"Tapi jam kerja ku berakhir di sore hari." Jisung memutar otak untuk mencari alasan agar menghindar dari Minho. Ia tak yakin hatinya sanggup berhadapan lagi dengan Lee Minho."Kopi setelah bekerja kalau begitu." Dia menyarankan.
"Ba-baiklah." Jisung tak punya jawaban lain selain setuju. Ia hanya bisa berharap semua baik baik saja nanti sore.
"Aku keluar dulu, aku akan kembali nanti sore. Sampai jumpa, Jisung." Seungmin tiba tiba pergi meninggalkan mereka berdua.
Kecanggungan terasa di sekitar mereka, membuat suasana sedikit tidak nyaman.
"Aku akan kesini nanti. Aku pergi dulu, Ji. Jangan lupa."
Oh, bagaimana Jisung akan lupa?
***
Jisung melihat jam perpustakaan gelisah. Jam lima nanti jam kerja nya akan selesai. Ia biasanya selesai jam tujuh, tetapi di ubah sekarang. Pria tua itu memang baik hati.
Ia tak henti hentinya membenahi rambut atau bajunya. Bagaimana jika Minho berpikir ia sangat lusuh nanti? Dia sangat gugup sekaligus senang. Sampai sampai otaknya hampir meletus memikirkannya saja.
Laki laki yang ia tunggu akhirnya masuk, Jisung tersenyum spontan. Minho terlihat sangat mempesona. Ia di balut kemeja putih yang sangat terlihat pas di badannya.
"Hai, Seungmin sudah kesini?" Minho melihat sekitar, mencari Seungmin yang seperti biasa akan menutup perpustakaan.
"Belum. Tak apa kan?"
Pertanyaanya dijawab dengan tindakan. Laki laki berambut hitam itu duduk di kursi samping Jisung, tepat dibelakang meja kayu yang biasa di gunakan untuk tempat peminjaman buku.
Minho mengamati Jisung, rambut pirang Jisung yang terlihat halus, sampai sampai Minho ingin menyentuhnya. Raut Jisung yang seperti gadis kecil, lugu dan menggemaskan. Kegiatannya mengagumi Jisung terganggu oleh Seungmin yang baru saja datang.
Ia refleks menggenggam tangan Jisung keluar dari gedung itu. Lalu ia mengetahui sesuatu--tangan Jisung sangat lembut, dan ia hampir tak ingin melepaskan genggamannya.
***
Minho membawanya ke kafe dimana Jisung pertama kali melihat laki laki itu. Jisung selalu berfikir kenapa kisahnya jadi seperti ini, kisah klise yang sering terjadi. Tapi semuanya terasa begitu spesial. Apa karena Minho tokoh utamanya? Jisung tak habis pikir.
"Terima kasih." Jisung mengambil kopi dari tangan Minho. Ia membalas dengan senyuman.
"Aku ingin mengembalikan ini." Minho memberi handphone nya.
Jisung tersenyum lebar, tak mengira barang itu ada padanya. "Ah, terima kasih!"
"Dan tentu saja sudah ada nomorku didalamnya." Minho melanjutkan. Jisung hanya tertawa saking gugupnya.
"Jadi, kenapa kau tinggal bersama Bora?" minho memulai pembicaraan lagi.
"Aku diusir. Oleh ibuku." Jisung malu mengakui itu, tapi berbohong itu tak baik.
"Kau tidak terlihat seperti anak nakal. Aku sangat penasaran, tapi kau tak perlu memberi tahu kalau kau tak nyaman."
"Aku tidak berbuat sesuatu yang buruk kau tahu." ia menatap Minho dengan wajah yang tak terdefinisikan.
"Kau berpacaran dengan Bora?" Minho bertanya lagi.
"Tidak! Dia teman baikku, lagipula aku tak akan suka padanya." Laki laki berambut pirang itu tertawa. Membayangkan ia menyukai Bora sudah seperti akhir dunia. "Aku tidak suka perempuan, Minho. Itu juga alasanku di usir. Kau boleh menjauhiku sekarang."
Tak di duga, Minho tersenyum tanpa ada rasa terkejut. "Aku tahu, Ji. Maafkan aku, tapi handphonemu tak dikunci dan aku melihat galeri foto mu. Aku tak sengaja, aku bersumpah!" minho mengangkat dua jarinya ke atas.
"Lagipula Ji, itu bagus. Artinya kau tak akan menyukai Bora walau kalian serumah." Minho meminum kopinya yang mulai mendingin.
Jisung tak mengerti maksud Minho. Apa yang ia katakan, apa yang ia pikirkan, semua tak bisa Jisung mengerti. "Kau menyukai Bora?"
Jisung memberanikan diri bertanya, namun langsung dihadiahi tatapan dari Minho.
"Tidak. Aku menyukaimu, Ji."
KAMU SEDANG MEMBACA
Girls [Minsung] ✅
Fanfiction[Minho x jisung] Minho pikir ia adalah pria yang tak punya rasa kasih. Yang hanya memiliki wajah tampan, memacari banyak orang hanya karena kasihan. Tapi semenjak ada pria pirang itu, ia dapat merasakanya. Rasa yang ia tunggu. Minho tak pernah mer...