[18] Tangisan Mentari

5.5K 623 13
                                    

Teruslah bergerak untuk meraih apa yang kamu inginkan. Jika lelah, tetapi masih sanggup maka istirahat, jangan berhenti.

ALBARISUS

Setelah Farrel keluar dari kamarnya, Rafa memutuskan untuk duduk di kursi balkon. Menekuk lutut untuk ia peluk dengan kedua tangan. Rafa benci dingin, tetapi sekarang ia malah membiarkan angin malam menampar kulitnya. Ia hanya terus terduduk dengan pandangan datar ke arah langit kelam.

Tanpa sadar pipinya terasa hangat oleh sebuah cairan yang entah sejak kapan mengalir dari netra coklat terangnya. Rafa tak mengerti kenapa ia harus menangis. Rafa tak tahu, tetapi rasanya begitu sesak dan sakit. Rafa merasa dadanya penuh dengan sesuatu yang sungguh menyakitkan.

Terakhir kali ia menangis adalah saat dengan tidak sengaja mendengar para tetangga menggosipinya. Mengatakan segala kemungkinan kenapa ia dipindahkan ke Bandung. Mulai dari bahwa Rafa dihukum sampai katanya ia dibuang.

Rafa pun tak berniat untuk menghapus air mata yang sudah membuat wajahnya kacau. Dan bukannya berhenti, cairan itu malah menderas. Remaja laki-laki ini menangis dalam diam, menggigit bibir bawahnya agar tak bersuara. Ia pun turut meremas dadanya kuat, berusaha menghentikan sebuah rasa yang berhasil menjadikan ia menangis.

Tapi semuanya percuma. Rafa terus merasakan sakit, dan ia terus menangis.

-ALBARISUS-

Tanpa Rafa bayangkan. Agam yang tadinya bersikeras membawanya pulang malah pamit untuk pulang ke Bandung dan meminta dia agar tetap baik-baik saja di sini. Membiarkan dirinya untuk terus meraih mimpi.

Suasana canggung saat sarapan pun sangat terasa. Hari ini Dhita menemukan bunga mawar yang tegeletak di depan kamarnya dengan note yang betuliskan 'I'm sorry Bunda'. tentunya Dhita mengetahui siapa yang telah meletakkannya. Dan dengan segera dirinya membuang mawar dan catatannya. Masih tidak habis pikir, tidakkah remaja itu merasa sungkan atas kejadian semalam?

Sebenarnya Agam benarlah ingin untuk membawa Rafa pergi, tetapi karena Keyra dan Arya serta Farrel yang memohon agar tidak membawa Rafa ke Bandung membuat ia mengurungkan niat.

Ketika sarapan berakhir, seperti biasa kembar Elvano itu akan pamit. Dan seperti biasa Rafa akan berusaha meminta izin agar Dhita mau memberikan tangan untuk Rafa salimi. Tentu hal itu tidak akan pernah terjadi, jadi Rafa yang selalu menerima penolakan hanya bisa mengucapkan salam dengan senyum yang terus dirinya pajang.

Sesampainya di kelas, lagi dan lagi sebuah kertas berada di atas mejanya. Kali ini Rafa mulai jenuh dengan kertas yang hampir setiap hari bertengger di atas mejanya. Kali ini, kertas itu betuliskan kalimat 'Semoga bahagia'. Entah apa maksudnya.

Mungkinkah orang yang meletakkan kertas ini mempunyai masalah pribadi dengannya? Rafa rasa dia tidak pernah memiliki masalah dengan murid di sini.

Satu orang yang menjadi opsi pelaku juga tak nampak. Sepertinya Dave datang telambat hari ini. Rafa juga mulai meragukan bahwa orang yang dianggapnya melakukan hal ini adalah pria bekacamata itu. Masalahnya Dave terkenal dengan sifat yang sangat baik, bahkan pria itu juga melakukan hal serupa padanya. Mungkinkah hanya kedok?

Rasanya kepala Rafa hampir pecah saat memikirkan orang yang selalu ingin 'bermain' dengannya ini. Akhirnya remaja yang memiliki netra terang itu beranjak dari kelasnya setelah meremat kertas lalu dibuangnya ke tempat sampah. Berjalan lurus menuju ke lorong yang akan mengatarkannya menuju halaman belakang.

Udara pagi yang sangat segar langsung menyambutnya ketika sampai. Rafa memutuskan untuk duduk di bangku yang berada di bawah pohon rindang yang memang berjejer di tepi lapangan. Mencoba menikmati ketenangan karena hanya ada beberapa anak yang duduk di sini, sedangkan untuk kantin yang dapat ia lihat dari tempatnya, sudah banyak yang ada di sana untuk sarapan atau sekadar membeli minuman.

ALBARISUS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang