Jennie berlari menuju gerbang sekolahnya. Jam di tangan kirinya akan menunjukkan pukul tujuh dalam 30 detik lagi dan tandanya bila ia tidak sampai dalam waktu itu maka ia akan telat.
Jennie merapalkan doa, ia berharap yang menjaga gerbang sekolah saat ini bukan si Ketua Osis alias sang kekasih, Jeon Wonwoo. Ia tidak bisa membayangkan hal apa yang akan terjadi bila ketahuan telat oleh kekasihnya itu lagi.
Ia benar-benar sial kalau berurusan dengan keterlambatan di sekolahnya. Selalu saja Wonwoo yang menjaga gerbang saat dirinya telat. "Gue curiga, laki gue masang gps di tas, sepatu atau ponsel gue. Kenapa setiap kali gue telat selalu ada dia," gumam Jennie.
Langkah kaki Jennie seakan memelan saat mendapati sosok Wonwoo berdiri di balik gerbang sekolahnya. Gerbang itu telah tertutup rapat dan dijaga oleh kekasihnya sendiri.
"Percuma gue lari. Percuma!"
Jennie memasang wajah lesunya saat kedua netranya bertatapan langsung dengan netra Wonwoo yang tengah bertolak pinggang. Ia tahu kekasihnya tidak akan memperlakukannya berbeda, dan sudah dipastikan nasibnya bersama dengan siswa yang terlambat.
"Jennie Kim. Kelas 12 IPS 3. Terlambat untuk kelimabelas kalinya dalam tiga bulan berturut-turut."
"Tidak bisakah kamu tidak mencatat namaku? Kalau sampai lima kali lagi, orangtuaku akan dipanggil. Ayolah, Sayang."
Jennie memasang wajah penuh harap. Ia tersenyum saat Wonwoo tersenyum ke arahnya. "Sungguh ganteng sekali kekasih pujaan hatiku ini."
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Terima kasih pujiannya, Nona Jennie. Silakan berbaris di sebalah sana bersama dengan siswa yang terlambat."
Jennie harusnya tahu dibalik senyum itu. Sungguh kekasihnya itu sangat-sangat menyebalkan. "Curang sekali menggunakan senjata rahasianya untuk mengalihkan perhatianku! Jeon sialan Wonwoo!"
Jennie membelalakan matanya saat mendengar perkataan Wonwoo. Ia sama sekali tidak ingin membersihkan toilet lantai tiga itu. "Enggak mau! Aku enggak mau!"
Wonwoo menghela napasnya. Ia berjalan mendekat ke arah Jennie, "Aku akan membantumu, Sayang," bisik Wonwoo.
Jennie tersenyum. Ia lupa, setiap kali mendapatkan hukuman dari Wonwoo karena telat. Kekasihnya itu akan dengan sukarela membantunya. Tentu saja jauh dari pengawasan guru piket. Enggak apa membersihkan sendiri, asalkan bisa berduaan, pikirnya.
"Aku sudah mengabari kedua orangtuamu kalau kamu sudah telat limabelas kali."
"What?! Are you--ups!"
Wonwoo menaikan sebelah alisnya saat mendengar umpatan Jennie. Ia mengembuskan napasnya pelan. "Kedua orangtuamu dan orangtuaku meminta aku untuk menjemputmu setiap kali berangkat sekolah. Katanya, sangat tidak terhormat bila anak dari pemilik sekolah terlambat terus menerus."
"Salahkan mereka yang tidak mengizinkan anaknya di antar oleh supir. Bahkan kekasihnya pun tidak ada niatan menjemput," sindir Jennie.
Wonwoo tersenyum.
"Okey! Aku enggak akan mengeluh lagi! Aku akan ke lantai tiga sekarang!"
Wonwoo tersenyum menatap kepergian Jennie dengan menghentakkan kedua kakinya dengan kesal. Ia menyerahkan buku yang berisi daftar telat kepada Doyoung. "Gue akan menyusul Jennie ke lantai tiga. Tolong awasi mereka."
Doyoung memutar kedua bola matanya malas. "Katanya enggak mau anak emasin pacar sendiri. Tapi, ini malah bantuin hukumannya. Halah! Apanya yang disamaratakan!"