02. Goyah

2.8K 423 29
                                    

Sebenarnya kami tak lantas canggung sejak kejadian sore itu. Jongin tetap menyapa, tetap menawarkan tumpangan untuk mengantarku ke tempat kerja. Jongin juga tetap rajin datang ke rumah di sore hari untuk sekedar memberi Meokmul pangan kesukaan.

Jongin tetap tak sungkan ikut makan bersama keluargaku karena ibu dan ayahnya sedang pergi pulang ke kampung halaman. Aku pun tak pernah ambil pusing soal cinta pertama waktu itu. Toh aku yakin itu hanya akal-akalan Jongin untuk membuatku goyah.

Padahal, dahulu kala masa remaja kami benar-benar baru beranjak, aku menyukai Jongin; sebagai seorang lelaki maskulin tentunya. Di sana pula, saat aku menyadari jika aku bukan lelaki yang normal dan malah penyuka sesama.

Aku bahkan sempat cemburu ketika Jongin selalu saja menggandeng gadis yang berbeda di setiap waktu kala itu.

Jongin cukup populer kala itu. Ia bukanlah lelaki yang kaku, dia bahkan tampak berkharisma hanya dengan melangkahkan kaki berjalan di koridor sekolah. Tak hanya itu, ketenarannya bahkan melonjak manakala ia dikenal calak dalam menari dan mengikuti irama. Jongin memiliki banyak penggemar pada masa itu.

Namun, rasa suka itu kupendam sia-sia, karena Jongin bahkan tak menunjukkan sikap mesra kala bersitatap. Pertemanan kami bahkan terlihat umum selayaknya pertemanan lelaki dengan lelaki.

Hanya saja, Kim Jongin cukup cerewet pada penampilanku. Ia kerapkali mengomeli bagaimana seragam sekolahku yang terlihat sempit sehingga lekuk tubuhku terpampang, terutama pada bagian dada dan bokong. Kim Jongin terlalu sensitif dan membenci hal itu.

Padahal, gadis-gadis yang dikencaninya lebih calak berdandan dan lebih mencolok cara berpakaiannya daripada diriku, mereka bahkan girang jika beberapa bagian khusus tubuhnya terlihat di mata Jongin.

Itulah mengapa aku menyerah untuk memiliki Jongin. Aku nol besar jika dibandingkan dengan gadis-gadisnya di masa lalu.

Akan tetapi, meskipun kukatakan aku tak ingin ambil pusing, jika sudah begini, Jongin membuatku kacau.

Jika aku cinta pertamanya, lantas alasan yang logis semacam apa yang bisa menjelaskan ia memaksaku menerima cinta Chanyeol waktu itu.

Ternyata, kendati aku mengaku akulah yang paling mengerti Jongin, tetap saja, lelaki itu terlalu misterius.

"O, Kyungsoo ssi datang ya?" Ada yang menyapa kala aku memasuki rumah Jongin. Ibu membuat ayam goreng kesukaannya. Jongin sedang sendiri beberapa hari ini, itu sebabnya Ibu merasa khawatir jikalau Kim Jongin lupa mengisi perutnya.

"Oh, selamat sore Dokter Jung." Aku membalas sapaan. Padahal sore itu Jongin mengatakan jika mereka mengakhiri hubungan. Aku tak tahu sama sekali maksud kehadiran dokter cantik ini di rumahnya. Jongin bahkan repot-repot memakai celemek dan memasak sesuatu di dapurnya.

Aku memang merasa kami tidak menjadi canggung sejak sore itu, tapi tetap saja aku dan Jongin mengalami beberapa perubahan sejak sore itu.

Dia tak banyak berkata-kata dan aku tak sibuk bertanya-tanya. Kami juga menolak untuk saling berkontak mata ketika bertemu. Jika sudah begini, aku tak yakin hal semacam ini tidak dikatakan canggung.

"Ibu membuatkan ayam goreng untukmu," ucapku.

"Eum." Jangankan untuk sudi melirik, dia bahkan tak berminat melihat bagaimana bentuk ayam goreng buatan Ibu untuknya.

"Jongin memasak sup rumput laut." Dokter Jung tersipu malu ketika berucap. "Hari ini ulang tahunku."

Kutunjukkan tampang terperanjat sebagai balasan. "Wah, selamat ulang tahun." Aku memberikan ucapan selamat.

Dokter Jung dan aku sebenarnya tidak dekat sama sekali. Hanya beberapa kali bertemu tiap kali Jongin membawanya pulang ke rumah. Akan tetapi, aku tak terlalu pusing dengan ketidak dekatanku dengan Dokter Jung, aku juga tak terlalu peduli dengan hari ulang tahunnya hari ini.

First Love Where stories live. Discover now