Part 9

143 20 0
                                    

"Mama mendukung siapa nanti yang bisa bertahta di hatimu. Ikuti saja, mama yakin itu yang terbaik."
Kata Yoland.

Kata-kata Yoland tadi malam masih berbekas di kepala Karan. Pikirannya yang bergelut dengan ucapan-ucapan Eron menghilang begitu saja. Benar adanya jika kalimat yang di lontarkan ibu adalah sihir terkuat.

"Ingat, jaga dirimu baik-baik disana," ucap Yoland pada Karan ketika mengantarnya ke depan.

Tidak mudah bagi Yoland melepas Karan saat ingin bepergian karena masalah pekerjaan. Tapi dia sadar, anaknya itu sudah beranjak dewasa. Dia punya jalan sendiri, tidak mungkin Yoland melarangnya. Apalagi sekarang Karan perlu banyak dukungan.

"Pasti ma." Balas Karan yang tersenyum. "Oh iya ma, titip salam buat papa, Karan minta maaf tentang masalah semalam." Yoland mengangguk.

Setelah itu, Karan berangkat ke kantor. Dirinya dan Abrar sudah memutuskan untuk bertemu di kantor saja. Dengan kecepatan yang sedang Karan mengemudikan mobilnya. Perasaannya sedikit lebih ringan dari hari-hari sebelumnya.

Lampu merah kembali menghadang Karan di tempat yang sama, saat dirinya melihat Kiran. Mengingat itu, entah kenapa ada hasrat untuk menuruti ajakan Abrar beberapa hari yang lalu.

Sesampainya di kantor, Karan langsung menuju ruangan Abrar. Dia yakin sekertarisnya itu sudah sampai, jelas saja, jika tidak mungkin dirinya akan memotong gaji Abrar.

Tanpa mengetuk pintu Karan masuk begitu saja, sementara Abrar yang mengangkat telepon dari pihak hotel tempat mereka menginap nanti terkejut. Hampir saja ponsel barunya jadi korban lagi.

Karan hanya menatap Abrar dengan wajah datarnya. Abrar segera membalas ucapan seseorang di seberang telepon. Selepas mengakhiri perbincangan Abrar menatap Karan.

"Apa lo!" Sinis Abrar.

Karan menghela napasnya lalu mengeluarkannya lagi.

"Gue setuju sama ajakan lo beberapa hari yang lalu." Sesudah mengatakan kalimat itu Karan pergi dari ruangan Abrar.

Meninggalkan teka-teki di otak Abrar sendiri. Sepertinya otak Abrar sedang berpihak padanya, dengan cepat Abrar tau maksud Karan. Dengan cepat Abrar menyusul Karan. Disana, Karan berdiri di samping jendela mati yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta.

"Lo yakin?" tanya Abrar.

Karan menoleh ke arah Abrar, kakinya melangkah mendekati meja kerjanya.

"Iya, gue mau tau seberapa kuat keputusan bokap," ucap Karan sembari melihat data Kiran. "Meskipun gue tau dampaknya nanti gimana." Lanjut Karan di dalam hatinya.

Abrar yang mendengar hal itu tersenyum lebar. Entah ada angin apa sampai Karan bisa menyutujui ajakannya beberapa hari lalu. Ajakan untuk mencari di mana Kirana.

"Gue bisa atur soal mencari Kiran, cuman gue wanti-wanti sama lo, karena...." Kata Abrar.

Mereka berdua serius membicarakan perihal pencarian Kirana. Menunda sedikit waktu untuk berangkat ke Bandung. Abrar juga menceritakan jika dirinya sengaja mengirim Zivia ke Rusia.

Dan untungnya Zivia menerima tiket liburan tersebut. Abrar kira akan begitu susah membujuk Zivia. Namun, ternyata Zivia langsung menerima tiketnya.

Decision (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang