Raja-Raja

11 0 0
                                    

Tidur adalah hal yang paling Ali inginkan untuk saat ini. Sejak ia menerima telepon itu, ia meninggalkan semua urusannya dan memburu tiket penerbangan terakhir. Pukul dua malam ia sampai di Makassar dan masih harus menunggu penerbangan subuh menggunakan pesawat baling-baling menuju kota terdekat dengan Moluna. Matanya sangat berat, tapi ia menolak untuk memejamkannya. Takut tertidur dan tertinggal jadwal penerbangan.

Cahaya terang matahari pagi menyilaukan mata begitu kaki Ali melangkah keluar dari pintu pesawat. Semuanya berwarna putih terang hingga pupilnya mengecil mengurangi cahaya yang masuk ke retina. Langkahnya sedikit oleng saat menuruni tangga pesawat. Kepalanya berat sekali, sangat berat. Ali belum tidur sama sekali. Goncangan turbulensi pesawat benar-benar membuatnya terjaga. Terlebih sesaat sebelum mendekati pulau, pesawat harus menembus awan kumulonimbus yang sangat tebal hingga pesawat bergoncang dan bergetar berkali-kali.

Ali tumbuh besar di kepulauan, laut dan ombak adalah teman bermainnya dari kecil, tapi di udara lain cerita. Ali tak pernah mempercayai besi terbang itu. Jika ia naik perahu di laut dan terjadi kebocoran, ia masih bisa berenang, namun jika pesawat bermasalah di udara, ia akan terjun bebas lalu mati.

Badannya terasa lengket dan bau oleh keringat karena sudah dua puluh empat jam ia belum mandi. Perutnya melilit karena sejak kemarin siang hanya diganjal roti kudapan dari maskapai. Bau masakan dari restoran bandara sangat menggoda. Membuat perutnya melancarkan protes keras dengan mengeluarkan lebih banyak asam lambung karena hak-haknya untuk mencerna makanan tidak terpenuhi, tapi Ali tak punya banyak waktu.

Pukul delapan kapal menuju Moluna akan bersauh. Sedang perjalanan dari bandara menuju pelabuhan memakan waktu sekitar hampir satu jam. Jarum jam tangan Ali telah menunjuk pukul tujuh lebih lima belas menit. Tak banyak waktu lagi. Jika samapai tertinggal kapal, ia harus menunggu seminggu lagi, menunggu kapal selanjutnya. Buru-buru Ali melambai pada sopir taksi yang dengan sigap menghidupkan mobilnya dan berhenti tepat di depan Ali. Taksi itu lantas melaju kencang memburu waktu.

Jalanan kota membangkitkan kenangannya semasa kuliah. Ia meninggalkan Moluna dan menemukan impiannya di kota ini. Impian yang membuatnya pergi lebih jauh lagi, ke Jakarta. Kepalanya berat, namun ia ingin mengenang jalanan kota itu. Kota yang membuatnya sadar bahwa Moluna hanya sebuah pulau kecil yang bahkan tak nampak di peta dan berbatasan langsung dengan negara Australia.

Ali sempat terlelap di dalam mobil dan terbangun ketika suara klakson kapal di pelabuhan berbunyi, menandakan kapal sudah siap untuk bersauh. Taksi itu berhenti tepat di muka pintu pelabuhan. Ali berlari kencang menuju loket dan melupakan uang kembalian ongkos taksi.

Untungnya petugas loket masih mau menjual tiket kepada Ali meski dengan wajah sebal. Tangannya bergerak cepat menulis nama Ali sambil menggerutu tidak jelas. Seakan sudah menjadi tradisi bahwa selalu penumpang yang muncul di menit-menit terakhir dengan muka memelas dan terkadang tak segan mengemis tiket. Ia menyerahkan tiket itu sambil melengos dan menyuruh Ali bergegas menaiki kapal.

Dua belas jam lagi ia akan sampai ke Moluna. Sekarang ia hanya ingin tidur, tidak peduli di kursi kantin, di geladak, di tangga, bahkan jika harus berbaring di lantai koridor sekali pun. Ia hanya ingin meletakkan kepalanya, lalu terpejam.

Dua tahun yang lalu, Ali memutuskan untuk pergi ke Jakarta, meninggalkan Moluna, mungkin untuk selamanya. Ali sudah bertekad untuk pergi ke mana impiannya membawa. Sejak itu, ia jarang menghubungi ayahnya. Ia tahu seharusnya ia sering menelepon, sekedar menanyakan kabar, sudah makan atau belum, atau mungkin membicarakan apa-apa yang terjadi di Moluna setelah kepergiannya. Semua itu tak pernah ia lakukan. Ia terlalu sibuk untuk tumbuh dan mengembangkan potensinya. Sekarang semua itu hanya akan menjadi daftar penyesalannya.

***

Para pelayar dahulu menembakkan meriam setiap kali tiba di suatu tempat. Suara meriam mampu memekakan telinga terdengar jauh dari lepas pantai atau pelabuhan tempat mereka akan berlabuh. Memberitahukan kehadiran mereka. Itulah alasan mengapa klakson kapal terdengar sangat keras hingga membelah kota Moluna.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 21, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MolunaWhere stories live. Discover now