27- Terpisah Ruang Dan Waktu

401 32 16
                                    

"HP off sampe sore, Sayang, aku telepon nanti abis latihan."

Tentu saja Ery masih tidur. Bahkan matahari belum terbit di belahan bumi Britania.

Kevin mematikan ponsel, lalu memasukkannya ke dalam laci. Dia bergegas berangkat latihan.

Demi mempersiapkan kondisi seprima mungkin menghadapi kompetisi Kejuaraan Dunia, Kevin memantapkan diri untuk mengajukan cuti kuliah selama 2 bulan. Dia membidik target juara yang belum dia enyam bersama Gideon. Beberapa kompetisi yang mendahului Kejuaraan Dunia pun memiliki jadwal yang agak berdekatan. Konsekuensi yang harus dia hadapi, tidak terkejarnya memenuhi tugas-tugas dan ujian, pun akan menambah tanggungan beban SKS di semester berikutnya.

Namun, si tangan petir begitu antusias dalam ajang bergengsi ini. Semangatnya semakin meletup, melihat Gideon setali tiga uang dengannya yang berlatih lebih keras untuk Kejuaraan Dunia ini. Saat pagi buta, pukul 04.30 pagi bahkan langit masih gelap, Gideon sudah berlatih dengan bersepeda di kompleks sekitar. Lalu pukul 05.30, Gideon sudah memulai latihan di court Pelatnas. Berlari-lari kecil dengan sebuah pola gerakan teratur ke kanan, lalu ke kiri.

"Pagi, Ko," sapa Kevin pada Gideon seraya meletakkan tas perlengkapan bulutangkis di sebuah kursi memanjang.

"Pagi," jawab Gideon dengan peluh sudah nampak membasahi wajahnya.

"Udah lama, Ko?"

"Lumayan." Sinyo, panggilan akrab Gideon, kembali melaju dengan gerakan yang sama. Decit sepatunya terdengar bergesekan dengan lapangan.

Ery terbangun. Merabah-rabah ponselnya yang ada di tepi meja, samping tempat tidurnya. Pukul 7 pagi waktu Britania. Dia agak kesiangan. Buru-buru dia mandi, tanpa melihat chat apapun.

Sementara di Cipayung, hari sudah siang dengan terik matahari memancar. Kevin sedang melakukan latihan pukulan smash hingga 100 kali di sesi kedua. Gideon melakukan latihan defense bersama Rian sebagai penggebuk.

Terpisah ruang dan waktu, dengan kesibukan yang berbeda, tapi hati keduanya selalu bersama.


Di kampus.

Kelas sudah tampak penuh. Mata Ery mengedari ruang kelas, mencari bangku kosong. Setelah mendapatkan kursi, dia menghela nafas panjang, lalu membenahi juntaian rambut lurusnya yang sedikit berantakan, merapikannya ke belakang telinga.

Dia baru tersadar belum membaca chat apapun setelah bangun tidur. Dia teringat Kevin seketika.

Dengan seksama, Ery membaca isi pesannya. Sang atlet sedang fokus latihan.

"Ery!"

"Ya, Shane, ada apa?" tanya Ery seraya menghentikan aktivitasnya hendak membalas pesan.

"Aku sudah mengirim email semalam, sudah kau buka?"

"Oh, belum, maaf. Aku akan lihat segera...." jawab Ery sambil melempar senyum tipis.

"Kau habis begadang, ya?"

Ery tertawa pendek. "Bagaimana kau tahu?"

Shane mendengus lirih dan memutar bola mata. "Tentu saja aku tahu—"

Lalu Cath datang tiba-tiba menyerbu Shane, merangkul leher laki-laki itu dengan agak keras. Cath mendekatkan wajahnya pada Shane saat berbicara.

"Kena kau!"

"Aw, Cath!"

"Kau ingkar! Payah... Aku sudah menang game kemarin, kau katakan akan menjemputku dan membawakanku pizza, and see? Richie yang menjemputku, dan pizza—argh, hanya omong kosong darimu. Kau curang!"

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Sep 11, 2020 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

Another Crazy Rich Asians (ACRA)Onde histórias criam vida. Descubra agora