Chapter-4: Perkumpulan Tak Disengaja

71 10 0
                                    

Menjaga rahasia dari hati yang terluka  menjadi tugas pemeran utama yang ingin mendamba bahagia untuk bersama

♡♡♡

Sebenarnya, alasan yang Fabian katakan pada kedua temannya bukan sekadar kebohongan belaka. Ia memang pergi untuk menjemput adiknya. Barulah setelah itu, ia pergi ke tempat yang sudah Meila tentukan. Ketika memarkirkan motor, matanya menyipit mencari kejanggalan. Warna-warna motor yang terparkir di samping motornya seakan terlihat tidak asing. Terlebih lagi jenis dan merek helm di atas joknya.

Namun, Fabian tak ingin berlarut pada perasaan janggal itu terlalu lama. Ia sudah ngaret karena harus mengurus adiknya terlebih dulu. Bisa dipastikan ia telat dan tak mau menaruh kesan buruk pada Meila di hari pertama mereka pergi bertemu berdua.

"Bi, kamu juga baru dateng?"

Ketika tengah berdiri di depan kafe, Fabian mendongak dari tatapan fokusnya ke layar ponsel untuk memberi kabar pada Meila. Namun, gadis yang ingin ia kabari berdiri tepat di depannya. Dengan tubuh yang terbalut dress terusan berwarna merah muda, rambut panjang tergerai ditambah jepitan rambut berbentuk pita di sisi kiri menambah kesan manis di wajahnya.

Merasa Fabian memperhatikan pakaiannya, Meila menunduk untuk menilai kesekian kalinya bahwa penampilannya tidak terlalu berlebihan.

"Itu ... tadi katanya kamu mau jemput adik dulu, makanya aku pulang buat ganti baju," jelas Meila sembari memperlihatkan deretan giginya. "Kebetulan rumah aku daerah sini. Kurang lebih kalau jalan kaki cuma sepuluh sampai lima belas menit. Makanya aku juga baru sampai."

Mulut Fabian membentuk huruf O sembari mengangguk. Bibirnya tersenyum lebar tanpa malu-malu seakan memperlihatkan betapa bahagianya ia saat ini.

Ting!

Refleks Fabian kembali menunduk dan membuka isi pesan dari temannya. Keningnya berkerut antara bingung dan cemas. Ia periksa isi lokasi yang dikirim Meila dan temannya dan hasilnya, sama. Fakta itu membuat Fabian melotot tak percaya.

"Mei, kayaknya kita harus--"

"Loh, Bi?" Suara seorang cowok menyela perkataan Fabian. Cowok yang baru datang itu berdiri tepat di antara Fabian dan Meila. "Udah selesai ngurusin adiknya?"

Perlahan Fabian menolehkan pandangannya. Vano. Cowok yang ia tolak untuk pergi bersama kini menampakkan dirinya.

"U-udah, Van," jawab Fabian dengan sedikit gugup. Dari awal ia memang tidak mengatakan dengan jelas selain urusan adiknya, ini tentang ke mana dan untuk apa sebenarnya ia pergi sampai tidak bisa ikut bersama anggota tim yang lainnya sehingga suasananya menjadi tidak enak begini.

"Oh, bagus kalau gitu." Vano manggut-manggut dan beralih ke Meila. "By the way, lo ke sini buat nemuin Bayu?"

Meila yang termangu sejenak kemudian menaikkan alisnya. "Eh? Oh, itu ... iya."

"Ya udah kalau gitu, masuk yuk! Sekalian aja nongkrong bareng kita. Anak-anak yang lain udah pada dateng dari tadi."

Vano merangkul pundak Fabian dan jalan di belakang Meila untuk memandu. Kafenya cukup terlihat ramai. Terlebih lagi di bagian sudut kanan ruangan yang mejanya hampir terisi penuh anak cowok-cowok berseragam SMA. Jelas. Itu anak-anak tim basket sekolah.

"Bay, lihat nih siapa yang dateng!" seru Vano dengan heboh, bahkan sebelum ia berada di dekat meja tempat mereka berkumpul bersama.

Suasananya cukup canggung bagi Fabian maupun Meila. Keinginan Fabian yang tidak ingin merusak acara pertama mereka rusak sudah hanya karena ketidaksengajaan. Entah bagaimana ke depannya ia akan menanggapi ini. Sangat memalukan.

Do Men Cry? (Completed)Where stories live. Discover now