Mampir Ke Cerita Terbaruku

504 8 0
                                    

REMEMBER ME
Sinopsis
Aku terbangun setelah merasakan elusan tangan di kepalaku. Aku terkejut melihat dia, dia yang kebingungan menatap sekitarnya. Aku segera menekan tombol, lalu bangkit memeluknya dengan erat. Namun, dia merontak untuk aku lepaskan. Aku bingung menatapnya, tetapi dia lebih bingung menatap diriku dan memperhatikan diriku dari bawah sampai atas.
“Kau Alex ‘kan?” tanyanya seperti memastikan. Aku pun mengangguk kaku. Dia seperti tidak mengenaliku.












BAB 1 KECELAKAAN
Tidak ada kata yang dapat aku ungkapkan saat ini. Semua kata telah habis aku gunakan untuk dia. Dia seseorang yang berhasil menarik hatiku, mengubah hidupku. Dia belahan jiwaku, duniaku, kini telah resmi menjadi milikku di depan Tuhan di atas altar dan di depan kedua orang tua kami dan para tamu undangan.
Tidak ada lagi yang dapat memisahkan kami berdua. Hanya kematian yang dapat memisahkan kami berdua, seperti khotbah dari Bapak Pendeta.
“Aku mencintaimu.”
Aku tersenyum mendengar itu, sebuah mantra yang meluluhkan duniaku. Dia mencintaiku, begitu juga dengan diriku sangat mencintainya. Aku akan memberikan apapun yang aku miliki asal aku selalu bersamanya, termasuk nyawaku.
BRUKKKK
Aku membuka mataku menatap sekitarku. Semuanya buram dan berisik. Kepalaku sangat sakit dan berdarah. Di saat itu, aku tersadar akan dia. Dia yang memberi aku senyum indah terpejam penuh darah.
“Lala! Bangun.” Aku menguncang tubuhnya, tetapi tidak ada respon. “Tidak, tidak, tidak! Jangan tinggalkan aku, Lala!” teriakku sekeras mungkin. Berharap dia mendengarku.
Tuhan jangan ambil dia dari hidupku, izinkan aku bersamanya.
***
Aku terbangun menatap sekitarku. Ruangan putih penuh cahaya putih. Apa aku sudah mati?
“Kamu sudah sadar?” suara itu tidak asing bagiku.
“Mama!”
“Ya, sayang ini Mama.”
Dia Mamaku. Ibu yang melahirkanku. Dia menangis menatapku dan dia juga berteriak memanggil dokter. Itu artinya, aku masih hidup. Makasih Tuhan. Lala, di mana dia? Aku tidak melihat dirinya. Tidak, tidak, tidak! Aku harap itu hanya mimpi. Lala pergi meninggalkanku.
“Pelan-pelan. Kamu baru saja sadar,” ucap Mama khawatir ketika aku berusaha bangkit untuk duduk.
“Lala!” ucapku, tetapi wajah Mama menghindar dari tatapanku. Aku mulai takut. Apa yang aku rasakan bukan mimpi, melainkan kenyataan.
“Lala tidak pergi meninggalkan aku ‘kan, Ma!” wajah Mama memerah dan dia menangis. Aku tidak mengerti itu semua.
“Kamu mau ke mana?” teriak Mama khawatir ketika aku mencoba bangkit berdiri.
“Kamu baru saja sadar. Kamu istirahat dulu.”
“Aku tidak bisa, Ma. Aku harus cari Lala.” Di saat itu, aku merasakan dadaku sakit, seperti ada yang menusuk dan udara di sekitarku tidak ada. Aku sesak nafas.
“Dokter, dokter, tolong dokter!” teriak Mama keras. Pandanganku kabur saat melihat mereka berpakaian putih mendekatiku hingga semuanya gelap.
***
“Alex, bangun!” suara itu selalu menghiasi telingaku. Suara merdu bagaikan kecapi yang tidak bosan aku dengarkan.
“Alex!” aku suka mendengar nada cemberut itu. Nada kesal dan cemberut jika aku tidak mau bangun.
“Alex! Kalau tidak mau bangun, aku akan pergi!”
“LALA!” teriakku.
“Alex!”
“Mama!” aku menatap sekitarku. Aku masih di rumah sakit. Tubuhku keringat dingin. Jadi, aku baru saja bermimpi. Lala, aku harus mencarinya.
“Kamu mau ke mana?” tanya Mama mencegahku turun dari ranjangku.
“Mencari Lala.” Wajah Mama sedih mendengar nama Lala. Aku semakin khawatir pada Lala. Apa yang terjadi dengannya. Kenapa Mamaku sangat sulit mengatakan kebenarannya kepadaku.
