reuni

7.5K 1K 1.1K
                                    

Seorang pria dengan kemeja putihnya yang lusuh kini berdiri di depan pintu rumah tua. Arsitekturnya khas joglo hanya saja seluruh bangunan terbuat dari kayu jati. Dengan sedikit gemetaran, ia memberanikan diri mengetuk pintu.

Tepat di ketukan kedua, pintu itu terbuka dengan sendirinya.

Pria tadi meneguk ludah kasar kemudian memberanikan diri masuk ke dalam rumah.

"Jefri Bagaskara." panggil sebuah suara di tengah ruang. Wajahnya tertutup tirai.

Pria yang dipanggil Jefri tadi mendudukkan diri tepat di depan sebuah dipan. Ada kemenyan menyala dan beberapa bunga kantil di atasnya.

"Apa tumbalmu?"

Jefri meneguk ludah sekali lagi. Baru aja duduk, dia udah ditanya demikian.

Ia menyodorkan sebuah foto keluarga.

"Itu.. foto saya, istri saya dan anak saya, Mbah."

Dukun laki-laki itu tertawa miring. Nampak tidak begitu tertarik dengan penawaran Jefri.

"Kamu nggak sungguh-sungguh ingin menumbalkan mereka, kan?"

Jefri hanya menunduk sambil mengelus lengannya bingung. Jujur ia sangat tidak ingin kehilangan keduanya. Rumah tangganya baru berjalan 3 tahun. Dengan Mark, anaknya, akan berulang tahun ke-2 dalam beberapa bulan ke depan.

Tapi PHK besar-besaran dari perusahaan tempatnya bekerja sangat berdampak pada kondisi keuangan keluarganya. Apalagi Tyara, istrinya, sudah didesak sama mertuanya buat ninggalin Jefri. Membuat pria ini kelabakan mencari cara tercepat mengembalikan pendapatan.

"Kamu punya tanah peninggalan leluhur di Kramat Jati yang ingin dijual buat usaha?"

Mata Jefri membola. Dari mana dukun di depannya bisa tau?

"Jadikan tanah pemakaman."

"Tapi, mbah.."

"Kamu ingin penghasilan instan untuk saat ini, kan?"

Jefri mengangguk. Memang benar dia ingin pendapatannya kembali. Bahkan kalo bisa berlipat ganda hanya melalui penjualan tanah. Meski ia sendiri bingung karena gaada sesuatu yang bisa ditumbalkan.

"Lalu, saya harus numbalin apa, mbah? Eumm.. Maksud saya.. kalo bisa jangan istri dan anak saya."

Dukun di balik tirai itu tertawa remeh. Perlahan ia menampakkan wajahnya yang penuh goresan luka di depan Jefri. Membuat pria itu terkejut.

"Saya juga nggak tertarik dengan mereka."

"Lantas mbah tertarik sama siapa? Saya?"

Dukun tadi meludah ke arah kiri. Apa-apaan pertanyaan Jefri barusan?

"Ari-ari 2 bayi."

Jefri mengerutkan kening bingung.

"2 bayi kamu yang lahir bersamaan."

"B-baik, mbah. Saya sanggup." jawab Jefri cepat. Takut-takut dukun tadi berubah pikiran dan menarget istri atau anaknya.

Dukun tadi mengetukkan jemarinya ke atas meja.

"Tapi salah satu dari 2 bayimu bakal 'istimewa' dan kamu harus menerima keduanya. Jangan coba-coba dimusnahkan."

Gelagapan sama pandangan dukun itu, Jefri hanya sanggup mengangguk. Tangannya gemetaran mengeluarkan sisa tabungan untuk dibayarkan.

"Ini mbah. Apa masih kurang?"

Dukun tersebut menggeleng. Kemudian memberikan secarik kertas dengan warna kekuningan.

turanggaWhere stories live. Discover now