33

2K 99 5
                                    

Happy reading ❣️
.
.
.
*****

Kali ini Al dan keluarga Vero sedang berada di ruang keluarga, setelah acara masak-memasak dan makan setelahnya, mereka memutuskan untuk mengobrol ringan. Bunda Vero sesekali tertawa mendengar kerecehan yang Al buat.

Jujur saja Al suka berada di tengah-tengah mereka, ia bisa merasakan kehangatan itu lagi di sana, gadis itu tersenyum simpul. Al memandang keluarga yang hangat itu dengan senyum, hatinya terasa sesak melihatnya. Iri? Iya, dia iri, namun apa yang bisa ia lakukan? Tidak ada.

Al memijat pinggir matanya, entah kenapa ia merasa pusing tiba-tiba, pandangannya pun sedikit buram. Ia memejamkan matanya sambil terus memijat ujung matanya.
Vero yang menyadari itu, bangkit dan berpindah di samping Al, ia memegang pundak Al pelan.

"Lo kenapa? Sakit?"

Al menggeleng, "Gak apa-apa kok, pusing doang."

"Mau balik aja?"

"Habis ini deh, adek lo juga lagi asik main. Kasian kalo tiba-tiba di tinggal," ujar Al. Vero hanya bisa menurut, dan membantu Al memijat pelipisnya.

"Al kenapa, ver?"

"Pusing bun."

Bundanya terlihat terkejut, "Mau minum obat aja, Al?"

"Enggak usah tante, bentar lagi baikan kok."

"Yaudah, tiduran dulu aja ya. Kalo udah mendingan baru balik," ujar bundanya dengan khawatir.

Tentu itu membuat Al tersenyum, perhatian yang sudah lama tak ia dapatkan dari seorang ibu. Hanya bi Isum yang selalu memperhatikannya, bukan ibu kandungnya. Al merindukan kekhawatiran yang Rani tujukan padanya, ia merindukan Rani yang marah karna khawatir padanya bukan marah yang membuatnya semakin terluka. Matanya memanas menahan dorongan dari dalam, namun sekuat tenaga ia akan terus bertahan dengan kepalsuan.

Setelah memutuskan untuk beristirahat sebentar, gadis itu memilih untuk mengajak Vero untuk mengantarkannya kembali pulang. Selain karna Elang sudah tertidur, ia merasa bahwa tubuhnya sudah mulai tak lagi bisa di ajak berkompromi dengannya. Gadis itu pun berpamitan dengan Bunda Vero, wanita itu memeluk Al lembut membuat gadis itu terlena dalam dekapannya. Huh! andai saja Rani bisa bersikap seperti itu, pasti gadis itu akan sangat betah berada di rumahnya sendiri.

Merekapun berjalan keluar menuju teras tempat di mana mobil Vero terparkir, namun sebelum mereka masuk, gadis itu lebih dulu menghentikan langkahnya membuat Vero pun ikut terhenti. Vero memandang Al bingung.

"Foto dulu yuk."

"Foto?"

Al mengangguk, "Iya, buat nambah-nambahin foto lu."

"Buat apa banyak-banyak foto gue? Ah, gue tau. Pasti buat lo liatin kalo lagi kangen sama gue kan, hayyoo lho ngaku aja," ujar Vero menggoda Al.

"Dih, pede. Foto lo tuh mau gue pajang di dapur, biar gak ada tikus yang berani dateng ke rumah gue!"

"Boong! Jujur aja deh Al, gue gak bakal marah kok." Vero kembali menggoda gadis itu. Dengan kesal Al memukul lengan kiri Vero cukup keras, namun pemuda itu malah semakin tertawa.

ALONA (SELESAI)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt