Pertempuran

7.8K 501 12
                                    

Meja itu penuh dengan kartu, batu, dan potongan tulang berserakan. Dua orang yang duduk berhadapan di depannya saling pandang.

"Bagaimana, Rib? Jadi kita ke sana nanti malam? Tanganku sudah gatal."

"Tunggu sebentar, Mo. Hei, ularmu jangan kau biarkan berkeliaran. Kubunuh juga nanti dia!" teriak Ribka saat melihat seekor ular merayap di antara mumi-mumi koleksinya. Simo yang tahu betapa berangasannya Ribka, segera memanggil binatang peliharaannya. Ular kobra putih itu kini melingkar di lehernya.

"Satu saudaraku dan satu pembantu terbaikku sudah dibunuhnya, Rib. Aku harus membalaskan dendam mereka."

"Menyerang mereka di rumah itu akan menyulitkan, Mo. Penghalang yang dipasang perempuan itu akan mengikis kekuatan kita."

"Bukankah dulu kau pernah mengalahkannya?"

"Tapi itu di kuburan, Mo. Kekuatanku berlipat ganda di sana."

"Lalu bagaimana kelanjutannya rencana kita?"

"Tenang saja. Rasanya ada cara untuk memaksa mereka keluar dari bentengnya itu."

Simo memandang perempuan yang dipanggil Mama itu. Di kalangan orang awam dia dikenal sebagai peramal ulung dan ahli pelet. Namun di antara para pengguna kekuatan hitam, ia dikenal sebagai sang pengendali. Orang hidup atau orang mati akan tunduk saat Ribka berhasil menulis nama mereka di boneka kain miliknya.

"Kau mikir apa, Mo? Tenang saja, aku belum berniat membuat boneka dengan namamu."

"Kenapa kau tidak buat saja boneka mereka. Kan kita tidak perlu susah payah."

"Kamu pikir membuat boneka itu semudah membuat pisang goreng?"

"Sudah jangan banyak bicara. Lama-lama kubuat jadi boneka juga kau nanti."

"Benar Ki Upas akan datang juga nanti malam, Mo?"

"Anaknya terbunuh, ia pasti akan keluar dari rawa itu."

"Baguslah. Semakin banyak bantuan akan semakin baik."

Sementara itu di saat yang sama Mi'an sedang serius belajar bersama Mak Ina. Keputusan untuk membuang ilmu hitam membuatnya harus kehilangan banyak kekuatan. Namun ia masih beruntung, berkat bantuan Mak Ina, ilmu-ilmu lain yang selama ini terkurung perlahan bisa dibangkitkan lagi.

"Bagaimana rasanya sekarang, An? Masih pusing?"

"Sudah tidak, Mak."

Saat membuka mata itulah Mi'an melihat kamar itu dipenuhi orang. Mulai dari yang berpakaian seperti prajurit kerajaan, orang tua, sampai anak-anak. Penampakan itu membuat Mi'an tak sadar beringsut mundur.

"Akhirnya mereka menampakkan diri padamu juga," bisik Mak Ina.

"Siapa mereka, Mak?"

"Mereka adalah jin-jin yang tinggal di tempat ini, An. Aku tidak pernah memanggilnya, mereka datang sendiri. Aku juga belum pernah memanfaatkan mereka. Kami cuma berbagi rumah yang sama."

"Mengapa aku tidak bisa merasakan kehadiran mereka, Mak? Padahal biasanya jangankan merasakan, melihatnya pun bisa."

"Sudah kodratnya kita tidak bisa melihat mereka, An. Kecuali atas izin-Nya. Kebetulan aku mempunyai anugerah itu, An."

"Kau sendiri bisa melihat mereka karena telah belajar penyelarasan energi, meskipun dari jalur yang salah. Aku telah memasang penetralisir di rumah ini, An. Kemampuanmu itu lenyap saat berada di sini."

"Jika tidak dimanfaatkan, untuk apa mereka berada di sini, Mak?"

"Apa salahnya berbagi ruang, An? Mau tak mau kita hidup di tempat yang sama meski berbeda alam. Selama tak saling mengganggu kan tidak ada masalah."

PAREWANGAN (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora