Chapter 🍎 22: Keluarga Abah Habib

30 7 0
                                    

Dua bulan setelah Mukafi dibawa pulang dari pondok pesantren tahfiz Majalengka, Rizki menemukan tempat belajar menghafal Al-Qur'an baru di Bandung. Dalam sebuah kesempatan, Allah mempertemukan Rizki dengan teman seangkatan yang pernah menghafal saat di Bogor dulu.

Tak ingin menyia-nyiakan waktu, ia langsung memberi kabar pada Juani tentang pengalamannya berada di pondok pesantren tersebut.

Dalam sebuah percakapan lewat telefon, Rizki berkata, "Awalnya itu kemarin ngantar Ainiy ke untuk lomba menulis, Bah. Tapi bingung mau nginap di mana. Tadinya mau di rumah teman Ainiy, ternyata ada kendala. Akhirnya Rizki hubungi teman yang dari Bandung. Ternyata dia tinggal di pondok tahfiz."

"Dari segi lingkungan, menurut Rizki gimana?" tanya Juani.

"Kalau kata Rizki, di sini Insya Allah lebih baik dari tempat Mukafi mondok sebelumnya. Soalnya, Rizki lihat seperti menerapkan beberapa ilmu yang dulu pernah ada di pesantren Bogor. Terus, di sini lebih tenangnya ada teman yang Rizki kenal baik. Jadi, kalau Mukafi dapat perlakuan buruk dari santri lain, akan lebih mudah berbicara dengan pengurus pesantren."

"Kapan itu penerimaan santri barunya?"

"Bulan depan udah mulai, nanti Rizki kabarin lagi kalau ada pengumuman dari teman Rizki. Sekarang, sih, Mukafi jangan putus muroja'ah, Abah bilangin sama Mukafi jangan kebanyakan main gim."

Juani terlihat sangat tertarik dengan pondok pesantren yang direkomendasikan oleh anak sulungnya. Ia tidak memasukkan Mukafi ke tempat Rizki pesantren waktu dulu karena kemampuan Mukafi saat ini belum menyamai Rizki saat seusianya.

Terlebih beberapa pondok pesantren yang pernah jadi tempat belajar Rizki pun mengubah aturan. Dulu yang bisa menerima santri hanya dengan hafalan tiga juz, sekarang harus memiliki minimal hafalan 10 juz. Karena hal itulah Mukafi lebih memilih mencari pesantren tahfiz lain dari pada harus mengikuti jejak sang kakak.

Sebulan berlalu, pendaftaran penerimaan santri baru di Pondok Pesantren Mesir Qur'an di Kota Bandung telah dibuka. Rizki pun langsung mengambil formulir lewat daring pada rekannya dan memberikan pada Mukafi.

Setelah mengisi formulir, Mukafi juga mengirim beberapa data yang diminta oleh pihak pesantren. Seminggu setelah penerimaan data, pihak pesantren melakukan tes secara virtual.

Usai mengikuti segala tahap yang dilaksanakan oleh panitia penerimaan santri baru, Juani dan Mukafi serta anggota keluarga yang lain hanya tinggal menunggu pengumuman.

Di bulan Ramadhan 2019, Rizki mendapat kabar bahwa Mukafi telah diterima menjadi salah satu santri yang akan belajar di Pondok Pesantren Mesir Qur'an. Berita tersebut membuat Cahaya dan Juani merasa senang. Semoga tempat tersebut akan menjadi sejarah bagi peralihan anak ke duanya dari remaja ke dewasa.

Cahaya sangat berharap bahwa Pondok Pesantren Mesir Qur'an bisa membuat Mukafi berubah menjadi pribadi yang lebih baik, dewasa dan mandiri.

Seperti biasanya, beberapa hari setelah lebaran Idul Fitri, Rizki bersama Ainiy akan berkunjung ke Subang untuk bertemu dengan keluarga. Di lebaran ke dua setelah menikah ini, Rizki bukan hanya mengunjungi ibu dan ayahnya, tetapi ia juga mengantar sang adik untuk menuntut ilmu.

"Diberesin Fii... barang-barang apa aja yang mau dibawa ke pesantren," ungkap Rizki.

"Paling cuma baju koko, peci, sarung, perlengkapan mandi. Yaa, gitu-gitu, aja, A."

Naluri, Ujian, Rizki - [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang