Duapuluh Dua

507 74 11
                                    

Pagi hari adalah waktu berkumpul bagi keluarga dengan sarapan bersama, seperti Selin saat ini.

"Sel, kemarin kamu ke toilet lama banget, sampai Alvin mau nyusul cari kamu." Ucap Mamah.

"Kemaren Selin ketemu dokter Justin. Jadi ngobrol dulu deh." Jawab Selin apa adanya.

"Dokter muda yang ngrawat papah itu?" Tanya papahnya antusias.

"Iya."

"Ngobrolin apa?" Tanya papahnya lagi.

"Cuma ngobrol biasa aja, terus Selin dikasih kartu namanya."

"Syukurlah, ada kemajuan." Ucap papahnya.

"Kemajuan? Maksud papah?" Tanya Selin bingung.

"Udah, ngga usah dipikirin. Kamu mikirin sidang aja." Sahut mamah yang tau maksud papah Selin.

"Oh iya, Selin nanti siang mau ketemu dokter Justin. Udah janjian soalnya." Ucapnya memberitahu.

"Tentu saja. Mau bertemu kapan pun tidak masalah. Kalau bisa suruh dia main kesini." Sahut papahnya.

"Mungkin lain kali, kalau papah keluar kota aja." Ucap Selin.

"Memangnya kamu mau ngapain dirumah berdua dengan dokter itu hah?" Tanya papah, karna kalau dia keluar kota pasti mengajak istrinya.

"Jadi salah kan, udah makan aja." Ucap mamah Sania menyudahi tanya jawab suami dan anaknya.

-

Semalam, setelah kembali dari toilet. Alvin menatap Selin seolah bertanya 'kenapa lama?'

Selin yang tidak mau melibatkan Alvin lagi, memilih senyum seolah tak ada apa-apa.

Di perjalanan pulang, apa yang belum sempat Alvin tanyakan, ia tanyakan pada Selin.

"Kenapa tadi lama?" Tanyanya.

"Toiletnya penuh. Jadi, Selin ngantri deh." Ucap Selin berbohong.

'Selin ngga mau kak Alvin cemasin Selin lagi, atau bahkan mengumpati Jimmy lagi. Maafin Selin ya kak, setelah ini selesai. Selin akan ceritakan semuanya ke kak Alvin.' ucap Selin dalam hati.

Tidak ada jawaban dari Alvin. Dia hanya fokus pada jalanan, seolah tidak mendengar jawaban Selin.

Sesampainya dirumah, Selin hanya melambaikan tangan pada Alvin, itu saja tidak dibalas, dia hanya memaksa senyum dan langsung memarkirkan mobil di depan rumahnya lalu masuk tanpa menunggu Selin masuk rumah dulu.

"Makasih ya Pah, mah. Good night and have a nice dream." Ucap Selin sebelum masuk ke kamarnya.

"Iya, good night and have a nice dream too." Ucap papah.

Selin langsung mengeluarkan kartu nama dari tasnya dan mengetik nomor di handphonenya.

"Halo, selamat malam." Sapa Justin sopan.

"Halo, ini Selin kak." Sapa Selin balik.

"Oh, Jadi bagaimana?" Tanyanya.

"Kayaknya ngga di bicarakan disini, ini juga udah terlalu malam. Gimana kalau besok ketemu saja kak?" Tanya Selin.

"Baiklah, jam makan siang. Aku tunggu dicafe yang waktu itu." Ucap Justin menyetujui.

"Ah,. Baiklah.. sampai ketemu besok."

"Ya." Sahut Justin singkat, dan langsung mematikan sambungannya.

-

"Gawat, bentar lagi jam makan siang, belum siap-siap lagi." Ucap Selin yang hampir lupa dengan janjinya. Ia lalu bersiap dan langsung menuju cafe.

'Itu bukan salah dia Selin, dia tidak tau apapun tentangmu dan Jimmy. Dia hanya memilih tempat duduk yang nyaman saja.' ucap Selin dalam hati setelah melihat Justin duduk ditempat yang persis saat dia mengobrol dengan Jimmy waktu itu.

"Hai kak, maaf telat." Sapa Selin ragu. Karna Selin terlambat sepuluh menit, entah apa yang akan ia dengar dari mulut Justin.

"Aku maklumi karna kau perempuan." Ucap Justin tanpa ekspresi.

"Kenapa?" Tanya Selin bingung.

"Dandannya lama."

"Selin kelupaan tadi gara-gara nonton drama, Selin cuma pake lipbalm kok." Ucap Selin dengan eye smilenya.

'Anak ini, melihat senyum itu dari dekat rasanya menyakitkan.' ucap Justin dalam hati.

"Sudahlah, kita mulai saja. Jam makan siangku akan sia-sia kalau basa-basi terus." Ucap Justin

'Dasar dokter muda, sama pasien aja manis banget. Giliran sama aku pedesnya minta ampun.' batin Selin.

"Iya, mau mulai dari mana?" Tanya Selin ramah.

"Terserah kau saja."

"Kalau gitu langsung ke masalahnya aja ya, gimana ketemunya kan udah Selin jelasin sedikit semalem." Ucap Selin.

"Hmm."

"Dokter beneran kakaknya Jimmy kan?" Tanya Selin yang dijawab dengan tatapan yang mengerikan.

"Ah, sepertinya memang benar. Oke. Jimmy membutuhkan donor ginjal kan? Golongan darah AB? Dia datang meminta bantuanku. Entah dia tau ini atau tidak... Golongan darahku AB." Ucap Selin

"Apa benar dia meminta bantuanmu? Orang dengan golongan darah yang dia butuhkan?" Tanya Justin tidak percaya.

"Kakak juga berpikir begitu kan, bagaimana mungkin bisa tepat. Tentu saja aku tidak mau. Tapi aku menolaknya dengan cara yang salah, jadi aku merasa bersalah dan ingin membantunya mencari pendonor." Ucap Selin

"Tapi, apa kalian tidak ada yang satu golongan dengannya?" Tanya Selin penasaran.

"Papah A, Mamah B, aku dan Jimmy AB. Tapi aku tidak bisa membantu karna aku dulu perokok." Jawab Justin.

"Apa tidak ada pendonor lagi selain aku? Aku harus bagaimana." Ucap Selin benar-benar bingung.

"Jangan terlalu dipikirkan, masih ada waktu mencari pendonor untuknya." Ucap Justin berusaha menenangkan.

"Tapi kak, waktunya tinggal sedikit. Setelah aku wisuda nanti, mungkin tinggal dua bulan lagi?" Tanya Selin ragu.

"Benar, dua bulan lagi." Ucap Justin dengan tatapan kosong.

"Aku akan mendonorkannya, tapi jangan bilang orang tuaku." Ucap Selin

"Tidak bisa, kau saja dua kali dirawat. Dan lagi donor seperti itu harus memiliki izin." Ucap Justin.

"Aku akan mengabarimu kalau aku mendapat pendonor, kau juga bisa mengabariku." Lanjut Justin.

"Baiklah, aku akan berusaha. Dan apa aku masih boleh menelfon kakak?" Tanya Selin

"Tentu saja, kau bisa menelfonku kapanpun."

"Makasih kak. Jangan salahkan aku kalau aku menelfon kakak kapan pun, mungkin aku akan menelfon dan hanya ingin mendengar suara kakak sebagai penyemangat saat aku lelah dan ingin menyerah mencari pendonor." Ucap Selin menahan air matanya.

"Jangan berkata seperti itu, sebelum itu terjadi. Aku pastikan sudah ada Jimmy yang akan menggantikanku menerima telfon tidak jelasmu itu." Ucap Justin mengusap-ngusap rambut Selin.

.
.
.
.
.
.
.

To be continue...

-애인-

Oh My Ghost ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang