19. Story About Koflain Family #4 (End)

1.9K 135 24
                                    

"Ava!"

Panggilan itu menghentikan kaki Lean yang sedang berlari. Sejak demamnya turun seminggu lalu, Lean sering melarikan diri dari ayahnya. Dia tidak mau mengganti perban di badannya. Rasanya masih menyakitkan bagi Lean.

"Sini, jagoan..."

"No!" Lean berlari dan begitu melihat badan ibunya, Lean langsung menubruk badan ibunya dan bersembunyi di balik badan ibunya.

"Kenapa?"

"Daddy tuh mom..."

"Kenapa daddy?"

Lean diam saja. Dia sengaja memeluk erat pinggang ibunya yang sedang menata bunga di vas yang ada di ruang makan.

"Ava..." panggilan itu membuat Lean semakin mengeratkan pelukannya.

Alisa terkekeh saat melihat suaminya membawa perban dan juga kapas. Dia tahu putranya melarikan diri dari sesi ganti perban.

"Ava... kalau tidak diganti nanti lukanya tidak sembuh-sembuh," ujar Alisa.

Lean tetap memeluk pinggang ibunya.

"Mommy..." rengeknya.

"Katanya mau ikut tanding basket. Kalau begini mana bisa ikut," ujar Alisa.

Theodore seperti mendapat ide.

"Ava tidak mau ganti perbannya?"

Lean mengintip dari balik bahu ibunya. Tinggi Lean memang sudah mencapai 160 cm walau dia masih kelas 4 sekolah dasar.

"Ya sudah. Daddy telepon teman-temanmu saja. Daddy bilang kamu tidak ikut tanding basketnya,"

Saat Theodore berbalik, gantian kini Lean yang panik. Dia langsung berlari ke arah ayahnya. Menggelayuti lengan ayahnya agar sang ayah tidak menelepon temannya. Peduli setan dengan dia seperti anak manja. Masa depan pertandingan basketnya sedang dipertaruhkan disini.

"Jangan daddy!" Rengek Lean.

"Habis, lukamu itu belum sembuh. Lebih baik kamu absen saja di pertandingan kali ini,"

"No! Daddy... Ava mau ikut tanding.."

"Lukamu itu belum sembuh Ava,"

"Pokoknya Ava mau ikut tanding..."

"Ya sudah, ganti perbannya dulu..."

Terpaksa, Lean mengikuti ayahnya. Dia duduk di atas ranjang besarnya dan mencengkran bantal besar miliknya kuat-kuat. Lukanya memang masih menyakitkan. Terlebih dengan segala alkohol untuk mensterilkan lukanya. Semakin sakit saja luka-lukanya itu.

"Ava..."

"Hmm?"

"Daddy minta maaf,"

"Bukan daddy yang bikin Ava seperti ini," ujar Lean.

Theodore semakin bersalah saja pada putranya. Putranya sangat baik. Theodore membalut luka itu dengan perban baru dan dia membantu Lean memakai pakaiannya.

"Daddy,"

"Hm?"

"Kenapa daddy dan mommy dulu suka bertengkar?"

"Itu... daddy..."

Lean menatap ayahnya dan akhirnya diam saja. Dia memilih menyalakan televisi di kamarnya dan menyalakan mesin game miliknya. Dia mengambil alat console dan memberikan satu pada sang ayah.

"Temani Ava main, dad. Ava bosan main sendirian,"

"Tugas rumahmu?"

"Sudah selesai. Bahkan sudah Ava kirim ke gurunya,"

[KS #3] The Untold Stories of Kanzpia SeriesWhere stories live. Discover now