Dia Jodoh Istikhorohku

155 6 0
                                    

Waktu berlalu begitu cepatnya. Dia telah mengantarku pada detik-detik pernikahanku dengan lelaki keturunan Bangkalan yang dijodohkan denganku. Aku sudah bersiap-siap untuk pulang.

“Assalamualaikum ukhtiy Naila.”

Ilham kembali mengganggu pikiranku dengan inboknya itu. Kenapa kamu harus muncul lagi setelah aku berusaha mati-matian untuk melupakan kamu? Aku membiarkan pesannya.

“Ukhtiy Naila kok nggak jawab salam saya, dosa loh kalau nggak jawab salam.”
“Waalaikumussalam.” Sedikit terpaksa aku membalas inboknya.
“Seperti ada yang beda dari cara kamu balas pesan saya.”
“Apanya yang beda sih. Maaf kalau kesannya saya gak peduliin sampeyan, tapi harusnya sampeyan ngerti lah, hari ini saya punya acara penting.”
“Oh iya ya. Maaf saya lupa Naila. Sekalian mumpung ingat saya mau ucapkan selamat menikah ya. Saya harap kamu bisa membangun keluarga yang diridhoi Allah. Maafkan kesalahan dan khilaf saya ya Naila. Maaf sekali.”

Mataku mulai basah. Pikirku bisa-bisanya Ilham mengatakan itu padaku, apa dia tidak tahu kalau aku sakit, kalau hatiku sakit mengetahui responnya seperti itu.

”Seharusnya saya yang minta maaf sama sampeyan, saya sudah terlalu merepotkan sampeyan. Maafkan saya, apalagi masalah kaos dan topi sampeyan. Maaf ya!”
“Sama sekali saya tak pernah merasa direpotkan sama kamu Naila. Malah saya senang bisa bantu kamu.”
“Oh iya lupa, saya punya kejutan buat kamu, penasaran nggak???”
“Pastinya... apaan?”
“Sabar dulu dong, saya masih ada acara. Ntar habis acara saya langsung kasih tahu kamu.”
“Ok. Sebelum dan sesudahnya saya minta maaf Ilham.”
“Naila... naila... kamu ini hobinya minta maaf ya? Gak selesai-selesai mulai tadi minta maafnya. Mau minta maaf untuk apa Naila?”
"Setelah hari ini saya gak akan sebebas ini chattan sama kamu. Kamu ngerti kan?”
“Yes, I understand. Kamu tenang saja Naila, kalau saya butuh sama kamu saya telpon suamimu dulu mau minta ijin, hehe...”

Ilham, Ilham... masih sempat-sempatnya kamu menggurauiku seperti ini. Tapi makasih ya, aku udah bisa tersenyum gara-gara baca pesan kamu. Aku menyudahi inbokanku dengan Ilham dan merapikan kembali make upku.

Acara akad nikah akan segera digelar. Para undangan sudah rampung dan akadnya pun dimulai. Hatiku semakin kacau, entah apa yang sedang aku rasakan hari ini. Bahagia ataukah sedih atau bagaimana aku tak mengerti.

“Yaa Nazril Ilham bin Fadli Alfi saya menikahkan dan mengawinkan kamu dengan Intan Naila Safitri binti Ahmad Fauzi dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta emas dua gram dibayar tunai.”
“Saya terima menikahinya dan mengawininya dengan mahar tersebut.”

Lantunan kalimat tahmid dan tasbih telah memenuhi telingaku. Kekhusyukan dalam mengamini doa-doa yang dipanjatkan sang penghulu telah tercipta. Tetes demi tetes air mata telah menggenangi mata demi mata yang menghadiri acara pernikahanku itu. Mulai detik ini aku telah resmi memiliki seorang pendamping. Ah ya, aku baru ingat penghulu tadi menyebut nama Nazril Ilham saat ijab kabul. Maa SyaaAllah... ada apa denganku, aku sampai tidak meperhatikan namanya. Ah... rasa penasaranku pun membuncah. Sungguh, aku sangat ingin bertemu dengannya. Aku ingin memastikan dia Ilhamku apa bukan.

Tak seperti adat yang telah berlaku, biasanya sang pengantin perempuan yang menunggu kedatangan sang suami, tapi di pernikahanku saat ini ada tradisi baru. Suamiku yang menungguku. Ok. Aku fine-fine saja mau pake cara apa pun yang penting aku harus segera bertemu dengannya. Ayah dan ibuku mengantarku sampai di pintu kamar. Begitu aku tiba di kamar, aku seperti dejavu. Aku pernah merasakan momen ini, aku melihat suamiku duduk membelakangiku dan berkemeja merah ati sama seperti di mimpiku tapi bedanya dia sekarang memakai peci bukan topi.

“Assalamualaikum...”
“Waalaikumussalam...”

Mendengar suara itu aku jadi yakin kalau orang yang ada dihadapanku ini memang beneran Ilham.

“Mas... isterimu sudah datang...” Aku berkata pelan. Perlahan dia bangkit dan beranjak mendekatiku.
“Surprise......”

Begitu kata-katanya begitu tiba di hadapanku. Allah... apa aku sedang bermimpi? Aku cubit sedikit lenganku. Ternyata, sakit. Ya, aku sedang tidak bermimpi.

“Hei... kok bengong? Kamu apa kabar Naila?”

Air mataku meleleh. Aku terharu dengan kejutan ini. Aku bahagia karena apa yang dicita-citakan aku akhirnya menjadi kenyataan. Dia beneran Ilham, Ilhamku, Ilham yang selalu mau mendengarkan curhat-curhatku. Aku jadi salah tingkah dibuatnya. Aku malu sekali, dia selama ini sudah tahu tentangku.

“Sayang... udah dong jangan nangis gitu. Kamu tahu kan aku paling gak bisa lihat cewek nangis. Senyum dong, ini kan hari pernikahan kita, kita harus bahagia.”

Ilhamku melontarkan kata-kata manjanya. Bagaimana aku tak mau menyayanginya, bagaimana aku bisa melupakannya, dia benar-benar perhatian sama aku. Dia mau bantu aku dan mau selalu ada buat aku. Apalagi saat ini dia memang telah benar-benar menjadi bagian dari hidupku. Aku tak akan menyia-nyiakannya. Dia adalah anugerah terindah dan sangat berharga untuk aku. Dia adalah jodoh istikhorohku. Aku melabuhkan tubuhku kedalam pelukannya.

“Saya tidak menangis mas, saya hanya terharu dan sangat bersyukur dengan semua ini.”

Aku melepas pelukanku lalu mengajaknya duduk di sofa dekat tempat tidur. Aku merebahkan tubuhku dan meletakkan kepalaku di pangkuannya. Sesaat kemudian tatapan kami bersatu.

“Seneng nggak?”
”Udah tahu masih nanya, nyebelin deh.”
“Eits baru nikah kok udah nyebelin, gimana sih?”
“Iya iya maaf sayang... tentu saja saya bahagia mas.”
“Sayang tahu nggak?”
“Apa?”
“Ternyata ayahku nggak salah memilihkan jodoh buat aku.”
“Kenapa?”
“Kamu cantik sekali. Dan aku berharap hati kamu juga cantik ya.”
“Aaamiin...”
“Tapi ngomong-ngomong kok bisa ya ini terjadi, saya masih nggak habis pikir loh mas.”
“Sayang... kalau Allah sudah berkehendak gak ada yang nggak mungkin.”
“Mas tahu nggak, saya baru tahu nama suami saya itu pas setelah akad nikah.”
“Oh iya, kok bisa, jadi kamu benar-benar nggak tahu bibit bobotnya calon suami kamu gitu?”
“Ya saya pasrah saja sama ayah mas.”
“Keterlaluan kamu sayang. Masak iya nggak nanyain namanya, padahal nih ya, biasanya cewek kalau ada yang mau meminang pasti nanya namanya dulu. Kamu kok beda?”
“Ya mana saya tahu mas. Saya beneran lupa untuk nanya nama ke ayah, saya hanya minta foto tok.”
“Sayang... sayang... kamu ini benar-benar nggak peka banget ya, padahal mas udah kasih kode-kode ke kamu, soal yang nanya, kamu mau nikah sama siapa? Kepo... mas kan udah bilang mau nikah sama orang Sumenep. Bahkan sampai sebelum acara tadi, mas udah bilang mau kasih kejutan... masak nggak peka sih”
“Bukan saya nggak peka mas, bahkan melebihi peka. Sejak awal saya berkenalan sama mas pun saya sudah merasakan hal yang berbeda mas. Tapi saya itu takutnya dibilang GR atau apalah, kan gengsi saya. Trus kalau bukan saya yang akan mas nikahi apa jadinya saya, bisanya meratapi nasib karena cinta tak kesampaian. Ih... malas banget saya berurusan dengan kayak gituan mas.”
“Iya, iya deh...”
“Sekali lagi mas tanya sama kamu, kamu bahagia kan dengan kejutan yang aku kasih?”
“Mas... apa yang saya alami saat ini adalah impian terbesar saya mas.Jadi bagaimana mungkin saya tidak bahagia jika apa yang sangat saya impikan menjadi kenyataan.”
“Dalam setiap doa-doa tahajjud dan istikhoroh saya yang selalu saya pinta pada Allah adalah jodoh yang sholih, baik dan pengertian sama saya. Dan asal sampeyan tahu, ketika saya berdoa seperti itu yang muncul dalam otak saya itu adalah mas. Saya sangat berharap sekali bisa dipersatukan dengan mas. Tapi saya dibuat kecewa saat tahu kalau mas mau menikah. Saya sakit hati mas, apalagi ditambah kata-kata mas sebelum acara tadi.”
“Dan Allah maha tahu dan maha mendengarkan permintaan hambanya, Allah mengabulkan setiap doa-doa saya. Mas harus tahu kalau hadirnya mas dalam hidup aku itu merupakan anugerah terindah yang Allah berikan kepada saya. Izinkan saya mengabdi kepadamu mas dan bimbinglah saya.”
Mas Ilham mencium lembut keningku. Langit begitu cerah menyapa bumi. Burung-burung beterbangan, berkicau ria seakan ikut merasakan kebahagiaanku saat itu. Kini lengkaplah sudah impianku dapat bersatu dengan orang yang sangat aku sayangi, NAZRIL ILHAM.

Jodoh istikharah (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang