003 // GELAS KONFESI.

1.5K 228 44
                                    

seungmin benci kopi.

dalam dua puluh tahun hidupnya, seungmin tidak pernah mengerti kenapa orang-orang sudi habiskan waktu mereka di warung kopi di pagi hari sebelum lakukan aktivitas hanya untuk mengasup kafein.

kafein membuatnya pusing.

seungmin punya riwayat keturunan darah tinggi. kafein membuat detak jantungnya terdengar oleh telinganya sendiri. ia benci.

ia benci rasa amerikano yang mematikan saraf pengecapnya. ia benci alunan musik lembut yang membuat kantuknya meregang. ia benci kursi kayu dan meja sempit di kafe.

seungmin benci apapun yang ada di dalam bangunan kecil di ujung jalan, bercat merah marun, atap oranye halus, perabot kayu berwarna mengilap.

apapun. apapun. selain satu hal.

"selamat datang."

senyumnya.

"mau pesan apa?"

"seperti biasa."

senyumnya yang tularkan kurva ke bibir seungmin sendiri. mata berkilaunya yang tatap kelereng seungmin dengan sorot semanis madu. jemari lentiknya yang menari di tombol depan meja kasir.

"satu es amerikano, silakan tunggu di antrian sebelah kanan."

perasaan tergelitik di perut seungmin mengingatkannya pada empat bulan lalu. empat bulan lalu dimana mereka pertama kali bertemu.

musim hujan yang menyebalkan berpadu dengan kelupaan seungmin akan payung atau jas hujan bawa si kim berteduh di gedung terdekat. kafe ini jadi satu-satunya opsi ketika rambut seungmin sudah kucurkan air seperti tanaman yang disiram dari pucuk daunnya.

seungmin berbelok ke bangunan ini, masuk tanpa ekspektasi. matanya tengok menu yang sangat tidak menarik karena tiap benda mengandung kafein. kafein sialan. doktornya bilang ia harus kurangi konsumsi kafein ketika seungmin bahkan tidak suka kopi.

saat maniknya turun, shift pegawai berganti. seseorang dengan rambut hitam dan tubuh semampai menyambar apron sebelum datang ke hadapan seungmin dan bertanya.

suaranya mengetuk akal seungmin. indah dan halus. tegas dan lembut. kupu-kupu di perut seungmin dibuat beterbangan tanpa aba-aba ketika seseorang dengan nametag bertuliskan 'hwang hyunjin' menyapanya.

saat itu juga, seungmin putuskan untuk abaikan perintah dokternya.

"tunggu sebentar, pesananmu akan jadi sebentar lagi." kata hyunjin saat seungmin terus-terusan menatapinya tanpa alasan.

seharusnya hyunjin merasa terganggu. seharusnya. orang jenis apa yang merasa normal-normal saja ketika orang lain sengaja datang ke tempat kerjanya hanya untuk pesan satu es amerikano yang tidak ia suka, lalu habiskan waktu untuk pandangi dirinya di seberang ruang?

seungmin bergidik saat memikirkan bagaimana anehnya ia.

"kafenya sepi." seungmin membuka percakapan.

hyunjin terlihat memeriksa keadaan sekitar dimana yang tersisa di dalam ruangan hanya empat orang di satu meja, berseragam putih abu dan bercanda ria tanpa beban. dan dirinya. dan seungmin.

shift kerja hyunjin dimulai pukul sebelas siang hingga lima sore. sialan. seungmin sialan. untuk apa pula ia harus hafalkan hal seperti itu?

seungmin selalu berpikir hyunjin akan langsung undur diri dari pekerjaannya begitu sadar ada orang yang jatuh hati kepadanya dan rela beli satu gelas besar kafein yang sebenarnya ia benci mati-matian.

maka ketika hyunjin putuskan untuk menyambung konversasi mereka, seungmin berhak untuk terkejut.

"iya. siang-siang begini, orang lebih suka pergi ke restoran." jawab hyunjin, senyumnya mengembang lebih ramah lagi.

seungmin bisa mendengar degup jantungnya bahkan ketika belum menyesap kafein. ia menggigit bibir, bertanya-tanya apakah hyunjin juga mendengar bunyi berisik itu.

