Chapter 🍎 17: Rizki

33 10 0
                                    

Chapter 17

"Pulang sekolah langsung ke rumah Nenek, aja, ya. Mukafi nanti Abah titipin di sana," ujar Juani pada Rizki yang hendak ke sekolah.

Sembari mengangguk, Rizki meraih lengan sang ayah dan mencium punggung tangan Juani.

"Ya udah, Bah... Rizki berangkat dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam... hati-hati, Ceng."

Tak terasa kepergian Cahaya ke Singapur sudah lima bulan lebih. Selama itu pula Rizki dan Mukafi lebih sering tinggal di rumah Mak Afifah jika Juani pergi bekerja.

Walau Mak Afifah kerap memperlakukan Cahaya dengan tidak baik, tetapi kasih sayangnya pada Rizki dan Mukafi selalu berlimpah. Ibu dari empat orang anak itu merawat Mukafi dengan lembut sehingga membuat cucunya itu merasa nyaman.

Rizki juga lebih senang berlama-lama di rumah sang nenek karena lebih banyak saudara dan bisa bercengkerama dengan kakeknya. Baik Abah Uji atau pun Mak Afifah sering memberikan cerita tentang sejarah Islam, hal itu pun jelas membuat Rizki tertarik mendengarkannya.

Namun, kebersamaan Rizki dengan sang kakek tidak berlangsung lama, ketika ia duduk di bangku SMP kelas dua, Abah Uji meninggal. Karena usia Rizki yang belum dewasa, sehingga kepulangan Abah Uji pada Sang Pemilik tidak membuatnya bersedih hati.

Tetapi, peristiwa tersebut jelas membuat Juani merasa sangat terpukul. Meninggalnya Abah Uji membuat Juani kehilangan sosok ayah yang bijak. Hal itu semakin membuatnya terpuruk ketika ingat bahwa Cahaya, sang istri sedang tidak ada disisinya. Sehingga tidak ada sosok yang bisa memberinya semangat.

"Kalau saja kamu ada di sini, Neng. Mungkin Aa nggak akan sesedih ini," ungkap Juani seraya memandangi foto Cahaya. "Kapan pulang, Neng? Mukafi sama Rizki selalu menanyakan kamu."
***

Satu tahun dua bulan sudah Cahaya pergi ke Singapur, di bulan tersebutlah ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia atas saran dari sang majikan. Selama di Singapur, Cahaya sering sakit-sakitan, karena hal itulah ia diminta  pulang dan berobat di negara sendiri.

Kepulangan Cahaya sangat dinantikan suami dan kedua anaknya. Juani dan Rizki bahagia melihat wanita terhebatnya sudah berada di sisi. Tetapi, keduanya merasa sedikit sedih ketika mengetahui bahwa Cahaya sedang sakit. Akhirnya, Juani dan pun merawat Cahaya dengan sedikit bantuan anak sulungnya.

Sejak kepulangannya dari Singapur, Cahaya memperhatikan Rizki tidak seperti dulu lagi. Ia mendapati anak sulungnya jarang beribadah, Rizki ke masjid hanya disuruh saja. Selebihnya, Rizki lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berbain gitar dan bernyanyi.

Cahaya merasa khawatir melihat perkembangan Rizki yang melenceng jauh dari latar belakang sebagai anak kiyai. Ketika kondisi Cahaya lebih baik dan berhasil pulih dari sakit, ia mencoba mencoba berdiskusi dengan Juani untuk melakukan pendekatan pada Rizki.

Seperti biasanya, Cahaya dan Juani akan berdiskusi di malam hari ketika kedua anaknya sudah terlelap.

"Aa udah sering bilang ke Rizki, jangan terlalu sering main gitar. Tapi dia cuma bilang iya-iya saja," ujar Juani.

Cahaya merasa menyesal karena niatnya yang pergi ke Singapur untuk membahagiakan keluarga, justru berimbas pada Rizki.

"Maafin Aya, A. Mungkin, gara-gara Rizki kurang kasih sayang dari ibu, makanya dia jadi cari hobi laim untuk menghibur diri."

"Jangan menyalahkan diri sendiri, Neng. Ini juga karena Aa yang lalai tidak bisa menjaga Rizki.dengan baik."

"Selain bermain musik, Rizki melakukan apa saja, A? Pacaran bangkali? Atau hal kurang baik lainnya?"

Naluri, Ujian, Rizki - [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang