[06] : N

1.9K 210 14
                                    

Happy Reading !!

Jika dukungan moral menjadi alasan atas keberadaannya di tempat ini, Hinata harus mengakui jika dirinya adalah orang yang baik.
Bertemu Pain untuk kesekian kalinya, dimana Hinata dibuat tercekat saat lelaki itu meminta pengampunan darinya untuk dosa masalalu yang begitu jelas dilakukannya.
Hinata memaafkannya tanpa pikir panjang, terlalu kejam dirinya jika menolak permintaan maaf dari seseorang yang tengah sekarat dan diambang pintu kematian.

Menjatuhkan kepalanya yang mendadak berat, Hinata bahkan sempat menangis untuk alasan yang tidak bisa diketahuinya.
Hinata hanya merasa sedikit iba pada kesulitan yang dihadapi mantan pacarnya, hanya sesingkat itu.
Pain hanya minta maaf padanya, sebelum pergi ke luar negeri untuk pengobatan penyakitnya.
Mungkin itu karma untuk kejahatannya di masalalu.

Pelukan di bahunya yang terasa menghangatkan diantara hembusan angin kencang di cafe terbuka yang tidak jauh dari tempatnya bekerja.
Hinata mendongak saat melihat Sasuke dihadapannya, bangkit dan menjatuhkan diri dalam dekapan di dada bidang lelakinya.
Sasuke tidak mengatakan apa-apa, menepuk punggung Hinata dengan perlahan untuk menenangkannya.

"Tidak apa-apa." Katanya dengan suara kalem yang membuat Hinata nyaman.

Mereka kembali ke kantor setelah Hinata menyelesaikan semua dilema yang terbuang sia-sia.
Mengusap wajahnya dengan telapak tangan, matanya masih nampak sembab karena Hinata menangisi kemalangan Pain dalam waktu yang cukup lama, sekaligus kemalangan di masalalu yang sampai sekarang belum bisa dituntaskannya.

Secara teknis, Hinata masihlah seorang anak dari Hyuuga Hiashi dan Hyuuga Hikari, adik sepupu dari Hyuuga Neji dan kakak kandung dari Hyuuga Hanabi.
Hanya status nama saja yang masih meyakinkan jika Hinata tetaplah seorang Hyuuga.
Meski dalam kenyataannya, Hinata bagaikan orang asing untuk mereka.
Bahkan sekarang, Hinata tidak tau dimana mereka tinggal.
Terakhir kali Hinata mengunjungi rumahnya, yang ada hanya pelayan rumah tangganya dan mengatakan jika semua orang sudah tidak tinggal disana selama hampir dua bulan lamanya.
Jadi, bukankah Hinata benar-benar menjadi bagian asing untuk mereka.

Sasuke kembali memergoki Hinata yang sedang melamunkan sesuatu, hanya diam sambil mengamati tanpa menegurnya.
Sasuke tidak bisa melakukannya, dimana ia tau tentang apa yang sedang berputar dalam pikiran Hinata saat ini.
Hinata sudah melewati banyak kesulitan seorang diri sampai saat ini.
Di campakkan Pain, di usir dari rumah Hyuuga, dibenci keluarganya sendiri dan tekanan mental yang hampir membuat Hinata mengakhiri hidupnya dengan sia-sia.
Sasuke bahkan ikut bersedih bersamanya, merasakan penderitaan yang sama setiap kali melihat Hinata yang harus ke rumah sakit untuk pengobatannya.

Sasuke melihat undangan ditangannya, kembali bimbang dengan apa yang harus dilakukannya.
Mereka sudah sering menghadiri pesta bersama, dan sejauh ini mereka aman dari Hyuuga, karena tidak pernah ditempatkan dalam satu frame yang sama.
Dan sekarang, saat Sasuke menerima undangan pernikahan dari sepupunya yang akan menikah dengan salah satu Hyuuga, dirinya dibuat bingung dengan bagaimana mengatakannya pada Hinata.

Mengusap rambutnya dengan kasar, ekspresi wajah rumit yang menjelaskan seberapa banyak pikiran yang menumpuk dalam kepalanya.
Beban itu hampir membuatnya berteriak frustasi, seandainya Sasuke tidak bisa mengendalikan diri dengan baik.
Hubungan Hinata dan keluarganya memang tidak baik, tapi Sasuke tidak memiliki opsi lain selain membawa Hinata ke pesta pernikahan itu.
Hanya Hinata yang muncul dalam kepalanya, tidak ada pilihan yang lebih baik daripada Hinata.

"Ada apa denganmu ?" Bahkan ketika Hinata datang untuk menyerahkan berkas yang barusaja di revisi olehnya, Sasuke masih tidak bisa mengenyahkan kegamangan dalam kepalanya.

"Hinata, kau bisa pergi denganku ?"

"Kemana ?" Wajahnya heran saat Sasuke berbasa-basi ketika memintanya melakukan sesuatu.

FALLINGWhere stories live. Discover now