Moluna

22 0 0
                                    

Jemari si nelayan dengan lincah menyisir jala, mencari lubang-lubang menganga yang rusak karena tersangkut karang maupun karena membelit sirip-sirip ikan begitu erat. Ia harus segera menjahitnya, membuatnya kembali utuh dan siap untuk melaut nanti malam.

Memasuki pertengahan bulan Juni, perairan di belahan selatan akan menjadi dingin. Ikan-ikan mulai bermigrasi mencari perairan hangat menuju lepas pantai Laut Moluna. Artinya panen besar-besaran bagi para nelayan Moluna. Selama beberapa hari terakhir, para nelayan yang melaut selalu pulang dengan perahu penuh dengan ikan dan senyum sehangat sinar mentari pagi. Mereka harus cukup bijak menahan ketamakan untuk tidak mengangkut ikan melebihi kapasitas kapal agar tidak terbalik saat dihantam ombak besar.

Laut Moluna sejak dua bulan lalu mendadak menjadi ramai oleh kapal-kapal pemancing di samping kapal para nelayan. Pada musim-musim seperti ini orang-orang kaya dari kota datang ke Moluna untuk memancing ikan tuna. Tak jarang stasiun TV swasta membuat liputan khusus memancing ikan di Laut Moluna. Karena ikan-ikan tuna berukuran lebih besar dari paha kaki orang dewasa sering tersangkut kail. Bahkan saking mudahnya didapat, ikan-ikan tuna raksasa itu dijual berjejer di pinggir jalan dengan harga yang cukup murah. Satu ekor ikan tuna putih raksasa sudah bisa untuk hajatan satu keluarga besar.

Setidaknya dua kali dalam setahun Laut Moluna mengalami panen raya. Wisatawan baik asing maupun dari kota berdatangan memenuhi penginapan-penginapan di Moluna untuk menikmati keindahan pantai pasir putih selembut tepung dan ikut serta merayakan festival panen raya yang diselenggarakan bulan lalu. Banyak rumah penduduk yang disulap menjadi penginapan karena kunjungan wisatawan yang membludak hanya dalam beberapa hari.

Alasan itulah yang membuat si nelayan bangun lebih pagi daripada ayamnya. Bahkan sebelum subuh merekah ia sudah duduk merajut jalanya hingga berjam-jam kemudian. Senyumnya mengembang sambil bersenandung riang diiringi deburan ombak. Bulan-bulan ini adalah waktu baik untuk bekerja giat dan membayar hutang-hutangnya yang menumpuk. Jika Tuhan masih memberkatinya dengan banyak hasil tangkapan ikan mungkin saja ia bisa membelikan anaknya sepeda atau mungkin mesin cuci untuk istrinya. Angan-angan mempunyai mesin cuci sudah bersemi di benak istrinya sedari lama. Dengan mesin cuci, istrinya tak perlu lagi mengeluh kepayahan mencuci. Mungkin saja mereka bisa membuka usaha laundry kecil-kecilan di rumah untuk membantu membayar biaya listrik yang membengkak. Ah, sungguh indah jika angan-angan itu bisa terwujud.

Senandung si nelayan berhenti saat terdengar gonggongan anjing yang tak kunjung mereda. Biasanya anjing menyalak terus menerus seperti itu ketika ia menemukan sesuatu. Mungkin hewan laut yang terdampar. Bulan lalu seekor paus muda terdampar di bibir pantai Moluna dan yang pertama kali menemukannya adalah anjing-anjing liar itu. Menarik perhatian anak-anak nelayan di pesisir yang kemudian memberitahu ayahnya. Sayangnya mereka terlambat, paus tersebut sudah terlalu lama di darat dan akhirnya tak tertolong.

Rasa penasaran membuat si nelayan beranjak dan memicingkan matanya mencari apa yang membuat anjing-anjing itu begitu berisik. Tangan kasarnya menghalau sinar mentari pagi yang sudah cukup membuat silau matanya. Benda itu bukan ikan paus karena ukurannya kecil. Nelayan berjalan mendekat dan mulai berlari ketika menyadari bahwa benda yang teronggok di bibir pantai adalah manusia.

Berbagai macam prasangka mulai memasuki pikirannya. Semakin dekat semakin terlihat jelas seorang laki-laki tengkurap di atas pasir. Apakah semalam dia mabuk di pantai hingga tepar? Ataukah dia merupakan salah satu dari korban yang ghilang dalam insiden kapal karam minggu lalu yang dikembalikan oleh laut? Terkadang memang laut mengambil orang, namun di waktu lain ia akan mengembalikannya.

Tubuh itu tengkurap tak bergeming. Membiarkan kaki kirinya berayun-ayun dipermainkan ombak. Nelayan menyodok tubuh itu dengan ranting kayu. Berharap laki-laki itu akan merasa geli lalu terbangun marah-marah karena tidurnya diganggu. Tapi, laki-laki itu tak bergerak. Bahkan saat ombak besar menggulung bibir pantai hingga membuat si nelayan jatuh terduduk dan menggulingkan tubuh laki-laki yang tengkurap itu, ia tetap tergeletak tak bergerak.

Laki-laki itu sudah mati. Nelayan mencoba membalikkan tubuh laki-laki itu berusaha mencari tahu siapa identitasnya.

"Astaga! Bapak Raja!" Pekik si nelayan.

MolunaWhere stories live. Discover now