Untold Story 1

997 94 2
                                    

"revenge is the raging fire that consumes the arsonist."

-Max Lucado-

|| Damaged ||

Apa hal di dunia ini yang dapat menghanguskan selain api? Menurutku, dendam. Jika api menghanguskan meninggalkan abu, maka dendam akan menghanguskan tanpa meninggalkan apapun. Hal ini yang terjadi padaku, perasaan dendam membakar diriku habis-habisan, menghanguskan segala rasa tanpa meninggalkan satu jejakpun.

Walaupun bukan orang yang terbaik dan suci, setidaknya dulu aku masih punya perasaan. Perasaan untuk merasakan cinta. Perasaan untuk menyanyangi. Perasaan untuk peduli. Dan perasaan baik lainnya yang seharusnya dimiliki oleh seorang manusia. Sayangnya, dendam telah membakar perasaan yang dulu kumiliki, tidak menyisakan barang secuilpun.

Memang semua ini tentang pilihan. Kita memiliki pilihan harus hidup menjadi seseorang yang seperti apa. Dan nyatanya aku telah memilih pilihanku sendiri.

Aku pernah memilih jalan hidupku untuk menjadi seorang suami untuk wanita yang telah membawa dunia merah jambu untukku. Bekerja keras agar kelak dapat mewujudkan segala mimpi yang telah aku rajut bersama dengannya. Namun segalanya berubah, tanpa bisa aku cegah.

Tepatnya dua tahun yang lalu, saat aku pertama kali merasa takdir tidak lagi berpihak kepadaku. Hari itu, aku kehilangan seorang wanita yang sangat aku cintai bersama dengan buah cinta kami yang ada di kandungannya. Tak bisa lagi tergambar bagaimana sakitnya hatiku saat melihat mata yang selalu bersinar untukku, kini menjadi terpejam. Tidak ada lagi senyumnya dan tidak ada lagi dunia merah jambu untukku.

Aku sempat berfikir untuk mengakhiri hidupku karena tak lagi mampu menahan rasa sakit atas kehilangan, tapi jika aku pergi bagaimana dengan Ibuku? Siapa yang nanti mengurus Ibuku? Syukurlah, wajah Ibuku saat itu muncul di saat aku sudah ada di tepi atap bangunan Apartementku. Aku tidak jadi melaksanakan pikiran konyolku untuk menyusul kepergiannya, karena saat aku mengakhiri hidupku sendiri, aku tidak menghilangkan rasa sakit itu, aku hanya memindahkannya ke orang yang aku sayang. Dan orang yang akan menderita atas kepergianku nanti adalah Ibuku, jadi setidaknya aku harus melanjutkan hidup demi Ibuku.

Sayangnya, saat aku berusaha untuk menyembuhkan diri, hal konyol menghampiriku sampai membuat aku tertawa karena merasa dunia selayaknya lelucon untukku. Profesor pembimbingku sekaligus pemilik rumah sakit tempatku bekerja memintaku untuk menikahi anaknya. Anaknya bukan seorang wanita melainkan seorang lelaki. Sungguh, menikah dengan seorang lelaki tidak pernah ada dalam pikiranku sama sekali, makanya saat itu aku berfikir Profesor sedang mengatakan lelucon hanya untuk menghiburku. Sampai kedua kalinya, lelaki tua itu meminta hal yang sama denganku dan saat itu pula aku tersadar bahwa ini bukan sekedar lelucon yang diberi kepadaku.

"Aku sedang tidak bercanda. Anakku sangat mencintaimu dan dia ingin menikah denganmu." Saat itu aku bisa bisa mengingat dengan jelas keseriusan disetiap untaian kata yang dilontarkan Profesor pembimbingku saat mengulangi kembali permintaannya.

Aku tidak tahu lagi harus berkata apa, bahkan aku masih sulit untuk mengatur ekspresi di wajahku, hal ini sungguh tak masuk akal bagiku.

Hembusan nafasku nampak jelas terdengar di ruangan ini, aku melihat sejenak sosok lelaki bertubuh kecil yang sedari tadi hanya bisa menunduk di samping profesor Tha. Lalu aku berpura-pura melihat jam yang melingkar dipergelangan tangaku dan berkata, "Maaf, Prof. Aku ada operasi 30 menit lagi."

Menghindar adalah cara terbaik bagiku saat itu. Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku segera bergegas keluar dari ruangan sang pemilik rumah sakit terbesar di Thailand.

"Aku anggap itu sebagai penolakan. Dan selamat kau kupecat."

Tubuhku seolah membeku tepat di ambang pintu. Aku sempat mengira telingaku salah mendengar saat itu, tapi lagi-lagi hal konyol lainnya menimpaku. Aku betulan telah di pecat dari rumah sakit.

DamagedWhere stories live. Discover now