Ayrin terbangun dengan perasaan gundah.
Sejak malam ia benar-benar kelimpungan mengendus aroma alpha asing, yang Ayrin sendiri tak tahu asalnya darimana.
Tubuhnya kala itu menerima rangsangan yang cukup hebat. Cukup untuk bisa meluluh lantahkan kewarasan Ayrin agar bertekuk lutut, dan mengais pengklaiman pada angin malam yang masuk lewat jendela kamarnya.
"Ibu," Ayrin memanggil. Wanita berapron polkadot itu berdeham dan menoleh ke anaknya.
"Waktu malem, Ayrin nyium feromon alpha. Kuat banget, sampai Ayrin mabok sendiri."
Ibu seketika mematikan kompornya. Gurat terkejut yang melintang di keningnya itu tak ayal buat Ayrin berpikir hal yang terjadi padanya adalah hal aneh.
"Ibu, Ayrin ngga mau heat lebih cepat."
"Sstt.. Ngga boleh ngomong kaya gitu." Ibu lagi-lagi memeriksa denyut nadi dan bulan sabit di atas dada Ayrin. "Heat sudah menjadi bagian dari takdir kita Ayrin. Kamu ngga boleh menyesalinya."
Ayrin memajukan bibir bawahnya. Kepalanya saat ini memutar wajah kekasihnya yang bernama Raka. Pria jangkung yang Ayrin senangi karena kepintarannya itu tak akan ada lagi jadi alasan Ayrin mengejar impian.
Seperti halnya werewolf lain, seorang luna akan selamanya terikat dengan sang mate yang punya kuasa jauh di atasnya.
Ayrin kurang suka. Ia tak nyaman jika harus berpasangan dengan orang asing.
Dari kecil, Ayrin sulit membuat relasi pertemanan. Butuh waktu yang tak singkat untuk gadis itu mau berinteraksi dengan orang-orang asing di luar sana. Mungkin karena ibunya jugalah yang selalu memberitahu Ayrin supaya ia tak berteman cukup erat dengan selain werewolf, yang mana keberadaannya jadi minoritas di bumi ini.
Tiba-tiba Ayrin teringat dengan Raka. Manusia tulen dan banyak pesona sepertinya kenapa mau dengan si gadis yang tak bisa bersosial, ya? Hm, entahlah.
"Kamu waktu malem kenapa ngga bilang ke ibu?"
Gadis itu meniup poni rambutnya. "Jalan ngga bisa, teriak ngga keluar. Gimana mau manggil ibunya?"
"Pra-heat-nya makin menjadi sayang. Insting ibu, laki-laki yang kamu temuin di kereta mungkin alpha kamu."
"Ah, ibu.. Ayrin ngga mau sama dia."
"Emang kenapa? Bukanya seneng ketemu sama alpha sendiri, malah nolak. Kalau Moon Goddes tahu, kamu bisa kena betrayal gara-gara melawan takdir."
Ayrin seketika mematung.
Gawat, dia lupa soal betrayal.
"Kan, Ayrin nggak ngelakuin pengklaiman sama orang lain, bu. Masa sih, kena betrayal?"
Ibu menarik tangan putrinya untuk duduk di kursi dapur. Sambil menatap lekat mata cokelat dirinya yang berbalut kecemasan, wanita itu berkata. "Mate itu pasangan abadi. Kalau diantara kalian ada yang selingkuh, kalian kena hukuman dari Moon Goddes."
Ayrin meneguk ludah. Ibu kali ini menggunakan tangannya untuk menahan bahu Ayrin agar tidak merosot.
"Untuk mate yang belum bertemu, seperti kamu Ayrin. Betrayal juga bisa terjadi kalau diantara kalian melakukan pengklaiman dengan seseorang yang bukan jadi takdir kalian. Patut diketahui kalau pengklaiman yang dimaksud bukan dalam artian penandaan milik satu sama lain saja, tapi pengklaiman perasaan. Kalau kamu nunjukkin penolakan secara terang-terangan sama alpha kamu, betrayal bisa aja ngerusak diri kamu."
Yaampun, Ayrin jadi kesusahan sendiri untuk membasahi kerongkongannya.
"Kalian mungkin akan bertemu lagi. Untuk pertemuan yang ketiga kalinya nanti, coba tebar feromon kamu ke dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boy In The Moon
WerewolfSebagai Luna, Ayrin tahu dirinya terikat dengan garis takdir yang menyatukannya sehidup semati pada sang Alpha. Hanya saja, hatinya sudah terlalu mencinta pada satu manusia yang bukan untuk dirinya. Semua itu diperparah dengan kedatangan masa heat...