14

2.6K 219 12
                                    

Galang melangkahkan kakinya memasuki sebuah cafe yang tak jauh dari sekolahnya. Mata sipitnya bergerak kesana-sini untuk mencari seseorang yang memintanya bertemu.

Hingga mata sipitnya melihat siluet Gilang yang duduk di dekat jendela. Galang langsung saja melangkah dengan semangat ke arah Gilang yang tengah asyik menatap luar jendela.

''sudah lama? maaf tadi jalan macet'' Gilang hanya memandang sekilas Galang yang baru saja datang dan langsung duduk tepat di hadapannya. Gilang bisa melihat jelas binar dari kedua mata sipit Galang.

Dirinyapun juga tak mau munafik bahwa dia juga merindukan Galang saudara kembarnya. Hanya saja waktu yang membuatnya enggan melakakun hal sewajarnya sebagai seorang saudara.

Galang hanya diam setelah memesan minuman dan seorang pelayan mengantar pesannannya. Entah mengapa ia begitu canggung duduk di depan Gilang. Mulutnya sudah gatal ingin mengucapkan kata untuk membunuh rasa canggung di antara mereka berdua.

Tapi melihat Gilang yang enggan menatap kearahnya membuatnya ragu. Takut kejadian-kejadian sebelumnya terulang kembali. Galang masih bisa melihat kebencian di netra Gilang dan itu yang selallu membuatnya tak nyaman.

''ehhmmm..'' Galang berdehem untuk membunuh canggung diantara mereka berdua. Tapi mulut Galang langsung bungkam saat tangan  Gilang menyodorkan paperbag ke arahnya.

Kedua alis Galang menukik binggung, sebenarnya apa yang ingin Gilang laakukan? Tidak mungkinkan ia mau repot-repot memberinya hadiah, sementara Galang tahu dengan jelas tabiat saudara kembarnya itu.

''gue cuman mau kembaliin barang itu ke mama lo...'' mengerti tatapan bingung Galang, Gilang langsung menyodorkan paperbag yang tadi ia bawa ke hadapan Galang.

Gilang bisa melihat tatapan berbinar Galang langsung berubah sendu saat Gilang menekankan kata terakhirnya. Gillangpun juga tau kalau Galang kecewa terhadapnya. Tapi mau bagaimana lagi semenjak kejadian itu hati Gilang sudah mati untuk keluarganya.

''Gi...Gilang ini..''.

''dan satu lagi, bilangin sama mama kamu itu untuk tidak menggangu hidup gue apalagi memberi barang seperti itu. Gue gak butuh'' setelah mengatakan itu Gilang langsung pergi meninggalkan Galang tanpa sepatah katapun.

Galang masih memproses  kata-kata yang barusan keluar dari mulut Gilang. Hingga ia tersadar saat tak mendapati Gilang di depannya. Dengan langkah tergesa Galang meninggalkan cafe itu hingga netranya melihat siluet Gilang yang akan memasuki taxi.

Galang menarik paksa tangan Gilang yang akan menutup pintu taxi itu. Gilang yang tak siappun hampir terjengkang karena tarikan kasar Galang.

Gilang menatap tajam Galang yang juga tengah meantapanya dengan tajam. Bagi Galang, Gilang sudah sangat keterlaluan menganggap orang yang telah melahirkannya ke duania ini sebagai orang lain.

''apa maksud lo bilang kayak tadi hah..!?'' sentak Galang tepat di depan wajah Gilang yang kini menatapnya tak percaya.

Bahkan kini mereka sudah menjadi tontonan orang-orang yang berlalu lalang di sekitar tempat itu. Galang tak mengindahkan itu. Ia sudah cukup muak melihat tingkah Gilang yang berbuat semena-mena ke keluarganya.

''belum jelas juga lo dengan perkataan gue heh? gue peringatin sekali lagi lo Galang Abigail Dominic berhenti mengusik kehidupan gue. Gue bukan sampah yang dengan mudah kalian pungut lagi'' tegas Gilang menekankan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya yang justru membuat Gilang naik pitam.

''BRENGSEKK lo lang!''.

Bugg

Bugg

Galang  melayangkan bogem mentah ke wajah Gilang. Sontak membuat semua orang memekik karena perbuatan tak terduga Galang. Begitupun dengan Gilang yang juga tak menyangka mendapat bogeman mentah dari Galang.

Galang terus mengumpati Gilang yang hanya diam saja. Kalau saja tidak ada satpam yang mencoba menghentikannya mungkin Gilang sudah babak belur di tangannya.

Gilang tak ambil pusing tingkah Gilang yang seperti orang kesurupan. Sebenarnya tangannya pun sudah gatal untuk membalas bogeman Galang tapi ia tak mau membuat malu keluarganya.

''jalan pak...'' pinta Gilang ke sopir taksi yang langsung melajukan mobilnya menjauhi tempat perkelahian penumpangnya.

''mas tidak papa?'' tanya supir taksi itu yang memberikan beberapa helai tisu untuk membersihkan darah yang ada di sudut bibir Gilang.

''gak papa kok pak. Luka gini mah gak ada apa-apanya untuk anak remaja seperti saya..''.

Supir itu mengangguk, ia juga tahu itu. Sudah bertahun-tahun ia menjadi supir taxi. Bahkan ia sudah mendapatkan lebih parah daripada Gilang.

Taxi itu berhenti di depan gerbang bercat hitam itu. Gilang keluar dari taxi itu setelah memberikan ongkos taxi itu lalu memasuki rumahnya yang nampak sudah sepi karena ini juga sudah pukul sembilan lebih.

Saat memasuki rumahnya ia bisa melihat Adit yang tengah duduk di ruang keluarga, tangannya nampak sibuk mengetik sesuatu di laptopya.

''aku pulang..'' seruan Gilang membuat Adit melihat ke arah sumber suara, dan benar saja ia bisa melihat Gilang baru saja pulang dengan keadaan lebam di kening dan sudut bibirnya.

''Gilang duduk sini'' titah Adit yang langsung di turuti Gilang yang sudah pasrah untuk mendengarkan beberapa pertanyaan dari orang tua angkatya itu.

''ini kenapa? Kamu berkelahi dengan siapa hem?'' dan benar saja baru saja duduk Gialang sudah mendapatkan beberapa rentetan pertanyaan dari Adit.

''isshhh sakit pa..'' ringis Gilang saat tangan Adit dengan sengaja menekan-nekan lebamnya.

''makanya kamu jawab dulu ini kenapa perasaan tadi saat keluar masih baik-baik saja pulang udah bonnyok gini''.

Akhirnya Gilangpun menceritakan semua dari awal ia bertemu dengan Galang hingga berakhir perkelahiannya dengan Galang. Aditpun hanya mendengarkan sambil mengobati lebam Gilang.

''kamu kenapa gak bales?''

''buat apa buang-buang waktu aja''.

''bukan karena dia saudara kembar kamu kan?'' Gilang terdiam mendengar pertanyaan Adit. Iapun juga bingung kenapa ia tak membalas bahkan hanya diam saja saat mendapatkan bogeman dari Galang, tapi ia juga tak bisa membenarkan pertanyaan papanya. Sangat membingungkan.

''udah gak usah di fikirkan. Mending kamu istirahat sana udah malam. Jangan lupa obatnya di minum'' Gilangpu menuruti perkataan Adit yang menyuruhnya untuk istirahat. Toh kepalanyapun sudah berdenyut akibat ulah Galang tadi. Ia benar-benar tak menyangka Galang akan melakukannya.

Gilang mendudukan tubuhnya di pinggiran kasurnya. Menatap dengan sendu ke arah potret keluarga yang sengaja ia pajang di dinding atas meja belajarnya. Gilang tak mau kehilangan kehangatan itu. Karena itulah ia berusaha untuk tak memberikan sedikitpun celah untuk keluarga kandungnya.

''belum tidur..?'' Gilang menoleh ke arah Saga yang baru saja membuka pintu kamarnya sambil membawa gelas kosong di tangannya.

''belum ngantuk..''.

''wajah lo kenapa?'' Saga langsung meletakkan gelas kosong di nakas samping tempet tidur Gilang.

''gak papa..'' lirih Gilang sambil menundukkan kepalanya, takut menatap wajah Saga yang kini menatapnya dengan tajam,tapi tersirat kekhawatiran di perkataannya.

GILANG..!''sentak Saga membuat Gilang langsung menatap wajah Saga tapi mulutnya tetap terdiam hingga membuat Saga geram. Ia tak suka di bohongi.

''Apa orang itu yang udah bikin lo kayak gini..?''







tbc......

We Are DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang