Ayrin mengigit bibir bawahnya dan menepuk satu pipinya pelan.
Menutup kulit putihnya yang memerah, sambil meremas jaket birunya yang terlampir memayungi paha.
Ini untuk kedua kalinya ia mengalami masa pra-heat. Ada hal yang mengusik alam biologisnya saat ini.
Darah Ayrin juga mengalir deras tak biasanya. Jantungnya memompa cukup cepat, dan ia benar-benar lemah menghadapi getaran yang mendera beberapa titik sensitif di tubuhnya.
Ayrin samar-samar dapat mencium aroma tubuhnya, dengan panik ia lekas memakai jaketnya agar tak tercium wangi tubuhnya lebih jauh.
Ayrin hanya takut aroma lunanya tercium. Sebagai manusia serigala, ia takut feromonnya merebak ke publik.
Kereta bawah tanah yang ditumpanginya masih berjalan menuju tujuan. Baru setengah perjalanan, ia sudah keringat dingin memikirkan kondisi tubuhnya yang tak layak berada di ruang umum.
Ayrin tak mau berharap lebih, hanya saja, masa pra-heat yang tiba-tiba muncul ini sudah kedua kalinya akibat pemuda asing yang duduk sejajar di depannya ini.
Pemuda berambut lebat, hidung kokoh dan sorot mata yang tajam.
Gadis di bangku akhir sekolah menengahnya itu mengulum bibir. Pahanya merapat, saat beberapa detik ia curi untuk menatap pemuda yang sejajar di depannya itu. Sambil menahan gejolak hangat tubuhnya, Ayrin meremat ujung rok seragamnya cukup kencang.
Melirik jam tangan yang ia kenakan, Ayrin masih punya sepuluh menit lagi untuknya turun dari kereta. Jika dibandingkan dengan pemuda di depannya, Ayrin lebih dulu sampai di tujuan.
Ayrin coba tatap lagi pemuda yang menyita kewarasannya itu. Sambil mengamati diam-diam, datanglah ide agar ia memotret pemuda di depannya itu.
Ayrin menyetujui. Bagaimanapun, pria itu sudah membuatnya menghangat di bawah umur. Jadi, ia lekas merogoh ponselnya, dan membuka fitur kamera.
Dalam diamnya ruang sekitar, juga deru mesin kereta yang terdengar, Ayrin menangkap gambar secepat kilat.
Alangkah terkejutnya Ayrin saat ia membidik foto kedua, pemuda itu menoleh. Menatap lurus ke matanya dalam wajah dingin yang tak terbaca.
Ayrin hampir saja melepas ponselnya untuk jatuh. Ayrin panik, matanya melebar, bahunya bergetar dan ia berderap bangkit menjauhi tempat.
Kereta sebentar lagi akan sampai di pemberhentian kelima. Stasiun tempat Ayrin akan turun. Jadi, ia memilih berdiri dekat pintu keluar dan bersembunyi dari pemuda asing yang ia potret wajahnya tadi.
Degup jantungnya masih bertabuh kencang. Ia menghela lirih dan memeluk tubuhnya yang terbungkus jaket.
Suara bel pemberitahuan berbunyi. Ayrin bersyukur kereta telah sampai di perhentian yang dituju. Tanpa mengulur banyak waktu, Ayrin terburu keluar meninggalkan kereta.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boy In The Moon
WerewolfSebagai Luna, Ayrin tahu dirinya terikat dengan garis takdir yang menyatukannya sehidup semati pada sang Alpha. Hanya saja, hatinya sudah terlalu mencinta pada satu manusia yang bukan untuk dirinya. Semua itu diperparah dengan kedatangan masa heat...