Part 2

30.9K 1.8K 40
                                    

Jangan lupaa koreksi yaa guys!

pencet bintang, and leave a comment yaaa😉

***

"Kita makan di mana nih, Nat?" tanya Ama begitu mereka sampai di lobby.

"Kantin aja, Ma." Kata Nat lalu berjalan lebih dulu.

Ama menoleh. Menatap Nat yang tempak berbeda sejak dua minggu yang lalu. Sosok cerianya seakan hilang entah kemana. Dan Ama sadar, ada yang tidak beres di sini. Setiap kali Ama menanyakan pada Nat, perempuan itu menjawab seolah tidak terjadi apa-apa. Sosok cerianya masih terlihat namun Ama tahu, keceriaan milik Nat terlihat sangat di paksakan.

"NatNat." Panggil Ama.

Nat melirik, "hm." sahutnya.

"Lo beneran nggak ada yang di sembunyiin kan?" tanya Ama untuk kesekian kalinya.

Nat mengangguk pelan. Membuat mimik wajah sedatar mungkin agar Ama tidak mampu membacanya.

Ama hanya mengangguk saja. Nat kalau sudah punya rahasia, rasanya sulit sekali membuat perempuan itu membukanya. Ama hanya bisa berdoa agar apa yang ada di pikirannya tidak benar. Nat pasti baik-baik saja.

Sesampainya di kantin, Nat mengedarkan pandangannya. Tatapannya jatuh pada laki-laki bermata tajam, yang merupakan bosnya. Nat mengernyit.

"Ma, sejak kapan bos makan di kantin?" bisik Nat pelan.

Menggeleng. Ama pun tidak tahu. Karena biasanya, bos mereka paling tidak suka makan di kantin.

"Gue yang pesen. Lo duduk aja, Nat." Kata Ama. "Kayak biasa kan?"

Nat mengangguk. Memilih tempat duduk yang tidak jauh dari bos mereka karena, hanya tempat itu yang tersisa. Punggung Nat bersandar. Matanya menatap kaca besar di sampingnya. Melihat lalu lintas yang masih saja terlihat padat. Tidak macet namun padat.

Pikirannya melayang. Tidak. Lo harus bangkit, Nat. Bangkit Natha! Sisi kanannya berteriak keras. Menyuruh Nat untuk tidak kembali memikirkan Rai.

"Nih Nat." Suara Ama menyentaknya.

"Makasih, Amaku."

"Halah jijik ah."

Nat tertawa kecil. Setidaknya ia tidak boleh memikirkan Rai saat di kantor. Bisa-bisa tisu mejanya habis karena air mata.

***

Di sisi lain, mata Dafit tak sengaja bertatapan dengan salah satu karyawannya. Sejak ia menggantikan sang Ayah, hanya perempuan itu yang tak mampu tertarik dengan Dafit. Di saat semua perempuan mencari perhatiannya, hanya perempuan itu yang tidak mencari perhatian.

Siapa dia? Batin Dafit bertanya. Selama hampir satu bulan menggantikan sang Ayah, diam-diam Dafit mengamati perempuan itu. Menurutnya, hanya Nat yang tidak muluk-muluk di saat perempuan lain terlalu berlebihan.

Getaran ponsel Dafit membuat dirinya memutus tatapan dari Nat. Satu pesan muncul membuat Dafit menggerutu.

Send a picture.

Nyonya Anis: Dafit, dia Naila. Cantik ya Daf? Nanti abis ngantor, kamu jangan lupa ketemu dia ya. Mama mau cucu Daf. Tolong turuti kemauan Mama ya. Nanti Mama kirim alamatnya.

Read.

Nyonya Anis dengan segala kekuasaannya membuat Dafit sebal. Nikah, nikah, dan nikah. Dikira gampang kali ya nikah. Sebal Dafit. Dan sekarang apa? Cucu! Hah.

Dia kembali memandang Nat yang kini sedang menyantap makan siangnya. Menatap lamat-lamat dengan seringai licik yang muncul di bibirnya.

Dafit tidak akan menuruti ucapan Nyonya Anis untuk bertemu Naila. Katakanlah Dafit anak durhaka, namun dia tidak suka jika memberi harapan palsu pada anak orang. Jadi lebih baik, Dafit tidak perlu datang sama sekali.

NATHANIAWhere stories live. Discover now