"ah, aku tidak lapar. jadi lebih pilih minum kopi."

bohong. seungmin punya gastritis. ia tidak seharusnya konsumsi minuman yang sangat asam saat perutnya kosong. diare menantinya di rumah. seungmin bisa melihat penderitaannya melambai-lambai dari atas sana.

masa bodoh. yang penting ia bisa tengok hyunjin.

"ini dia, pesananmu datang."

seungmin berharap kafe ini lebih ramai. seungmin berharap pesanannya tidak datang terlalu cepat sehingga ia bisa berlama-lama pandangi hyunjin dari dekat tanpa merasa canggung.

harapan seungmin tidak terkabul hari ini.

tapi ia mungkin dapat yang lebih baik.

"oke, terima-"

uluran tangan seungmin untuk menerima gelas minumannya terhenti ketika hyunjin menarik kembali benda itu, mendekat ke arah dirinya sendiri.

gestur itu menarik tatap seungmin untuk tubrukkan obsidiannya dengan hyunjin kembali. matanya membulat, penuh kebingungan.

ruangan masih hening ketika detik selanjutnya hyunjin meneguk minuman itu sendiri alih-alih menyerahkannya pada sang kustomer.

seungmin hanya bisa diam, melongo melihat hyunjin dengan mudahnya menghabiskan sekian ratus mililiter amerikano tanpa bernapas.

"k-kau-"

"hah, sudah kuhabiskan." ucap hyunjin begitu gelasnya kosong. senyum mataharinya kembali. "terimakasih traktirannya."

seungmin melongo lagi. entah kenapa pipinya terasa panas menyadari bahwa ia mungkin telah berhasil merajut satu langkah lagi lebih dekat kepada hwang hyunjin sang barista.

"aku tau," hyunjin melanjutkan. "kau tidak suka kopi. kau selalu bergidik pada sedotan pertamamu. kau kesini untuk melihatku kan?"

oh, skak mat.

habis sudah harga diri seungmin. semuanya dilahap dalam satu kalimat penuh arti.

seungmin masih membeku, berharap ia tiba-tiba diculik oleh ufo berisi alien agar ia dapat pergi dari bumi sekarang juga.

demi apapun, seungmin malu.

"a-aku-"

"daripada terpaksa menghabiskan kopinya, lebih baik kau mentraktirku saja."

hyunjin berkata tanpa secarik beban pun. ia kemudian mengulurkan tangannya lagi, gestur meminta sesuatu.

"kemarikan tanganmu."

"h-hah?"

tentu saja seungmin tergagap. yang benar saja, apa dunia sedang bercanda dengannya sekarang ini?

tidak sabar, hyunjin meraih tangan seungmin sendiri. ia mengambil bolpoin dan menuliskan sederet angka disana, menambahkan namanya serta sebuah tanda hati di belakang.

seungmin merasa jantungnya hampir copot ketika merasakan kulit halus hyunjin menyentuh permukaan tangannya.

"ini nomorku." ucap hyunjin. "kau bisa mengajakku kencan atau jadian nanti. sekarang aku harus bekerja dulu, oke?"

seungmin tidak berfungsi secara mendadak.

"ah ya, tidak perlu pura-pura suka kopi lagi mulai sekarang. alih-alih, kau bisa mentraktirku saja!"

"o-oke..."

hyunjin tersenyum lagi. seungmin merasakan bunga-bunga bermekaran di dalam dadanya.

mulai sekarang, ia rasa tidak perlu lagi amerikano untuk buat jantungnya berdegup dua kali lebih cepat. melihat hyunjin melakukan hal-hal tidak terkira saja sudah sangat melelahkan hatinya.

"jangan lupa tembak aku nanti!"

adalah salam yang diucap hyunjin ketika seungmin nyaris keluar dari bangunan kafenya.

-

main tebak tebakan mulu, ini aku siapa yh

COTTONCOASTERWhere stories live. Discover now