Twenty Six

2.6K 510 91
                                    

Oddy sengaja mengambil cuti pada hari Senin untuk menemani Kawa. Padahal Kawa berkeras dia baik-baik saja dan tidak masalah kalau Oddy harus berangkat untuk bekerja. Kawa bilang dia bisa beristirahat di rumahnya sendiri. Tapi Oddy keukeuh bahwa dia mau merawat Kawa sehari lagi dan dia bisa bekerja dari rumah. Malamnya mereka berangkat ke dokter lagi dan dokter menyatakan Kawa sudah sembuh, tepat dalam 3 hari. Tapi dokter menyarankan Kawa untuk memulihkan kesehatannya satu hari lagi.

Selama tiga hari itu Kawa menginap di rumah Oddy. Walaupun malu, tapi Oddy bahkan memberanikan diri mengambil barang-barang Kawa dari rumahnya untuk disimpan di rumah Oddy. Keduanya sama-sama memerah wajahnya saat Oddy mengangsurkan pakaian Kawa, termasuk barang pribadinya.

Tora menjenguk dan ikut menginap pada hari Minggu. Kehadiran Tora membuat Kawa lebih ceria lagi dan ini cukup melegakan Oddy karena selama mereka berdua saja, dorongan untuk berpelukan dan berciuman sangat tinggi. Padahal Oddy tahu Kawa sedang sakit.

Oddy pulang dari kantor pada hari Selasa dan dia masuk ke rumah Kawa dulu daripada rumahnya sendiri. Sejak Oddy berangkat bekerja tadi pagi, Kawa sudah masuk ke rumahnya sendiri dan Oddy sengaja diberikan kunci duplikat.

"Hey," panggil Oddy saat melihat Kawa sedang duduk di depan laptop di kamarnya.

"Hey, selamat datang," Kawa melambai, meminta Oddy mendekat.

"How do you feel?" Oddy memegang tangan Kawa yang dibalas dengan elusan oleh Kawa.

"Totally fine. Besok siap kerja lagi," Kawa menghadap Oddy dan wajahnya mendadak serius. "Thanks ya Dy. Kalau kamu gak bantuin, mungkin aku gak akan sembuh secepat ini."

"Nothing, Kawa. Aku cuma bantu masak doang kan?"

"And taking care of me si anak rantau ini," Kawa tersenyum sedikit namun kembali serius dalam sekejap mata. "But I'm sorry because I think I failed."

Oddy mengernyit, menunjukkan wajah tidak mengerti.

"I supposed to show you that I'm strong and mature and be the one you could rely on. Tapi aku malah sakit dan ujung-ujungnya kamu yang jagain aku. Maaf ya, Dy. Kalau memang dengan ini kamu semakin yakin untuk gak milih aku, aku ikhlas kok."

"Haish, kamu kok ngomongnya gitu? Malah nyerah sekarang?" Oddy menarik tangannya dari Kawa dan berdiri. Dia bingung menyampaikan apa yang ada di pikirannya. Jadi bukannya bicara, Oddy malah menutup gorden kamar Kawa. Toh di luar juga sudah larut.

"Karena..."

"Kalau aku gak suka, aku gak akan ada di sini sekarang, Ka," Oddy kembali berbalik menghadap Kawa. Kawa ikut berdiri untuk menghadap Oddy secara langsung. "I don't know but, you prove otherwise. So, I think I... I like you too."

Wajah Kawa langsung bersemangat. Matanya berbinar.

"Really?"

"Iya. Kalau aku ngeliat kamu, apa yang kamu lakukan, well, we supposed to have no boundaries. Apalagi kamu serius dan kamu sungguh-sungguh. Kamu juga orang yang lurus dan mau kerja keras. So..."

"Does it mean you and I..."

Oddy menggeleng. "Take it slow, okay? Aku masih belum berani untuk bilang bahwa kita pacaran atau apa. Aku masih belum siap untuk komitmen itu. Sekarang yang aku bisa bilang baru aku suka sama kamu tapi aku gak tahu apakah itu cukup untuk menjadikan kita resmi berpacaran. Are you okay with that?"

"I'm okay with that. Denger kamu bilang suka sama aku dan gak pake gue lo aja aku senang kok, Dy." Kawa meraih tangan Oddy dan menciumnya.

"Ah, refleks, Kaws," Oddy tertawa.

Three Course Love - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang