu, keduanya bagai orang asing.

Dibawah hujan deras, perasaan mereka sama-sama riuh.

"Kak, maafkan aku. Aku tak bisa bersama denganmu, cintaku hanya kak Kian. Hanya dia satu. Maafkan aku."

Juno akhirnya mengerti, ia dilahirkan bukan untuk bersama Haryang.

Motor berhenti tepat di depan gerbang masuk rumah keluarga Prananda. Saat Haryang meminta Juno untuk berhenti ketika seorang Kian muncul kembali. Menunggu Haryang pulang di bawah hujan.

Haryang langsung turun dan berlari menghampiri Kian. Dengan air mata tersamar hujan, ia menatap penuh rasa pada cintanya. Memeluk sosok itu duluan dan menangis penuh rindu lara.

Sama seperti Haryang, Kian tak jauh berbeda. Mereka kedua insan yang sama disakiti oleh jalinan takdir.

"Jangan tinggalin aku... jangan..."

"Tentu. Kali ini, aku tak lagi meninggalkanmu apapun yang terjadi meski dunia ini mengusir kita berdua."

Juno hanya dapat memandang nanar. Sudah berapa kali, hatinya kembali dipatahkan.

Arkian & Haryang || Kunyang ✅✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang