#15. Perkara Rasa

74 20 7
                                    

Ada rasa yang tak mampu bersuara.

Ini tentang perkara yang tidak ada habisnya.

Tentang dia yang memaksa bersama. Juga tentang rindu yang tak kunjung bersua.

Jika awal cerita ini adalah perpisahan, maka akhirnya adalah sebuah kepergian,
Kita terlalu bahagia dengan pertemuan pertama, sampai lupa bahwa kamu adalah luka yang sebenarnya.

Aku kira semesta memberiku kesempatan untuk bahagia saat itu,
Tapi ternyata tidak, pertemuan itu justru mengantarkanku pada sebuah ruang pilu,
Dan kamu adalah pilu sekaligus candu bagiku.

Dan sekarang,
Derai tawa itu kini sudah berganti menjadi luka,
Kebahagian itu kini kembali berubah menjadi nestapa,
Retisalya juga kini sudah kembali menjadi penguasa atas segalanya.

Rangkaian kata diksimu sudah jarang aku baca,
Rekaman suaramu juga tidak lagi pernah terdengar di telinga.

Untuk itu aku katakan,
Kamu, sudah seharusnya tidak memaksaku untuk membangun asmaraloka,
Tidak seharusnya kamu menggantungkan pancarona.

Karena sekarang,
Semua itu sudah hilang,
Sejak kau pergi tanpa permisi,
Sejak sajak-sajakmu yang tidak pernah terdengar lagi.

Kini, hanya tinggal aku seorang diri,
Menatap sepi dalam sunyi,
Merangkai kata menjadi puisi,
Juga menikmati hujan dengan sendiri.

Rintik Kata,2020















Prosa RasaWhere stories live. Discover now