12. New Neighbor

1.1K 172 51
                                    

Sarah menginap selama lima hari di rumah sakit dan sekarang keadaannya sudah membaik. Wanita itu bisa pulang dan dirawat di rumah. Kesehatannya akan dikontrol oleh dokter secara berkala sampai dia benar-benar sembuh.

Naomi mendorong kursi roda yang diduduki Sarah menuju unit apartemen baru wanita itu, sebab apartemen sebelumnya sudah diketahui oleh antifan dan jika mereka kembali ke sana, itu sama saja mendatangi bencana.

"Naomi, apa kau akan tinggal bersamaku?" tanya Sarah sembari mendongak, menatap Naomi di belakang.

"Malam ini iya, tetapi besok tidak," jawab Naomi.

Sarah terlihat kecewa. "Kenapa? Kenapa kita tidak tinggal bersama?"

"Aku sudah menikah dan aku punya bayi."

"Oh, benarkah?" Sarah mengerjap beberapa kali dan menatap Naomi penuh minat. "Maaf, aku tidak tahu. Kau hebat sekali bisa membagi waktu untuk pekerjaan dan keluarga, lebih-lebih sekarang kau punya bayi?"

"Hm," gumam Naomi.

"Kau tidak kerepotan dengan tetap menjadi manajerku meski memiliki seorang bayi?"

"Awalnya iya, tetapi sekarang sudah tidak. Sebenarnya, aku sempat berpikir untuk mengundurkan diri, tetapi kau melarang. Kau memaksaku untuk tetap tinggal."

"Oh ...." Sarah tersenyum kikuk seraya menatap lurus ke depan. "Kedengarannya seperti ... aku orang yang cukup menyebalkan," gumam wanita itu kemudian.

"Sayangnya itu benar," sahut Naomi tanpa ragu, "tetapi kau juga baik, terkadang bisa sangat pengertian, dan yang paling penting, kau adalah sahabatku. Jadi, tidak masalah. Aku bisa tahan meladeni orang menyebalkan sepertimu

"Oh, aku merasa tersanjung," jawab Sarah sambil kembali mendongak sekilas pada sang manajer. "Terima kasih karena mau tetap di sisiku, Naomi, terutama di situasi seperti ini."

"Kau yang bersikap sopan malah terasa aneh bagiku," komentar Naomi diiringi tawa. Biasanya Sarah akan bicara dan bersikap seenaknya, tetapi sejak bangun setelah koma selama dua hari, wanita itu menjadi lebih sopan dan serba sungkan terhadap manajer sekaligus sahabatnya.

"Oh, sepertinya ini unit barumu," kata Naomi setelah menyamakan angka yang menempel di pintu dengan ingatannya.

"Benar, katanya 95A, kan?" sahut Sarah.

Setelah yakin, Naomi melepas genggaman dari pegangan kursi roda untuk memasukkan PIN pada kunci digital.

"Bunda?"

Belum tuntas Naomi menekan tombol, gerakan wanita itu terhenti begitu mendengar suara anak kecil di dekatnya. Wanita itu lantas berbalik dan memandangi bocah putih dengan potongan rambut medium yang berdiri di hadapan Sarah.

Mata besar berwarna cokelat tuanya memandang sang artis dengan tatapan memuja sekaligus menyiratkan antusiasme yang tinggi. "Hah, benar Bunda!"

Bocah itu berseru sambil melompat senang, jauh berbeda dengan dua wanita di dekatnya yang justru memelotot bingung. "Kai senang Bunda sudah bangun dan sembuh. Bunda, Kai rindu Bunda!"

Selagi Naomi masih memproses apa yang terjadi di hadapannya, Sarah telah melebarkan senyum seolah menerima sepenuhnya kehadiran anak aneh itu.

"Kai boleh peluk Bunda?" Anak berusia lima tahun itu kembali bersuara tanpa menurunkan sedikit pun kadar antusiasmenya.

"Anu, Nak, kau—"

"Kai ingin memeluk Bunda?" Sarah menyela, membuat Naomi urung melanjutkan ucapannya yang hendak mencegah anak bernama Kai itu memeluk wanita yang terus dia panggil bunda. "Tentu saja kau boleh memeluk Bunda, tetapi pelan-pelan, ya, tubuh Bunda masih banyak luka."

Being Parents (SOWJIN)Where stories live. Discover now