PMS 2🍌

23.9K 1.8K 92
                                    

Jangan lupa memberi kritik dan saran dengan bahasa sopan ya^Δ^

Kalau ada kalimat ambigu atau typo kasih tau ya, jangan diam:)

..... Happy reading .....
.
.
.
.
.

" Kutub stop!" jerit Arlen membuat Alran terperanjat bukan main. Laki-laki itu refleks menginjak pedal rem secara mendadak, menciptakan suara decitan yang mengilukan telinga.

Tin, Tin.

Tinnn.

"Woy! Kalau bawa mobil yang benar dong! Bisa nyetir gak sih?!" teriak pengemudi lain yang geram karena Al berhenti mendadak.

Mendengar itu, Al segera meminta maaf dan menepikan mobilnya agar tidak membuat kerusuhan di tengah jalan.

"Lo apa-apaan sih Ar?!" tanya Al dengan nada setengah membentak.

"Santai dong, gue kan cuma mau kerak telor yang di sana," tunjuk Arlen pada pedagang asongan yang sedang ramai pembeli.

"Turun!"

"Ha?"

Alran menghela napasnya lelah, "katanya mau beli, ay-"

Perkataan Alran terpotong oleh kedatangan Dian yang tiba-tiba mengetuk kaca jendela mobil. Alran dan Arlen sama-sama mengalihkan perhatian mereka dan menatap Dian dengan tatapan bingung.

"Arlen buka pintunya!" seru Dian.

Arlen membukakan pintu, gadis itu berniat bertanya. Namun sebelum Arlen sempat membuka suara, Dian sudah lebih dulu menariknya keluar.

"Ar, biar gue aja yang antar lo pulang, gue gak percaya lo diantar dia yang masih amatir nyetir. Gue takut, alih-alih sampai rumah, lo malah sampai ke alam barzah."

"Lo kalau ngomong dijaga ya, jangan asal-asalan!" geram Alran tidak terima.

"Memangnya kenapa? Emang benarkan apa yang gue bilang?!"

"Lo-"

"Udah-udah!" teriak Arlen, melerai perdebatan di antara keduanya.

"Yan gue gapapa kok, lagian tadi Alran berhenti mendadak karena gue," sambungnya dengan nada merendah sambil mengusap lembut punggung Dian.

Raut wajah Dian masih menunjukkan ekspresi tidak percaya. Namun Arlen berusaha meyakinkannya dengan senyum manis yang terukir di bibirnya.

"Kalian pulang aja, gue gak bakalan kenapa-napa kok."

"Yaudah kalau gitu, kita pulang," jawab Dian sambil menepuk bahu Arlen.

"Jaga dia baik-baik," sambungnya pada Alran dengan raut wajah datar.

Ada sedikit perasaan tidak suka di hati Al, ketika melihat kedekatan Arlen dan sahabat-sahabatnya. Mungkin, yang seharusnya dekat dengan Arlen adalah Al, karena mamanya Arlen sendiri yang menitipkan Arlen padanya.

"Mikir apa sih gue," Alran membatin sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

*****

Sesampainya di rumah Al, Arlen langsung masuk tanpa sungkan sambil berjalan menuju kamar mandi. Toh, mereka sudah seperti keluarga.

"Huh~."

Alran mendesah lelah. Laki-laki itu langsung berjalan menghampiri kasur dan merebahkan tubuhnya yang letih karena terlalu banyak beraktifitas. Alran menjabat sebagai ketua osis, dan sebentar lagi sekolah akan mengadakan pameran seni, jadi wajar jika tubuhnya letih karena terlalu sibuk mengurus apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Ditambah tingkah wakilnya yang benar-benar memuakkan, membuat laki-laki itu pusing bukan main.

I'm Not a Little Banana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang