20. Calon Suami [M]

3.4K 294 53
                                    

Aku tersentak manakala merasakan tubuhku terangkat naik di udara. Mata terbuka dan langsung saja menghardik kecil dengan bisikan.

"Kim Jongin!"

"Sstt .... yang lain bisa bangun!"

Dia malah memintaku menutup mulut, dengan perlahan menggendong semacam pengantin dan membawaku menjauh dari gerombolan orang yang terbaring mendengkur di ruang keluarga rumah Jongin.

Beberapa orang memutuskan menginap, termasuk keluargaku malam ini, setelah menikmati makan malam dan bincang-bincang ringan di rumah Jongin. Semua orang memilih tidur bersama di ruang keluarga, kecuali Jongin yang berada di kamarnya.

Aku sempat melirik jam di dinding, ketika Jongin membawa tubuh mungilku menaiki anak tangga. Jam di dinding menunjukkan pukul dua dini hari.

"Apa yang kau lakukan? Kita mau ke mana?" tanyaku dengan bisikan, sedikit panik karena Jongin menggendong sembari menaiki anak tangga, padahal badannya masih lemah.

"Ke kamarku. Kau pikir aku bisa tidur dengan tenang di dalam kamarku sementara lelaki kesayangan tidur bergerombolan?" Jongin berucap susah payah.

"Jongin! Turunkan aku! Aku berat! Aku bisa jalan sendiri!" Aku menghardik dengan bisikan.

Dia tak menyerah, malah mengabaikan ucapanku. Kala berada di puncak anak tangga, dia terhenti sebentar dan menghirup napas. Setelahnya ia berjalan kembali memasuki kamarnya.

Segera ia menutup pintu dengan punggung dan mengempas tubuhku di atas ranjangnya. Dia membuang napas berat dan berucap, "HAH! Asli! Kau berat!"

Aku mencebil. "Sudah kukatakan aku berat!"

Dia tak menjawab, hanya tersenyum dan kemudian merangkak naik menindih tubuhku. Dia tak memberikan kesempatan untukku menghirup napas, lantaran langsung saja bibirnya datang mengajak bibirku beradu.

"Jongin, tungg—Unghh!"

Aku tak bisa melawan. Dia semakin bar-bar dan ganas melumat daging bibirku. Tangan bahkan menahan dadanya agar tubuh besar itu tidak datang mendekat. Akan tetapi, sayang sekali, ia malah menarik tubuhku sehingga kami menyatu.

"Kim Jongin!" Aku menghardik dengan napas sengal manalala ia melepas kecupan. Mataku melotot tajam menghajarnya.

"Wah, wah, Do Kyungsoo galak sekali dengan calon suaminya."

Kalimat yang dibarengi kikik renyah itu, dengan segeram membuatku area wajah panas memerah. Aku menimbun wajahku di dadanya.

"Memalukan!" Aku bahkan memukul dada itu melampiaskan rasa malu yang sekejap saja menggeluti.

Teringat kembali percakapan siang hari tadi. Bagaimana Kim Jongin yang tiba-tiba membawaku ke hadapan orang tuanya dan mengeklaim kami akan segera menikah.

Tentu saja itu mengejutkan untuk semuanya; tidaknya orang tuanya yang tak tahu apa-apa, bahkan ibuku yang sudah mendengarkan curahan hatiku terkejut tiba-tiba. Ide sepihak itu pula mengguncangku tiba-tiba.

Bukan tak senang. Aku bahagia. Menikah dengan cinta pertama yang terpendam selama ini adalah hal yang paling sukses membuat kebahagiaan seseorang meluap-luap; termasuk diriku. Akan tetapi, Kim Jongin terlalu cepat bergerak, benar-benar membuat napas tercekat.

Kendati terkejut, orang tua Jongin memiliki keputusan yang bijak, ibuku pun tidak menentang sama sekali. Aku lega, Jongin pun bahagia. Kami bahkan memutuskan untuk menikah dalam waktu satu bulan ini.

"Hah!" Jongin menghela napas dan menggulung tubuhku. Ia membawaku berbaring dan mendekap begitu erat. "Padahal, baru kemarin rasanya kau menolakku, aku bahkan tak percaya jika kita sebentar lagi menikah. Aku benar-benar bahagia, Soo."

First Love Where stories live. Discover now