“Kamu akan bertemu dengan dia. Setelah kamu diperiksa oleh dokter!” perintah Mama yang tidak bisa aku bantah. Namun, hatiku lega saat Mama mengatakan itu. Lala tidak pergi. Aku pun menuruti perkataan Mama. Aku juga tidak tahu, kapan Mama memanggil dokter ke sini. Mereka tiba di saat aku mau diperiksa dan tepat saat itu juga, Papa, adikku bernama Johan datang menghampiriku.
“Alex!” peluk Papa menangis memelukku. “Papa senang kamu selamat.” Melihat raut wajah sedih Papaku untuk pertama kalinya. Aku mulai penasaran akan apa yang terjadi dengan diriku dan Lala.
“Bang! Aku sangat merindukanmu.” Johan adik bungsuku yang aku kenal dengan sikap cueknya untuk pertama kalinya dia merindukankan.
Apakah hidupku hampir di ujung tanduk?
“Syukurlah, keadaan pasien baik-baik saja. Pasien hanya butuh istirahat yang cukup dan jangan melakukan banyak pergerakkan.”
Dokter, ya, hanya dokter satu-satunya orang yang dapat menjelaskan kepadaku. Apa yang terjadi dengan diriku?
“Dok! Apa yang terjadi dengan diriku?” dokter tidak langsung menjawabku, dia menatap Ayah dan Mamaku. Seolah meminta persetujuan untuk menjelaskan sesuatu.
“Anda mengalami kecelakaan dan Anda sangat beruntung dapat selamat dari kecelakaan tersebut. Anda tidak mengalami luka parah.”
“Lalu, bagaimana dengan istri saya, Dok?” dokter itu terdiam menatap aku iba. Aku harap tidak terjadi hal buruk pada Lala.
“Istri Anda selamat, namun dia koma.” Aku seperti dihantam batu besar mendengar itu.
“Istri Anda mengalami luka parah saat kecelakan itu terjadi. Terjadi benturan keras di kepalanya dan juga mengalami pendarahan di dalam otaknya. Kami para tim dokter sudah melakukan operasi untuk menghentikan pendarahan di otaknya. Operasi berhasil, akan tetapi istri Anda mengalami koma.”
“Tapi, istri saya masih bisa diselamatkan?”
“Kami para dokter akan melakukan pengobatan yang terbaik dan Anda juga banyak berdoa kepada Tuhan.”
Hatiku hancur mendengar itu, bayang-bayang wajah Lala pergi meninggalkanku membuat aku takut. Tuhan, aku mohon padamu. Jangan ambil dia dari hidupku. Izinkan aku hidup tua bersamanya.
“Kamu yang sabar. Lala pasti selamat.” Aku juga berharap begitu, Ma. Mama memelukku dan aku menumpahkan semua kesedihan itu.
Kenapa di hari bahagiaku bersama Lala kecelakaan itu terjadi? Kenapa Engkau izinkan Tuhan? Apa yang telah aku perbuat?
“Alex! Kita semua ada di sini menemanimu,” kata Ayah memelukku erat. Aku hanya mengangguk.
“Aku ingin bertemu Lala.”
“ Biar Johan yang membawa Abang bertemu Kak Lala.”
Aku mengangguk setuju. Lalu, Johan keluar sebentar mengambil kursi roda. Sebab, aku belum bisa berjalan. Dengan bantuan Ayah dan Johan, aku bisa duduk di kursi roda. Johan mendorong kursi rodaku menuju ruang ICU. Mama dan Ayah ikut bersama kami berdua. Tiba di ruang ICU, aku bertemu ibu mertuaku. Ibu yang melahirkan wanita yang paling sempurna dan aku cintai. Ibu mertuaku langsung memelukku sambil menangis.
“Syukurlah kamu sudah sadar. Kamu yang kuat, Lala masih tertidur.” Aku mencoba tegar dan kuat dihadapan ibu mertuaku, walau sebenarnya aku tidak sanggup menerima kenyataan ini.
“Iya, Mama. Alex kuat dan percaya. Lala pasti bangun dari tidurnya.” Ibu mertuaku tersenyum senang.
Namun sayang, aku maupun yang lainnya, tidak diperbolehkan masuk mengjenguk Lala. Dikarenakan kondisinya yang belum stabil dan masih koma. Kami semuanya hanya diperbolehkan melihat Lala dari balik kaca.
Di saat itu, aku tidak dapat menahan air mataku. Melihat wanita yang aku cintai terluka parah dengan tubuh penuh dengan selang.
“Lala, kamu harus kuat. Kamu harus bangun. Aku mohon!” aku berharap dia mendengarku.

#2 3D : derita, dilema & dukaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