Bagian IV: Luna dan Keresahannya

123 20 3
                                    

Mereka berempat berjalan berdampingan menuju kafe terdekat dari SMA. Taehyung menilik gadis di depannya yang sibuk mendengarkan ocehan Jihee. Sedangkan, Jungkook sibuk dengan game di ponselnya. Keempat orang tersebut sampai di kafe yang lumayan ramai oleh muda-mudi yang ingin menghabiskan siang itu dengan berbagai alasan.

Mereka mengambil tempat di lantai dua yang cukup sepi, memesan makanan dan minuman masing-masing. Taehyung duduk berhadapan dengan Luna. Dia tak henti memandangi Luna yang bersusah payah mengabaikannya. Segelas americano yang Luna pesan datang bersama pesanan yang lain. Sambil berdiskusi panjang lebar, mereka menyempatkan makan siang. Jihee yang paling semangat dalam membahas topik diskusi mereka yang juga merupakan tugas dari pak guru.

Karena terlalu semangat menjelaskan argumennya, Jihee tanpa sengaja menyenggol minuman Luna yang masih seperempat gelas. Semua orang heboh karena hal itu.

"Astaga! Luna, maaf!"

"Tidak apa-apa, Jihee. Aku bisa mencucinya di laundry nanti."

"Tapi, itu akan susah dihilangkan," sahut Jungkook yang juga khawatir.

Luna menggeleng, meminta izin, "Aku akan ke toilet sebentar untuk mengurangi nodanya."

Luna beranjak menuju toilet. Noda kecokelatan itu mengenai baju dan rok bagian atasnya. Taehyung yang cemas pun menyusul gadis itu ke toilet, menunggunya di depan pintu toilet dengan sebuah hoodie hitam miliknya.

"Taehyung?"

Luna terlihat kebingungan kala mendapati Taehyung yang berdiri di depannya. Pria itu menyodorkan bajunya pada Luna dengan mengalihkan pandangan karena seragam putih gadis itu menampakkan kulit Luna samar-samar.

"Untuk apa?"

"Pakai ini. Kau takkan sanggup keluar dengan penampilan begitu."

Luna mengernyit, mencoba mengamati penampilannya saat ini. Dan dia baru sadar kalau seragamnya menjadi tembus pandang. Rona merah lamat-lamat terlihat di pipi putih gadis itu.

"Baiklah. Terima kasih."

Dengan cepat, Luna menerima baju Taehyung dan masuk kembali. Taehyung menunggu gadis itu keluar lagi. Tak berselang lama, Luna muncul dengan badan yang hampir tenggelam dalam baju Taehyung. Taehyung baru menyadari kalau Luna itu mungil.

"Terima kasih untuk pinjamannya, Taehyung," ujar Luna saat mereka berdua kembali menuju tempat duduk.

Taehyung menggumam lantas dia teringat tujuannya menunggu Luna.

"Luna, maafkan aku jika aku terlalu sok tahu kemarin."

Luna bungkam sejenak. Setelah kedipan keduanya, dia menjawab, "Aku juga minta maaf karena sudah mengabaikanmu, Taehyung. Aku hanya kesal karena kau berkata yang tidak-tidak kemarin."

"Aku memang pantas kau abaikan."

Keduanya tersenyum tipis tanpa mereka sadari. Kedatangan mereka disambut dengan Jihee dan Jungkook yang sudah membereskan barang-barang.

"Apa sudah selesai?"

"Yup. Kami menyelesaikan sisanya tadi. Sekarang kita bisa pulang," balas Jihee yang sudah memakai tas punggungnya.

"Apakah itu baju Taehyung?" lanjut Jihee lagi. Sorot matanya memancarkan keingintahuan.

"Iya. Itu bajuku," balas Taehyung cepat. Dia tahu Luna risih karena pertanyaan itu.

"Aku meminjamkannya karena memang tak kupakai dan dia lebih butuh itu sekarang."

Jihee menggaruk tengkuknya yang tak gatal, merasa tersindir karena ucapan Taehyung meskipun Taehyung tak bermaksud begitu.

Setelah membayar pesanan masing-masing, Jihee pamit duluan karena sudah dijemput dan Jungkook memisahkan diri dari Luna dan Taehyung karena dia membawa motor. Hanya tersisa Taehyung dan Luna di depan kafe yang mulai sepi tatkala matahari mulai turun ke peraduannya. Taehyung merangkul bahu Luna seperti kemarin, membuat gadis itu sedikit terlonjak.

"Ayo pulang bersama lagi, Luna!"

Dan entah mengapa Luna tak bisa menolak ajakan itu.

...

Keduanya duduk di tempat yang sama seperti kemarin. Dengan Luna yang memejam merasakan semilir angin mengenai wajahnya, dan Taehyung yang menilik gadis itu melalui ekor mata. Luna tampak cantik jika Taehyung amati sekarang. Pria itu baru menyadarinya.

Luna membuka mata saat mendengar pengumuman halte berikutnya, beranjak dari duduk. Namun, kali ini dia tak lupa berpamitan dengan Taehyung yang mengangkat telapak tangan ke udara.

"Sampai jumpa, Taehyung. Sampai bertemu besok."

"Hati-hati di jalan, Luna!"

Selepas gadis itu turun dari bus, dia berbalik dan menangkap Taehyung yang menatapnya dari balik jendela bus. Netranya membulat karena terkejut, meskipun demikian senyuman kecil tanpa sadar ia ulas pada Taehyung yang menggurat senyum lebar.

Bus berjalan pelan. Luna mengulum senyum yang muncul malu-malu di bibirnya. Dia berjalan dengan langkah ringan menuju arah pulang. Baju Taehyung menguarkan aroma parfum pemiliknya. Luna merasa Taehyung berada di sisinya karena hal itu. Namun, senyum malu-malu itu tak berlangsung lama.

Sesampainya di rumah, Luna mendengar keributan yang ibunya buat. Gadis itu bergegas memasuki rumah yang sudah diisi pecahan kaca dari piring yang ibunya lempar ke dinding rumah. Luna mendekat, menahan ibunya yang meraih sekeping pecahan kaca itu.

"Lepaskan! Lepaskan! Biarkan aku mati!"

Teriakan dari sang ibu membuat air mata Luna tak bisa gadis itu tahan. Dia mencoba mengambil alih kaca di genggaman wanita paruh baya di depannya, merasakan telapaknya ikut tergores karena meraih paksa pecahan itu. Sang ibu menangis histeris, meneriakkan nama Ayah Luna yang pergi sejak 5 tahun lalu.

Selalu begini. Tiap hari Ibunya akan histeris sendiri dan merusak barang di rumah atau melamun sepanjang hari di depan jendela rumah yang buram. Luna menangis pilu, memeluk tubuh ibunya yang seperti tulang berbungkus kulit. Tak ada anggota keluarga yang peduli. Luna hanya tinggal berdua dengan sang ibu yang dia cintai sepenuh hati.

"Tenanglah dulu, Ibu. Aku mohon," pinta Luna dengan lelehan air mata mengalir melewati pipinya.

"Dimana suamiku?! Kembalikan suamiku!"

Ibu Luna menatap nyalang pada netra yang dipenuhi air mata itu, meraih bahu Luna dan menggoyangkannya brutal. Ibunya tak bisa mendengarkan permohonan Luna kendati gadis itu sudah bersusah payah memeluk kembali ibunya. Satu dorongan kuat diberikan Nyonya Moon pada anaknya, membuat Luna terjatuh dan menduduki pecahan kaca yang berserakan di lantai.

Rasanya perih baik hati maupun tubuhnya. Namun, gadis itu tak menyerah untuk menenangkan wanita yang sudah melahirkannya. Dia meraih sang ibu dengan cepat meskipun tetesan darah jatuh dari telapak dan kakinya yang lecet-lecet. Kesakitan ibunya jauh lebih parah daripada kesakitan yang dia rasakan. Luna hanya berharap sang ibu bisa kembali seperti dulu lagi. Menjadi wanita yang selalu menyambut Luna dengan senyuman lebar saat pulang dari sekolah, menemaninya menghabiskan akhir pekan di depan televisi sepanjang hari, menikmati kentang goreng dan mendengarkan cerita sang ibu saat muda dulu.

Kepergian seseorang yang Luna sebut Ayah telak mengubah wanita itu. Untunglah kesadaran Luna masih bisa menapak di bumi. Tidak seperti ibunya yang jiwanya ikut pergi bersama kaburnya Ayah. Luna merasakan cengkeraman di lengannya melemah. Ibu sudah tertidur lelap dengan bekas air mata di pipinya yang tirus.

Luna membelai rambut keputihan sang ibu, memberikan kecupan sayang pada dahi yang terasa dingin itu. Satu tetes air mata kembali jatuh melewati pipi Luna. Dia sungguh-sungguh berharap kenyataan akan membaik di perputaran hidup keduanya.[]

Tristful. [ Kim Taehyung ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang