Twenty Four

1.9K 453 42
                                    


Kawa sedang melakukan rapat bersama panutannya, Bang Le, saat ponselnya yang ditaruh di atas meja menyala dan menunjukkan nomor tidak dikenal. Tentu Kawa memilih untuk mengabaikan telepon itu. Mungkin telepon yang menawarkan asuransi atau pinjaman online. Supaya lebih fokus, Kawa membalikan layar menghadap ke meja.

"Jadi gitu ya, Ka. Kalau program yang lo pegang konsisten dengan rating dan share yang sekarang, gue bisa approve promosi per tahun depan. Tapi artinya bakal ada program baru. Gue harapannya lo bisa usulin program yang sama sekali unik." Bang Le menatap Kawa dan Bang Andre bergantian.

"Siap," Bang Andre memberi tanda hormat. "Nanti gue bimbing dia terus."

"Oke. Gue cabut duluan," Bang Le berdiri dan berpamitan.

"Gimana? Disamber gak opportunity ini?" tanya Bang Andre begitu di ruang meeting hanya ada mereka berdua.

"Samber lah, Bang. Bang Le udah terang-terangan gitu. Gue gak bisa sia-siakan kesempatan ini," Kawa tersenyum sangat lebar karena tidak menyangka topik ini akan dibahas.

"Bagus. Kalau butuh share, jangan ragu-ragu hubungi gue," Bang Andre berdiri lalu menepuk pundak Kawa. "Lho, lo sakit? Kok badan lo panas?"

Kawa menggeleng. "Mungkin kepanasan karena tadi abis syuting di luar."

Bang Andre ingin membantah karena syuting yang Kawa lakukan sudah selesai tiga jam lalu dan selama satu jam terakhir mereka meeting di ruangan ber-AC. Tapi saat dilihatnya Kawa yang seperti tidak ingin membahas perihal ini, Bang Andre memilih menyuruh Kawa untuk segera pulang.

Kawa berjalan sendiri keluar dari ruang meeting. Memang tugasnya sudah selesai hari ini dan dia akan langsung pulang ke rumah. Berita penting yang didapatnya hari ini ingin disampaikan secara langsung kepada Oddy. tentu setelah Kawa menelepon Bubun yang juga pasti akan sangat senang.

Belum sempat Kawa menekan nomor telepon Bubun, bola matanya seperti akan keluar saat melihat sebuah pesan yang ternyata sudah sampai di ponselnya sejak sepuluh menit yang lalu.

Maya Trisanty: Hei Kawa, it's me, Maya. Apa kabar?

Maya Trisanty: Aku baru sampai di Jakarta sama suami dan anakku. Ditemani temenku dari New York juga. Sebentar lagi mau ketemu Ines. Bisa gabung?

"Maya?" Kawa bergumam. Setelah putus sekian lama tiba-tiba Maya kembali lagi? Untuk apa dia datang ke Jakarta dari New York? Sudah lama sekali sejak mereka terakhir berhubungan. Kawa sebenarnya memang tidak memiliki keinginan untuk bertemu Maya, tapi Kawa penasaran dengan apa yang dilakukan Maya.

Kawa Aulian Rolam: Halo, Maya. Boleh. Dimana?

Maya mengirimkan nama sebuah restoran yang cukup dekat dengan kantornya. Kawa mengambil tas dan langsung menuju tempat yang dituju. Lebih cepat dia menemui Maya, lebih cepat dia pulang. Mendadak badannya terasa pegal.

Kawa memasuki restoran dan beberapa pasang mata menatapnya. Mungkin mereka heran melihat seseorang dengan seragam PTV memasuki restoran ini. Mengira akan ada syuting atau sejenisnya mungkin. Kawa menunduk untuk melepas ID card dan mengeratkan jaket yang menutupi seragamnya. Pandangan matanya berkeliling untuk melihat di mana Maya berada.

"Kawa!"

Telinga Kawa menangkap suara yang memanggil namanya. Saat Kawa berbalik, matanya menangkap sosok Ines yang sedang melambai kepadanya. Namun yang membuat Kawa kaget, tidak hanya Ines, Maya dan keluarganya yang ada di restoran ini. Tapi juga Lingga.

"Halo," sapa Kawa lalu memilih langsung duduk di samping Ines. Satu-satunya kursi yang kosong.

"Kawa! Apa kabar?" Maya menyapa dengan supel, seperti biasa. Di sampingnya, sang suami tersenyum tapi tampak tidak ikhlas. Bukan tidak mungkin suaminya tahu bahwa Kawa adalah mantan pacar Maya selama tujuh tahun.

Three Course Love - END (GOOGLE PLAY)Where stories live. Discover now