Empat

1.4K 184 42
                                    

Duduk bersandar pada bahu Salwa, dengan tangan yang memeluk pinggangnya, Selin masih tidak tahu apa yang sudah terjadi dengan papanya. Yang ia lakukan sedari tadi hanya terus menangis dan menangis. Air matanya seolah menolak untuk berhenti, memberikan efek pusing pada kepalanya.

Mungkin setengah jam lamanya mereka hanya seperti itu, tanpa berniat mengeluarkan sepatah kata pun. Sampai titik dimana Selin merasa lelah akan hal yang ia lakukan.

"Udah ya nangisnya...aku tidak bisa melihatmu menangis lebih lama lagi." ucap Salwa lembut dengan mengusap kepala Selin.

Hanya mengangguk dibahu Salwa sebagai tanggapan, Selin juga sudah lelah. Kepalanya semakin pusing dengan suhu tubuh yang berubah panas, perutnya juga yang lapar.

Salwa bersyukur sahabatnya itu mau mendengar ucapannya, "Tante.... apa yang terjadi sama om Heri?" tanya Salwa hati-hati.

"Tadi waktu tante mau pulang dari arisan, tiba-tiba papanya Selin telepon, tante pikir dia mau mengabari terlambat pulang atau pulang lebih awal." ucap Sania menjeda kalimatnya, menarik nafas dalam untuk menyiapkan batinnya.

"Tapi sedetik kemudian, entah siapa yang berbicara...dia bilang kalau papanya Selin tiba-tiba saja pingsan dan sudah dibawa kerumah sakit." jelas Sania.

Salwa merasa bersalah menanyakan hal itu, rasanya ia ingin memeluk Sania saat itu juga. Namun Selin yang sudah tenang dipelukannya tidak mungkin ia tinggal. "Semoga tidak terjadi hal buruk sama om Heri." ucapnya kemudian.

Ceklek

Pintu ruang itu terbuka, menampakkan dokter yang masih lengkap dengan peralatannya.

Mereka langsung berdiri, berjalan menghampiri dokter itu.

Dokternya masih muda? batin Salwa setelah dokter itu membuka masker.

"Apa ini keluarga pasien?" tanya dokter itu dengan suaranya yang menenangkan.

"Iya dok, Saya istrinya. Bagaimana keadaan suami saya?" tanya Sania yang berdiri tepat didepan dokter itu.

"Maaf sebelumnya, tapi apa pasien sering bergadang? Atau melakukan kegiatan yang berlebihan sampai membuatnya kelelahan?" tanya dokter.

"Iya, suami Saya bekerja dari pagi sampai sore, tapi entah begitu banyak pekerjaan atau dia merasa bosan dia selalu ke ruang kerjanya saat jam sembilan dan entah jam berapa dia tidur." jelas Sania.

"Benar, karena hal itulah pasien mengalami serangan jantung kelas dua, tidak begitu parah, pasien masih bisa beraktivitas asal jangan sampai kelelahan. Setelah ini, tolong jaga pola tidur suami Ibu...jangan biarkan dia bergadang atau bekerja terlalu lama. Itu sangat berbahaya untuk jantungnya. Silakan Ibu ikut keruangan Saya." jelas sang dokter.

Selin yang merasa pusing tidak benar-benar mendengarkan ucapan dokter. Bahkan untuk berdiri saja dirinya merasa lemas. Namun saat dia berniat untuk duduk kembali, badannya terasa tidak stabil...membuat Salwa yang berdiri disampingnya dengan sigap menahan lengannya. Sembari berpegangan pada tangan Salwa Selin membalikkan badannya.

Siapa laki-laki yang berdiri disana? Kenapa sorot matanya sarat akan kesedihan? Apa yang terjadi dengannya? Pikir Selin saat melihat laki-laki itu melihat kearahnya.

"Selin! Kau kenapa?!" suara Salwa terdengar panik, tangan terus menepuk pipi Selin perlahan.

Suara langkah kaki yang menggema, semakin terasa mendekat kearahnya. Memperlihatkan siluet wanita yang ia kenal mama?---batinnya.

Setelah itu Selin merasa ada yang menggendong dirinya---membawanya dengan langkah yang tergesa. Lalu setelahnya...ia tidak tau apa yang terjadi, karena Selin sudah tidak kuat menahan pusing---gelap, kesadarannya hilang sepenuhnya.

Oh My Ghost ✓ Where stories live. Discover now