Bagian tiga belas - Haruskah?

73 6 0
                                    

Azka pulang dengan keadaan yang nahas, raut wajahnya terhalang dengan seluruh amarah. Ia berjalan dengan kehampaan dengan rasa yang tidak bisa dijabarkan. Semua karena wanita itu, iya wanita yang sekarang telah hidup satu atap dengannya.

Apa pun alasannya Najwa pun harus merasakan kesakitan yang telah dirasakan Azka, ia harus membayar seluruh hidup Azka yang telah diambil.

Tengah malam seperti ini keadaan sudah sunyi, begitu pun dengan wanita itu yang telah terlelap dengan segala harapan bodohnya. Apa yang harus Azka lakukan untuk membalas semua kesakitannya? Haruskah ia bermain fisik? Atau mempermainkan batinnya?

Pintu kamar Najwa tidak dikunci, dan entah syetan dari mana Azka masuk dengan tatapan yang sinis. Najwa yang tertidur pulas dengan rambut yang tergerai, memang sudah seharusnya seorang istri tidak menutup aurat jika sedang di samping suami. Namun Azka bukan suami sah Najwa.

Ia duduk dengan tatapan yang terus memandang Najwa. Jika dilihat-lihat wajahnya standar dan cukup memanjakan pandangan. Tanpa sadar Azka mendekatkan duduknya tepat samping Najwa, tangan itu membelai lembut rambut yang menghalangi kecantikannya.

Azka sadar ini salah, tapi hasrat laki-lakinya kembali bergejolak. Amarah yang bercampur dengan rasa ingin menjamah menyatu menghilangkan kesadarannya. Tepat malam ini Azka Menghilangkan hasrat itu pada wanita yang kini di hadapannya.

“Mas,” lirih Najwa yang kaget dengan keberadaan Azka, tetapi Azka langsung menguasai Najwa, membuat Najwa tidak berbuat apa-apa. Najwa ikhlas karena bagaimanapun ia adalah istri dari Azka. Apa pun yang dilakukan Azka ialah kewajiban batin keduanya.

***

Hari ini Rahma memutuskan untuk kembali menemui kekasihnya, ia harus memberikan saran untuk menjelaskan siapa dirinya pada Najwa. Beberapa kali Rahma mengirimi pesan tetapi tidak dibalasnya. Ke mana? Batin Rahma.

Sudah jam sepuluh dan masih tidak ada jawaban apa pun. Apa Azka benar-benar ingin mendiamkannya? Apa percakapan kemarin menjadi percakapan terakhir untuk keduanya? Rahma tidak bisa tinggal diam. Ia pun harus mendapatkan jawaban yang pasti untuk hubungannya dengan Azka.

“Kenapa?” Salwa yang melihat heran dengan tingkah Rahma yang sejak tadi terlihat risau.

“Azka gak balas pesanku, Wa,” jelasnya sambil memandang benda pipih itu.

“Lagi sibuk kali.”

“Entahlah.”

Rahma hanya pasrah, apa pun jawabannya nanti ia harus ikhlas, karena sudah jelas Azka bukan milik seluruhnya. Karena bagaimanapun akan ada hati yang harus dijaga meskipun ini bukan pernikahan sebenarnya.

***

Azka terbangun dari tidurnya, dirinya menatap keheranan saat mengetahui tertidur pulas di kamar Najwa. Apa yang terjadi?

“Mas udah bangun? Nih kopinya.” Najwa menyodorkan kopi dengan senyum manis dan rambut yang basah.

“Kok saya ada di sini?” Azka yang masih menatap heran.

“Kan semalam mas yang meminta dan tidur di sini.”

“Meminta? Maksud kamu apa? Meminta apa?” Azka menaikkan nadanya.

“Kewajiban,” jawab Najwa dengan mata yang berkaca-kaca, ternyata Azka tidak mengingat kejadian semalam. Jelas ia yang begitu memaksa.

“Gak ... gak mungkin saya melakukan hal sejijik itu, kamu jangan bohong!”
Hal sejijik itu? Apa yang dimaksud Azka? Kenapa ia berpikir seperti itu? Pertanyaannya itu seperti berkeliaran di diri Najwa.

Azka berlalu dengan seluruh amarahnya, Najwa hanya diam tanpa jawaban apa pun. Najwa kira suaminya terlah berubah, nyatanya ia tetap saja sama. Laki-laki yang tidak punya perasaan apa pun terhadap istrinya.

Azka mengutuk dirinya, kenapa ia bisa lepas kendali seperti ini? Ia langsung membersihkan diri dengan harapan dosa-dosanya pun ikut mengalir bersama air itu. Jika sudah seperti ini apa yang akan ia jelaskan pada Rahma jika suatu saat nanti Najwa hamil anak dirinya.

Masih dengan raut wajah yang kacau Azka membenarkan penampilannya. Sejak tadi ponselnya terus saja berdering dan notifikasi pesan pun ikut berteriak. Ternyata beberapa pesan dari Rahma. Rahma yang meminta bertemu kembali di tempat yang sama seperti kemarin.

Azka bimbang apa yang akan ia jelaskan pada kekasihnya itu? Apa yang akan dilakukan Rahma, jika mengetahui Azka telah menyentuh wanita yang sekarang berstatus istrinya? Namun Azka tetap harus bertemu.

“Mau ke mana lagi, Mas?”

“Bukan urusan kamu!” Najwa tidak bisa diam saja dengan jawaban yang terus menusuk hatinya.

“Mas! Aku ini istrimu, aku istri yang sah yang kamu pinta. Dan sekarang kamu bisa urusanmu bukan urusanku? Jelas itu urusanku juga, Mas. Dan aku wajib tahu semua hal tentang kamu!” Najwa mengeluarkan unek-uneknya.

Azka menghentikan langkahnya, amarah itu kembali bergejolak. Ia berbalik dan menatap tajam.

“Apa? Jelas kamu bukan istriku! Kamu hanya benalu!” jawaban itu membuat Najwa terdiam seribu bahasa, hah? Benalu? Jadi selama ini Najwa memang tidak ada artinya di mata Azka? Jadi selama ini Azka hanya menganggap Najwa benalu.

“Maksud kamu? Kembalikan aku sama orang tuaku, ayo mas! Aku sudah gak kuat hidup dengan laki-laki yang tidak punya hati.” Najwa tidak bisa bertahan, kata-kata itu terlontar begitu saja. Setelah semua harapan dan mimpi terajut di malam hari.

“Segera!” Azka langsung berlalu tanpa permisi lagi. Bagi Azka memang sudah keinginannya untuk menyudahi drama ini. Tidak ada hal yang harus diperjuangkan.

Najwa masih menangis atas nasibnya. Najwa kira Azka sudah berubah karena ia sudah berani melakukan kewajiban itu, tapi nyatanya apa? Azka tambah menjadi. Ucapan yang terlontar bak pisau yang tidak tahu arah untuk menggores. Hancur berkeping. Hatinya sudah tidak bisa disusun rapi.

***

Rahma telah sampai lebih dulu dengan tataan wajah yang lebih fresh. Ia pun berharap banyak tentang hubungannya dengan Azka. Lima belas menit sudah berlalu tetapi Azka tidak kunjung datang juga. Apa Azka menipu pertemuan ini?
Akhirnya Azka datang dengan aroma khas. Ia memberikan senyuman termanisnya yang jelas dibalas oleh Rahma. Keduanya duduk berhadapan dengan segelas minuman yang telah dipesan Rahma sejak tadi.

“Ada yang mau aku omongin.” Rahma memulai percakapan.

“Apa?”

“Gini ... Gimana, kalau kamu jujur pada istri kamu, tentang siapa dirimu. Itu satu-satunya cara untuk hubungan ini.” Azka tersenyum tipis atas permintaan Rahma, yang jelas itu sudah menjadi rencananya. Namun Azka telah berkhianat pada kekasihnya, ia telah mengambil hal yang paling berharga di dalam seorang wanita.

“Kamu setuju, kan?” Rahma mengulang permintaannya.

Azka menatap lekat, ia ingin menjelaskan semua hal yang telah dilakukannya. Namun Azka tidak tahu apa yang akan terjadi jika Rahma mengetahui kebusukannya. Entah ia akan menerima atau malah memutuskan hubungannya.

“Ka?” kata itu langsung membuyarkan seluruh pemikiran Azka.

“Iya, aku akan mengakuinya. Tapi ada hal yang harus kamu ketahui ....” Azka yang tiba-tiba menggantungkan percakapannya.

“Apa?”

“Semalam aku khilaf dan aku melakukan kesalahan besar dengan menidurinya. Aku juga gak tahu kenapa bisa melakukan itu, aku khilaf, Ma.” Rahma sangat terkejut dengan kejujuran kekasihnya. Mana bisa Azka melakukan hal itu, dalam keadaan ia pun mempunyai kekasihnya.

“Kamu tega! Kamu tidur dengan wanita itu sementara aku semalaman gak bisa tidur mikirin hubungan kita! Aku kecewa!” Rahma beranjak dari duduknya. Bagi Rahma ia hanya membuang-buang waktu saja duduk dengan laki-laki yang brengsek seperti Azka.

“Kamu mau ke mana? Kita bisa bicarakan baik-baik.”

“Tidak perlu! Dimulai detik ini kita putus! Lagian besok aku mau ke Jerman lagi. Selamat!”

“Stop! Aku gak mau putus!”

“Terserah!”

Liku Najwa (COMPLETE)Where stories live. Discover now