14. Past [6]

957 153 38
                                    

Seharusnya, sebagai teman yang baik, hari ini Noah menggantikan sif temannya yang akan kencan buta. Namun, karena kencan butanya batal, laki-laki itu jadi tidak perlu berjaga semalaman di rumah sakit dan bisa segera pulang untuk bertemu kasur empuk sebelum besok kembali menjalani rutinitas melelahkan sebagai dokter muda.

"Loh, katanya hari ini akan jaga malam?" tanya Eli ketika melihat Noah memasukkan motor ke garasi.

"Sebenarnya, jadwal jaga malamku adalah besok. Hari ini aku hanya menggantikan teman, tetapi tidak jadi," jelas Noah.

Eli mengangguk, lalu memberi jalan pada putranya untuk masuk ke ruang utama. "Kau sudah makan malam? Kalau belum, akan Mama hangatkan sisa makan malam tadi."

"Aku sudah makan, kok," jawab Noah. "Sekarang mau langsung tidur saja."

"Baiklah. Tidur yang nyenyak, Dokter Kim. Besok pasti akan menjadi hari yang melelahkan bagimu." Wanita itu mengusap pelan kepala sang anak dan langsung dibalas kecupan pada kening oleh laki-laki itu.

Sesampainya di kamar, Noah langsung membuka baju dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Usai mengenakan piama, barulah Noah berjalan menuju kasur yang ... berantakan.

Kening Noah langsung mengernyit, sebab dia ingat betul sebelum pergi ke rumah sakit sudah membereskan kamar, bahkan buku-buku tebal bahan laporan dan alat tulis di meja telah tersusun rapi di rak, apalagi kasur yang paling mudah diakses dan bereskan.

Namun, berbeda dari keadaan terakhir kali Noah pergi, kali ini seprai kasurnya kembali kusut, satu bantal pindah ke ujung dan selimut tebal menggunduk di tengah seolah sedang membungkus sesuatu.

Tunggu!

Sepertinya benda tebal nan lebar itu memang membalut sesuatu. Seseorang meringkuk di balik selimut Noah!

"Siapa?" Noah menggumam penasaran seraya mendekat perlahan dan menyingkap sedikit selimut putih berbulunya.

"Sarah?" Pria itu membelalak saat mendapati seorang gadis jangkung nan kurus menekuk tubuh seperti posisi janin dalam balutan selimut dari ujung kaki hingga kepala. Ajaibnya, gadis itu tampaknya tidak merasa sesak sama sekali dan justru dapat tertidur dengan nyenyak seraya menikmati bunga tidur.

"Kenapa kau di sini?" Noah menggumam sembari duduk perlahan di sisi kasur. Pandangannya tidak beralih sedikit pun dari wajah polos Sarah yang tertutup segelintir helai rambut panjangnya.

"Bibi Lucy pasti mencarimu." Noah mulai mengulurkan tangan, berniat membangunkan gadis di hadapannya tepat saat Sarah sedikit menggeliat seraya menarik selimut hingga leher lalu kembali lelap setelah menemukan posisi nyamannya.

Urung Noah menyentuh Sarah, pria itu jadi tidak tega mengganggu kedamaian gadis yang tidur seperti bayi itu. Noah berpikir untuk membiarkan Sarah menginap malam ini, tetapi tentu saja tidak di kamarnya. Laki-laki itu akan menggendong Sarah dan memindahkannya ke ... ke mana?

Dahi Noah mengernyit lagi, sebab tidak menemukan solusi yang bagus. Di rumah ini hanya ada tiga kamar, milik kedua orang tuanya, Noah, dan Nicole, tetapi gadis itu tidak suka kamarnya dimasuki orang lain tanpa izin, orang tuanya sekalipun, jadi adiknya itu selalu mengunci kamar, terlebih ketika dia pergi jauh dan lama seperti saat ini.

Bagaimana kalau memindahkan Sarah ke sofa? Noah mendesah kasar saat pemikiran itu terlintas. Masa membiarkan seorang gadis cantik tidur di ruang tamu yang dingin?

"Baik-baik, kalau begitu aku akan tidur di sofa." Akhirnya Noah mengalah setelah melalui banyak perdebatan di dalam otak. Lagi pula, sejak awal memang tidak ada pilihan berupa menggendong atau memindahkan Sarah ke tempat lain karena hal itu tentu berisiko membuat si gadis Park terbangun. Noah sangat tidak menginginkan hal itu.

Setelah mengambil bantal dan selimut lain di lemari, Noah lekas keluar menuju ruang tamu. Laki-laki itu langsung mencoba berbaring di sofa abu-abu yang sempit itu, tetapi sama sekali tidak menemukan kenyamanan.

"Ini tidak bagus," gumam Noah sambil terus berusaha menemukan posisi yang nyaman. Namun, nihil, bukan hanya alas tidur, suhu di luar juga membuatnya tidak akan bisa tidur dengan nyaman, padahal Noah sangat butuh istirahat sebelum besok kembali bertempur di rumah sakit dalam waktu lama.

Lokasi desa yang ada di kaki bukit membuat udara malam menjadi sangat dingin. Belum ada satu menit, Noah kembali masuk ke kamarnya dalam keadaan sedikit menggigil.

Dilihatnya Sarah yang mendadak jadi penguasa kasur, rupanya posisi baring gadis itu telah normal dan tidak lagi menghabiskan ruang di kasur.

Lama laki-laki itu berdiri memandangi tetangganya sambil menimbang-nimbang keputusan yang harus diambil. Di tengah perasaan yang mendadak meletup-letup dan dihinggapi ribuan kupu-kupu, pada akhirnya Noah memutuskan untuk berbaring perlahan-lahan di samping Sarah.

"Ya, mau tidak mau," katanya, seolah terpaksa, meski dalam hati dia tahu betul bahwa Noah memang tidak bisa menahan diri untuk tidak membuang kesempatan.

"Aku pria baik-baik, kok," bisik Noah sambil memandangi wajah Sarah. "Aku tidak akan melakukan apa pun padamu, lagi pula, jika ada yang harus disalahkan, maka itu kau yang lebih dulu menjajah kasurku, Sarah Park."

Noah mengubah posisi telentangnya menjadi berbaring miring, lalu menyangga kepala dengan tangan kiri, memperhatikan Sarah yang minim jarak lebih seksama. Kini, telunjuk pria itu mulai menelusuri wajah stroberi gadis bermarga Park itu, mengikuti lengkung samar pada hidung lancipnya, lalu berakhir di bibir tipis Sarah.

Lama dokter muda itu mengunci pandangan pada bibir sang pujaan hati, menimbang-nimbang haruskah dia membalas perlakuan Sarah tempo hari yang mendadak menciumnya sampai Noah tidak bisa fokus selama beberapa hari?

Cup.

Noah memilih membalas tanpa banyak pikir lagi. Sebuah kecupan singkat di bibir Sarah langsung menerbitkan senyum di wajah pemilik bibir plum itu.

"Aku ... juga menyukaimu—tidak, mungkin aku mencintaimu," bisik Noah pada gadis yang sedang terlelap itu. "Aku cemburu jika kau berduaan terus dengan Seth. Sejujurnya, aku takut kau menikah dengan lelaki itu."

Noah menghela napas dalam-dalam. "Haruskah aku melamarmu besok? Aku ... ingin kau menjadi istriku, Sarah Park."

Tidak ada jawaban. Sarah hanya menggeliat sedikit kemudian memeluk apa pun yang ada di dekatnya dan kebetulan sekarang ada Noah di sampingnya. Noah tersenyum lagi melihat tingkah gadisnya, kemudian membisikkan ucapan selamat malam, serta membalas pelukan Sarah.

Sekali lagi, kalau ada yang harus disalahkan atas pilihan Noah malam ini, maka Sarahlah orangnya!

Paginya, Eli heboh melihat Noah dengan calon menantunya yang masih tidur lelap sambil berpelukan. Tiba-tiba dia merasa beruntung karena semalam lupa memberitahukan keberadaan Sarah di kamar Noah.

29.12.19

💜

9/3/20

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

9/3/20

Revisi 11/2/23

Being Parents (SOWJIN)Where stories live. Discover now