• ᴇʟғ

1.8K 286 20
                                    

Pagi ini suhu udara sangat dingin, benar-benar menusuk hingga ketulang, semburat oranye matahari pagi nampak menelisik memasuki kamar nuansa putih itu. Pemuda yang kini tengah terlelap diatas ranjang berukuran king size menggeliat tak nyaman sebelum akhirnya tersadar dari bunga tidurnya.

Hening. . .

Matanya mulai melirik sekitar, perlahan melihat kembali pada pajama yang kini tengah ia kenakan juga selimut tipis dengan motif kartun kesukaannya yang sekarang menggulung tubuh membuatnya tersentak. Disisi kiri terdapat boneka kartun menyerupai kudanil berwarna putih, boneka kesayangannya.

Renjun yakin sekali . .

Ini adalah kamarnya . . .

Tanda lahir! Ia mengangkat tangan dan mendapati bercak keabuan pada punggung tangannya.

Renjun bangkit dari tidurnya, membawa tungkai menuju kaca besar seukuran tingginya yang terletak di ujung kamar dekat jendela, lantas melirik kalender tepat disamping kaca besar itu, Oktober 2018. Oke Renjun ingat ini adalah hari hari menjelang keberangkatannya lagi ke Toronto. Renjun menghela nafas panjang, pandangannya mengarah pada lantai marmer sebelum akhirnya kembali mematut diri. Surai madunya berantakan tidak beraturan, wajah khas bangun tidur terpetak jelas didepannya.

"Park Renjun? We meet again?"

Ah jadi sekarang ini benar dirinya? Dia kembali? Dirinya kembali!

Netra kelam itu pun mengedar, mendapati foto keluarga berdiri patuh diatas nakas disamping tempat tidur. Ada Appa dan Eomma yang duduk dilantai marmer dengan dinding bernuansa putih gading sebagai background, sedang dia menggunakan seragam Senior High School berdiri ditengah memeluk leher keduanya. Foto yang diambil candid, tapi Renjun ingat hari itu mereka benar-benar tertawa, terbahak karena lelucon kering yang dilontarkan ayah. Renjun tertawa kecil mengingatnya foto ini sudah lama sekali rasanya. Sejak kepergian eomma ia memilih untuk menyimpannya dilaci nakas dan tidak lagi dikeluarkan bahkan sampai kemarin dikehidupan normalnya terakhir kali sebelum melakukan perjalanan ini.

"Eomma—" jemarinya mengusap lembut figur Seungwan dalam frame. "—annyeong."

***

Renjun menuruni tangga ketika jam telah menunjukkan setengah delapan pagi. Harum masakan menyapa saat tungkainya menyentuh lantai pertama. Masakan Eomma. Sudah lama sekali inderanya tidak merasakan aroma pagi seperti ini.

Sesegera mungkin menyeret langkahnya menuju dapur, dan disana Appa pun sudah duduk patuh pada singgasananya dengan secangkir teh krisan didepan serta koran pagi dalam genggaman.

"Injun-ah?" sapanya.

"Appa annyeong!"

"Nanti siang Injun jadi pergi dengan Jaemin? Kalau iya Eomma titip roti dekat kompleknya itu ya?"

Renjun menarik kursi lantas mendudukinya. "Sepertinya tidak jadi. Jaemin bilang dia akan menemani Minhee mengerjakan tugas."

Benar, tadi tepat sesudah dia keluar dari kamar mandi ponselnya berdering. Jaemin sahabatnya yang menelfon, dengan nada kesal pemuda itu mengeluh tentang sang adik yang merengek meminta bantuannya untuk memotret sebagai tugas seni rupa. Dan yang membuat si sulung keluarga Na itu semakin kesal adalah si bungsu yang mengatakan email pengiriman tugas terakhir malam ini, mambuat Jaemin mau tidak mau harus menemani Minhee satu hari penuh.

Sejatinya Na bersaudara tidak pernah melewati hari tanpa bertengkar. Pandangan Renjun tentang persaudaraan harmonis seperti yang biasa ia lihat pada siaran televisi berubah sejak dia mengenal kakak beradik itu. Meski Renjun lebih sering mendengar Jaemin mengumpat pada adiknya, namun begitu Minhee mengatakan keinginannya sahabatnya itu akan langsung mengabulkannya tanpa pikir panjang. Mereka hanya saling menyayangi dengan cara yang berbeda.

comeback. || renjun wendy chanyeol ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang