#17

9.1K 568 1
                                    

Sampai didalam kelas teman-teman mendekatiku.

"Dina, tapi berantem sama trio centil ya?" tanya Yuli.

"He'em," jawabku singkat.

"Ngajak berantem memang itu orang," ucap Yuli kesal.

"Hus udah nggak usah diladenin," ucapku menenangkan Yuli.

° Panggilan untuk Dina Sayyidatina Fatimah, diharapkan untuk ke kantor segera °

Panggilan dari kantor untuk ku. Mungkin tentang masalah tadi.

"Dina kami temenin ya," tawar Atun dan Nia.

"Nggak usah," ucapku lalu pergi meninggalkan mereka.

^30 menit kemudian.
Saat memasuki kelas dengan ekspresi lesu dan langsung disambut oleh Atun, Nia, Yuli dan Febri.

"Kenapa Din? Dibilangin apa?" tanya Atun penasaran.

"Apa masih tentang masalah tadi?" tanya Nia.

"Bukan," jawabku singkat.

"Lalu?" tanya mereka bersamaan.

"Kata Pak Guru UKOM nya diundur bulan depan," jawabku.

Sontak seluruh murid didalam kelas bersorak gembira. Mereka menerbangkan kertas tugas mereka. Kemudian saling bersorak satu sama lain. Tentu Atun, Nia, Febri dan Yuli pun turut gembira terkecuali aku.

******
POV Gus Maulana

Pesan yang aku kirim dari kemarin belum dibalas olehnya. Dia aktif tetapi kenapa tidak membalas.

"Kemana njenengan, Nduk?" gumanku kemudian mengusap kasar wajah ini.

"Kenapa kamu, Le?" tanya Umi bingung.

"Abi mana?" tanyaku balik.

"Kamu ini orang ditanyain malah balik tanya. Abi lagi di pesantren, Le,"  jawab Umi.

Saat aku hendak berdiri dan melangkah ke kamar. Tiba-tiba Abi datang dan mengobrol dengan Umi. Ku urungkan untuk beranjak pergi karna ingin mendengar pembicaraan antara Abi dan Umi.

"Besok siang Umi beli perhiasan buat khitbah Ning Dina," ucap Abi pada Umi.

"Loh khitbahnya besok, Bi?" tanya Umi.

"Iya besok malam," jawab Abi kemudian pergi.

Aku hanya diam seribu bahasa. Tida dapat berkata sepatah kata pun. Hanya bisa pasrah dengan pilihan Abi. Mungkin memang ini yang terbaik untuk ku.

"Le, besok temenin Umi beli perhiasan ya," ucap Umi memecahkan lamunanku.

"Nggih, Umi," jawabku lalu menunduk.

"Kamu kenapa, Le?" tanya Umi kuatir.

"Nggak papa, Umi. Mungkin Maulana butuh istirahat. Maulana istirahat dulu ya, Umi," jawabku lalu meninggalkan Umi.

Sampai didalam kamar aku hempaskan tubuh ini di atas kasur. Menatap pajangan kaligrafi yang berada di dinding. Melamuni nasip yang sedang aku hadapi. Aku tidak bisa melawan keputusan Abi. Sebab Abi pasti lebih tau mana yang terbaik untuk anaknya. Saat sedang melamun, tiba-tiba pintu kamar diketok dari luar.

^tok, tok, tok.

"Mas buka. Ini Zulfa," ucap Zulfa dibalik pintu.

Dengan segerah aku bangun dan membuka kan pintu untuk Adik ku.

"Ada apa, Nduk?" tanyaku.

"Mas punya nomornya Tante Dina nggak?" tanya Zulfa.

"Mau buat apa?" tanyaku lagi.

"Zulfa kangen pengen ketemu sama Tante," jawab Zulfa.

'Ternyata kita sehati, Nduk,' batinku.

"Mas nggak punya nomornya, Nduk. Oo iya jangan panggil Tante ya, panggilnya Mbak aja," ucapku.

"Iya deh manggilnya Mbak. Kalo Umi punya nggak ya, Mas?" tanya Zulfa.

"Mas nggak tau. Memang Zulfa kangen banget ya sama Mbak Dina?" tanyaku dan hanya dibalas anggukan kecil.

Aku elus lembut rambut Adik ku. Kemudian dia pergi entah kemana. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Kang Sidiq menelfon.

[Assalamu'alikum, Gus] ucap Kang Sidiq.

[Wa'alaikumsalam, ada apa Kang?] tanyaku.

[Hari ini latihan hadroh, Gus. Soalnya tiga hari lagi pentas,] ucap Kang Sidiq.

[Kok mendadak? Yasudah aku segera ke tempat latihan. Assalamu'alaikum,] ucapku lalu mematikan telvon.

Dengan segera aku mengambil kopiah yang berada di meja sebelah tempat tidur. Ku langkahkan kaki keluar kemudian menutup pintu.

"Mau kemana, Le? Tadi katanya mau istirahat," tanya Umi.

"Mau latihan hadroh, Umi. Kata Kang Sidiq tiga hari lagi mau pentas," ucapku kemudian mencium punggung tangan Umi.

"Maulana latihan dulu ya, Umi. Assalamu'alaikum," ucapku lalu melangkahkan kaki keluar rumah.

Tempat latihan berada di sebelah masjid. Ku langkahkan kaki lumayan cepat ke arah masjid. Sepanjang perjalanan banyak santriwati menyapaku dan hanya aku balas senyuman.

"Duh senyumnya Gus manis banget. Beruntung deh Ning yang bisa nikahin Gus kita," ucap salah satu santriwati.

Akhirnya aku sampai di tempat latihan. Disana sudah berkumpul personil-personil hadroh lain nya hanya sisa aku saja yang belum datang.

"Assalamu'alaikum, afwan telat soalnya baru tau kalo kita mau pentas," ucapku dengan nafas tidak beraturan.

"Wa'alaikumsalam, nggak papa Gus. Kita juga belum mulai kok," ucap Kang Sidiq.

Aku masuk dan duduk disamping Kang Sidiq. Sekitar setengah jam latihan berlanjut akhirnya kami istirahat. Sebagian personil ada yang kembali ke asrama dan ada pula yang tiduran. Sedangkan aku dan Kang Sidiq mengobrol.

"Kita mau pentas dimana, Kang? Kok mendadak banget?" tanyaku.

"Kurang tau, Gus. Nanti alamatnya dikasih waktu H-1 katanya. Sebenarnya udah satu minggu yang lalu Gus memberitahu ke Abah. Cuman Abah baru ngasih jawaban nya sekarang. Tapi tiga hari cukup lah Gus buat latihan," ucap Kang Sidiq.

"Iya cukup, Kang," jawabku kemudian menapat jauh halaman pesantren.

"Gus ada masalah?" tanya Kang Sidiq kuatir.

"Nggak ada, Kang. Cuman beberapa hari ini ada sedikit masalah yang cukup menguras pikiran," jawabku kemudian meninggalkan Kang Sidiq.

Aku berjalan mengelilingi asrama putra. Melihat banyak santriwan yang berlalu lalang sibuk dengan urusan masing-masing. Abi bilang, "Le, besok kalau sudah menikah nanti tanggung jawab pesantren ini sepenuhnya berada di tangan kamu. Abi sama Umi hanya bisa membantu sedikit."

Azan Asar pun berkumandang. Aku melihat para pengawas asrama putra kewalahan mengatur para santriwan yang berhamburan keluar asrama. Tetapi yang aku kagumi dari para pengawas yaitu mereka sabar menghadapi santriwan yang bandel tanpa kekerasan. Sebab di pesantren ini dilarang melakukan kekerasan. Bila ada yang melanggar peraturan ya dihukum kurungan di kamar berukuran 2×2 meter.

Aku melangkahkan kaki menuju masjid. Disana sudah mulai penuh terisi para santriwan dan satriwati yang hendak melaksanakan salat Asar berjama'ah.

"Gus," panggil seseorang dibelakang ku.

"Iya," jawabku kemudian berputar.

^Deg,
'Kok dia ada disini?' tanyaku dalam hati.

Bersambung....

Cinta Dalam DiamWhere stories live. Discover now