30 : Nyatanya

12.8K 1.1K 70
                                    

Ibu Nilam tampak terpana melihat perubahan putra pertamanya beberapa hari ini. Dirga yang sebelumnya memang berusaha mendekatkan diri namun masih terasa dingin dan kaku. Kini jadi jauh lebih baik. Tak ada lagi sapaan kaku ataupun panggilan saya melekat pada dirinya.

Walaupun ini terasa aneh, tapi ibu Nilam mensyukuri perubahan itu. Dan Dirga tampak lebih peduli dan bersedia mendengar semua nasehatnya. Termasuk nasehat mengenai kedekatan tak wajar antara Dirga dan Kaya.

Walau raut wajahnya terlihat terluka, tak terima dan tak bersemangat saat menerima nasehatnya itu tapi Dirga berkata akan melaksanakan nya. Itu sudah lebih dari cukup bagi Nilam. Karena baru kali ini Dirga mau memenuhi permintaan nya setelah tak pernah di dengar sebelumnya.

*****

"Ga, kamu gak papa?" Kaya merasa belakangan ini ada yang berbeda dari Dirga.

Mereka memang selalu makan siang bersama dan sering bertukar pesan, tapi sepertinya Dirga mulai menjaga jarak darinya, bukan secara fisik tentu saja, mengingat hubungan mereka baik-baik saja sampai saat ini. Dirga tak seperti dirinya yang Kaya kenal, dia tak sebebas dan sesantai sebelumnya. Jujur Kaya merasa sedikit kehilangan. Walaupun mulutnya dan tangan nya sering menolak tapi hatinya menyukai perlakuan itu semua. Tak di pungkiri dia rindu Dirga yang dulu.

"Gak papa Key, cuma lagi banyak pikiran aja."

"Mau cerita?" Tawar Kaya.

Dirga mendongakkan kepalanya saat Kaya menawarkan diri seperti ini, hingga tatapan mereka bertemu.

"Aku bukan mau ikut campur kok, tapi siapa tahu beban pikiran kamu sedikit berkurang setelah cerita." Terang Kaya.

"Tori liat kita saat malam Minggu kemarin di kafe." Ucap Dirga.

Kaya sontak terdiam, makanan di dalam mulutnya tiba-tiba terasa susah untuk di telan setelah mendengar ucapan Dirga. Jadi inikah alasan keanehan sikapnya.

"Lalu?"

"Dia curiga sama kedekatan kita yang gak wajar. Tori sempat memfoto kita di kafe itu. Bagus lho fotonya, aku minta tapi gak dikirim sampai sekarang."

"Ehh?"

Dirga tertawa, dia selalu merasa wajah Kaya terlihat lucu saat berekspresi bingung seperti ini.

"Gak lucu Dirga." Sungut Kaya.

Ketegangan diantara mereka sedikit berkurang akibat candaan Dirga tadi.

"Tori mengadu ke mama dan mama nasehati aku. Kamu paham lah seperti apa kira-kira nasehatnya."

"Iya aku paham kok, dan aku siap jika mama kamu nyuruh kamu jauhin aku. Wajar kok." Jelas Kaya, dengan senyum terpaksa.

"Bukan jauhin secara fisik tepatnya tapi aku disuruh menjaga hati. Karena aku jatuh cinta sama kamu Key, yah aku tahu ini gak bener dan gak wajar. Kita saudara, ada darah papa mengalir di kamu dan aku. Awalnya aku kira ini rasa sayang antar saudara, karena kita memang baru dekat setelah dewasa. Tapi lama-lama aku sadar kalo ini beda. Aku benar-benar jatuh hati sama kamu Key." Dirga memandang Kaya dengan pandangan lemah.

Kaya terkejut mendengar penuturan Dirga. Nyatanya dia juga merasakan hal yang sama. Ingin Kaya menjadi egois sekali ini saja, ia sudah lelah pura-pura kuat seperti ini. Sudah lama ia tak merasakan kasih sayang dari seorang laki-laki, hingga kedatangan Dirga datang menawarkan semua rasa itu. Ingin rasanya ia mengatakan semua kenyataan yang hanya dia dan pak Gunawan yang tahu, walau mungkin bagi Dirga ini terkesan dibuat-buat hanya demi melegalkan perasaan mereka. Apakah Dirga akan mempercayainya. Disisi lain ia juga berpikir bisakah dia menerima ibu Nilam di kehidupannya. Dewi batin Kaya berperang lagi di dalam sana.

"Maafin aku Key, sebenarnya aku pingin jauhin kamu, tapi aku pikir menjauh bukan solusi. Seperti saat kamu jauhin aku dulu, yang ada kita sama-sama sakit. Jadi aku pingin kita tetap kayak gini, walau mungkin aku harus menjaga hati aku, agar jika suatu saat kamu jatuh cinta sama orang lain dan menikah, aku bisa lebih kuat menahan sakit akibat patah hati."

Kaya tersenyum memandang lelaki di depannya itu. Lelaki itu lebih muda darinya tapi bisa bersikap se dewasa ini kepadanya.

"Kamu tahu Ga, wajar jika ibu Nilam khawatir. Selain jatuh cinta sama saudara, kamu juga jatuh cinta sama wanita yang lebih tua. Yang muda dan cantik banyak tahu. Walau seandainya kita gak saudara pun, mungkin ibu kamu berat mengijinkan kamu berdekatan dengan wanita tua." Canda Kaya, walau sebenarnya ia mengungkapkan kebenaran secara tersirat.

"Gak sama Key, kalau kamu bukan saudara aku, aku akan terus memperjuangkan perasaan aku ke kamu sampai mendapatkan restu mama, terserah apa kata orang lain, karena semua ini aku yang rasakan."

Kaya kembali tersenyum melihat sikap impulsif Dirga. Dia salut dengan semangat lelaki ini. Tak seperti dirinya yang kini merasa semakin rendah dan menutupi diri. Kaya berdoa semoga lelaki didepannya dipersatukan dengan gadis yang baik, walau mungkin bukan dirinya, karena Kaya enggan mengungkapkan kebenaran nya. Ia siap selamanya menyimpan rahasia ini.

*****

Dirga memegang amplop putih bertuliskan 'Untuk Kanaya Sabitha' itu. Di depannya sedang ada api yang membakar rumput dan dedaunan kering halaman belakang rumahnya. Dirga ingin membakar amplop itu, sesuai pesan papanya. Sebenarnya dia sangat penasaran apa isinya tapi kembali dia menguatkan diri untuk tak membuka amplop itu, karena itu bukan hak nya.

Setelah lama melihat amplop tersebut Dirga akhirnya akan mencampakkan amplop tersebut ke api hasil bakarannya.

"Kak, udah selesai belum bakar-bakar nya? Dicari mama tuh di depan."

"Iya, udah." Ucap Dirga sambil memandangi apa terbakar di depannya, lalu beranjak menuju ke depan.

Dia membantu ibunya yang sedang sibuk melayani pelanggan di toko kelontong depan rumahnya itu, karena Tori tak bisa menolong, adiknya itu sedang sibuk belajar untuk ujian nasional.

Api yang merah membara itu terus membakar apa pun yang ada di dalamnya, tanpa mengetahui bahwa ada sesuatu besar yang ia hanguskan disitu. Karena nyatanya api tak tahu menahu soal itu. Ia hanya melahap apapun yang sudah diberikan kepadanya.
_______________________

Fiuh... Cerita ini sisa 2 part lagi.
Siap-siap berpisah dengan cerita ini. 😊

JanjiWhere stories live. Discover now